Dilema Antara Ptm dan Pjj Di Tengah Ketidakjelasan Sistem Pendidikan Saat Ini



Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Bogor, Hanafi menegaskan bahwa sekolah dasar (SD) dan menengah pertama (SMP) di Kota Bogor sudah siap melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM). Hanafi mengatakan, pihaknya melakukan verifikasi persiapan semua sekolah di Kota Bogor, terkait fasilitas seperti tempat cuci tangan, termogun dan persiapan teknis lainnya termasuk persiapan kurikulumnya. Selain itu ia juga akan membentuk satgas sekolah yang akan mengontrol protokol kesehatan dan kesehatan anak-anak (RadarBogor, 15/04/2021)

PTM di Kota Bogor akan dilaksanakan awal tahun ajaran baru 2021/2022, untuk itu berbagai macam persiapan sedang dilakukan. Selain memastikan persiapan protokol kesehatan di tiap sekolah, pemerintah juga melakukan vaksinasi bagi para tenaga pendidik. Program vaksinasi yang diberikan pemerintah kepada para pendidik semakin memantapkan rencana PTM agar bisa terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.

Sebelumnya, kebijakan rencana PTM telah diinstruksikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim pada awal Januari lalu. Namun sayangnya, sebagian orang tua tidak menyetujui rencana PTM tersebut khawatir anak mereka akan terpapar virus Covid-19 jika mereka melakukan PTM. Akhirnya pembelajaran jarak jauh (PJJ) menjadi solusi yang diambil oleh pemerintah, agar para siswa tetap mengenyam pendidikan walaupun pandemi Covid-19 tengah berlangsung. 

Setelah setahun berlalu dengan menggunakan PJJ, banyak permasalahan yang ditimbulkan. Mulai dari kejenuhan siswa, sulitnya para guru mengajar dengan menggunakan berbagai aplikasi media, para orang tua yang kewalahan mendampingi anak-anak mereka belajar online, sampai anak-anak yang kecanduan game online akibat setiap hari harus bersentuhan dengan gadget yang tidak secara langsung menjadi fasilitas mereka untuk bermain game. Bukan hanya itu dampak yang ditimbulkan dari PJJ/ daring ini, masih banyak deretan panjang permasalahan yang muncul hingga menghantarkan hilangnya nyawa.

Sehingga rencana PTM di tahun ajaran baru ini pun bak gayung bersambut untuk mengatasi kegelisahan para orang tua dan para guru akibat permasalahan dari pembelajaran online. Bahkan poling terakhir yang dilakukan kepada orang tua menunjukkan 90 persen menghendaki sekolah kembali dibuka dan hanya 10 persen orang tua yang masih keberatan sekolah dibuka dengan alasan takut dan ada juga masih trauma setelah ada anggota keluarga mereka yang meninggal karena Covid-19.

Namun yang menjadi pertanyaan, apakah PTM ini adalah satu-satunya solusi jitu yang harus diambil pemerintah untuk mengatasi dampak buruk dari PJJ? Sementara di sisi lain, pandemi Covid-19 masih terus membayangi dan tidak ada jaminan bahwa para tenaga pendidik yang telah mendapatkan vaksinasi itu tidak akan terpapar Covid-19. Tidak menutup kemungkinan rencana PTM ini akan memunculkan klaster baru penyebaran Covid-19 dari klaster sekolah.

Inilah dilema pendidikan yang menjadi PR besar bagi sistem pendidikan di negeri ini di kala pandemi. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan yang diberlakukan saat ini tidak memiliki kejelasan baik dari kurikulum maupun tujuan dari pendidikan. Ini terbukti dari  keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan, Nadiem Makarim dalam pemberlakuan proses PTM bagi setiap sekolah yang sudah siap terutama yang sudah melaksanakan program vaksinasi bagi semua gurunya. Selain itu, Kemendikbud juga memberikan kebebasan bagi satuan pendidikan PTM saat dimulai untuk menggunakan kurikulum 2013, kurikulum darurat yang sudah disediakan Kemendikbud di masa pandemi dan kurikulum yang dibuat sendiri oleh sekolah selama masa pandemi. 

Direktur Jendral pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah kemendikbud mengatakan, selama pandemi sekolah-sekolah telah berinisiatif untuk membuat penyederhanaan kurikulum. Hal ini dibolehkan karena bisa digunakan saat PTM yang sudah pernah dilakukan. Menurut Kemendikbud pemberian kemerdekaan pada satuan pendidikan dikarenakan satuan pendidikanlah yang paling mengerti irama perkembangan siswanya, kebutuhan belajar siswanya, juga situasi belajar dari setiap sekolah yang berbeda. 

Kebebasan dalam pemberlakuan kurikulum di setiap sekolah, menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki konsep kurikulum yang baku di masa pandemi. Juga menunjukkan adanya sikap ketidaktegasan pemerintah, dan akibat fatal dari ketidaktegasan ini akan berdampak pada capaian proses pembelajaran pada para siswa. Beda kurikulum tentu saja akan berbeda capaian, dan ini tentu akan berpengaruh pada kualitas output generasi di negeri ini. 

Di dunia pendidikan, kurikulum memiliki arti penting dalam pencapaian output generasi. Namun saat ini, dengan konsep merdeka belajar, kurikulum pun dibebaskan, diberi peluang berbeda dalam penerapannya. Akan dibawa kemana nasib generasi di masa yang akan datang? Inilah satu dari sekian banyaknya problem yang ada di dunia pendidikan kita yang menjadikan sekulerisme sebagai asasnya, sehingga wajar jika output dari sistem pendidikan tersebut hanya akan menghasilkan generasi yang kacau dan rusak baik secara akal maupun moralnya. 

Jika kita bercermin pada sistem pendidikan Islam, penyelenggaran pendidikan yang ditawarkan sistem Islam telah menyiapkan generasi agar mampu menjalani kehidupan ini dengan benar baik di dunia maupun di akhirat. Kurikulum pendidikan dalam Islam berdasarkan pada asas yang sahih karena lahir dari paradigma pendidikan yang sahih, yakni pendidikan wajib diselenggarakan berdasarkan aqidah Islam. Aqidah Islam merupakan landasan beramal bagi setiap muslim baik dikehidupan sehari-hari maupun kehidupan bernegara termasuk dalam penyelenggaraan pendidikan.

Tujuan kurikulum pun harus mengacu pada tujuan pendidikan Islam, yaitu pembentukan kepribadian Islam, dan membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, tsaqofah Islam maupun ilmu kehidupan lainnya. Sehingga dengan demikian peserta didik mampu menyelesaikan tantangan kehidupan dengan jalan yang benar. Negara dalam hal ini tidak akan mengacu pada output pendidikan sekuler, apalagi mengikuti arahan dari pihak asing. 

Dengan penerapan kurikulum yang shahih, secara produktif akan dihasilkan sumber daya manusia yang handal, meskipun menghadapi tantangan pandemi. Bukan hanya semangat untuk terus berjuang mencari jalan keluar sesuai syariat, mereka juga akan amanah menjalankan hukum Islam dalam menangani wabah dengan asas aqidah Islam. Inilah visi ilmu pengetahuan, ditujukan untuk kemaslahatan umat dan untuk peradaban Islam yang mulia. Karena umat membutuhkan berbagai macam penemuan untuk kemaslahatan hidupnya, seperti teknologi kesehatan, telekomunikasi, pemberdayaan ekonomi dan sebagainya. Hal ini tentunya didukung oleh ketersediaan dana yang berlimpah, yang hanya mampu diwujudkan dengan penerapan sistem ekonomi dan sistem keuangan sesuai syariah kaffah. Tak akan ada lagi kapitalisasi dunia pendidikan yang justru menyengsarakan rakyat.  

Sudah saatnya sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di negeri ini diganti dengan sistem yang shahih nan sempurna, yakni sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam terintegrasi dengan seluruh sistem kehidupan yang di topang oleh sistem politik dan sistem ekonomi Islam. Sistem pendidikan yang sempurna ini hanya akan terwujud dalam sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah, yang dengan izin Allah SWT akan tegak kembali di muka bumi ini. In syaa Allah. []


Oleh Siti Rima Sarinah (Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban)


Posting Komentar

0 Komentar