Menanggapi kondisi ekonomi yang kian sulit ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani berencana untuk meminta bantuan IMF. Pernyataan SMI bukan tanpa sebab, faktanya pemerintah Indonesia telah menyatakan menambah utang baru pada tahun 2021 ini. Dalam APBN 2021, pemerintah telah menargetkan penarikan utang baru melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 1.207,3 triliun dan melalui pinjaman Rp 29,9 triliun. Sebuah angka yang fantastis di tengah pandemi. Lantas bagaimana pendapat pengamat ekonomi terkait ini? Kali ini Muslimah Jakarta berhasil mewawancarai Indriani, SE, Ak., seorang Analis sekaligus pemerhati Ekonomi. Berikut hasil wawancara ekslusif yang berhasil kami himpun.
Tanya: Apa pendapat ibu terkait pernyataan SMI tentang Bank Dunia dan IMF yang mampu mengatasi masalah utang dan mengurangi tekanan ekonomi Indonesia yang meningkat?
Jawab: Saya tidak setuju dengan pernyataan beliau karena pada faktanya WB dan IMF adalah perpanjangan tangan Amerika, jadi utang yang diberikan Amerika itu adalah bagian dari cara untuk menguasai suatu negara atau mendominasinya. Cara-cara yang dilakukan untuk mengucurkan utang tadi bisa dilakukan oleh Amerika tadi melalui menteri luar negerinya ataupun melalui lembaga-lembaga internasional yang di bawah kekuasaannya, karena memang faktanya Amerika menguasai lembaga-lembaga internasional itu, seperti WB dan IMF. Jadi jika dikatakan WB atau IMF bisa mengatasi justru kehadiran WB dan IMF tersebut malah menjadi masalah untuk Indonesia.
Tanya: Untuk mengurangi tekanan ekonomi Indonesia yang meningkat tadi apa hanya dengan utang luar negeri sebagai satu-satunya jalan keluar? Sudah tepatkan kebijakan tersebut?
Jawab: Kalau kita baca di buku Politik Ekonomi Islam terkait bahaya utang luar negeri, dikatakan oleh Abdurrahman Al Maliki, Sesungguhnya utang luar negeri misalkan untuk pendanaan proyek-proyek adalah cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi suatu negara, justru hal itu memperpanjang penderitaan akibat bencana yang menimpa umat Islam yang merupakan jalan untuk menjajah suatu negara. Jadi negara-negara barat sebelum perang dunia menempuh cara dengan memberikan harta atau modal sebagai utang kemudian mengintervensi suatu negara melalui utang. Jadi kalau dikatakan untuk mengurangi tekanan ekonomi dengan utang luar negeri, saya sendiri berpendapat itu tidak tepat, bahkan kalau dikatakan utang luar negeri sebagai satu-satunya solusi, itu tidak tepat. Karena disini kan porsinya utang yang dibuat itu bukan utang yang dalam bentuk personal melainkan dilakukan oleh sebuah institusi negara. Sebagaimana yang kita tahu utang itu adalah bagian dari jeratan atau cengkraman yang diberikan Amerika terhadap negeri-negeri kaum muslim. Jadi utang yang diberikan oleh Amerika tidak lain merupakan cara Amerika untuk menguasai suatu negara atau untuk mendominasinya. Dengan jelas tujuan Amerika atau kapitalis global untuk memberikan utang adalah bukan untuk membantu melainkan untuk menjaga keamanan Amerika atau para kapitalis global serta keamanan dan keselamatan dunia secara keseluruhan yang diberikan kepada negara-negara yang berutang itu akhirnya berada di bawah dominasi mereka, dijadikan sawah ladangnya serta dijadikan sebagai alat untuk membela kepentingan-kepentingan Amerika dan juga kepentingan-kepentingan global.
Jadi terkait upaya untuk mengurangi tekanan ekonomi Indonesia dengan utang itu sama sekali tidak tepat, karena kapitalis global khususnya Amerika sendiri itu menekan setiap negara yang misal negara tersebut menolak bantuan dari mereka sehingga dengan terpaksa mereka menerima bantuan tadi. Contohnya Amerika menekan Indonesia dengan membuat berbagai kesulitan seperti pemberontakan atau gerakan pengacau keamanan sehingga Indonesia secara terpaksa menerima utang dan tunduk kepada Amerika. Seperti kondisi hari ini kan pandemi akibat covid 19, yang pada faktanya mungkin tidak se-wow yang ada di media tapi memang sengaja di-blow-up, sengaja dideraskan opini yang ada di tengah-tengah masyarakat itu seolah-olah virus covid-19 ini memang sangat luar biasa sehingga butuh dana yang besar untuk kepentingan rakyat, sehingga mau tidak mau bagi negara-negara berkembang seperti negara kaum muslimin itu sendiri itu kan membutuhkan kucuran dana segar untuk men-suport ekonomi yang ada. Karena memang seperti yang kita pahami kondisi ekonomi negeri-negeri khususnya negeri berkembang sendiri memang berada dalam kondisi ekonomi yang lesu bahkan menurun, kurang produktif begitu ya.
Tanya: Apakah ada alternatif lain selain meningkatkan utang luar negeri?
Jawab: Kalau saya katakan, jika masih dalam sudut pandang kapitalis endingnya memang mentok di utang luar negeri sebagai kebijakan politik luar negerinya. Karena memang, seperti saya bilang tadi, para kapitalis global itu akan berusaha menekan negara-negara yang berada dalam cengkeraman atau hagemoni mereka dengan utang, supaya apa? supaya pada akhirnya negara-negara tadi akan bergantung pada para kapitalis global tadi. Endingnya apa dari utang tadi? Selain menjadi sebuah jeratan dari sistem kapitalis pada negeri muslim agar kehilangan independensinya, pun utang ini juga menjadi sebuah politik balas jasa bagi penguasa kepada para kapitalis khususnya kapitalis yang memang mendukung secara modal pada rezim pada saat pemilu. Sehingga timbal baliknya adalah lahirnya kebijakan yang disana disinyalir sesuai dengan kepentingan para pemilik modal, kebijakan yang bisa dibilang melahirkan undang-undang titipan, yang disana semakin memperlihatkan bahwasannya negara itu berada dalam kerangkeng atau dalam kondisi terjajah, tidak independen dalam melahirkan aturan-aturan atau undang-undang yang ada.
Jadi kalau ditanya terkait apakah ada alternatif lain, ada, kalau dikembalikan pada sistem Islam. Karena kalau dalam Islam sendiri, sebenarnya utang itu mubah untuk individu. Pun juga untuk negara sebenarnya utang itu boleh, tapi dengan catatan negara itu dalam kondisi tidak ada kas di dalamnya, memang kekurangan secara harta untuk membiayai kebutuhan rakyatnya.
Tanya: Bagaimana pandangan Islam tentang utang luar negeri?
Jawab: Adapun terkait utang luar negeri dalam pandangan Islam di poin ke-3, sebenarnya hukum berutang itu sendiri memang mubah ya, tetapi kalau konteksnya negara, kalau di dalam politik ekonomi Islam dikatakan tentang utang negara maka itu tidak perlu dilakukan kecuali untuk perkara-perkara urgen yang jika ditangguhkan maka dikhawatirkan terjadi kerusakan atau kebinasaan. Ketika itu terjadi, negara hendaknya berutang, kemudian orang-orang yang ditarik pajak untuk melunasinya atau dilunasi melalui pendapatan-pendapatan yang lain. Adapun perkara yang masih bisa ditunda, jika penangguhannya tidak dikhawatirkan mengakibatkan kerusakan, kebinasaan dan kehancuran maka negara tidak boleh berutang, namun negara hendaknya menunggu hingga memiliki harta.
Jadi hutang disini sendiri juga harus dilihat ya, maksudnya dari sisi urgennya apakah benar-benar urgen atau tidak bisa ditangguhkan karena akan menyebabkan kerusakan atau kebinasaan.
Dan juga satu hal yang memang menjadi catatan utang disini adalah utang yang non ribawi berbeda dengan sistem kapitalis yang memang inti dari sistem ekonomi kapitalis itu sendiri kan utang yang dikucurkan itu adalah utang yang ribawi yang bunganya itu sangat luar biasa.
Kalau dalam sistem ekonomi Islam sendiri ya utang itu memang hanya sekedar pinjaman dimana pelunasannya atau pengembaliannya juga sesuai dengan besaran pinjaman tersebut. Jadi tidak ada bunga riba disana.
Tanya: Adakah solusi Islam terkait cara menstabilkan ekonomi negara?
Jawab: Solusi Islam terkait cara menstabilkan ekonomi negara, kembali kepada sistem ekonomi Islam sendiri, dimana memang disuport oleh sistem politiknya.
Dalam politik ekonomi Islam terdapat 3 konsep yang luar biasa, pertama dari sisi kepemilikan kemudian dari pengelolaan harta dan juga distribusi.
Dari sisi kepemilikan jelas mana yang disana merupakan kepemilikan individu, mana yang disana merupakan kepemilikan umum atau umat, dan mana yang disana adalah kepemilikan negara.
Yang jadi catatan adalah terkait kepemilikan negara, syariah telah menentukan hak-hak dan kewajiban baitul mal. Karena memang terkait pendapatan negara itu masuknya ke kas baitul mal. Setiap harta yang dimiliki kaum muslim namun tidak jelas pemiliknya adalah termasuk hak-hak baitul mal. Setiap harta yang wajib dibelanjakan untuk kepentingan kaum muslim menjadi kewajiban baitul mal, artinya sumber pendapatan negara telah ditentukan oleh syariat, dengan ketentuan ini maka baitul mal memiliki sumber pendapatan yaitu setiap harta yang layak dimiliki kaum muslim berdasarkan nash syara namun tidak jelas pemiliknya maka termasuk sumber-sumber pendapatan negara. Jadi kalau kita lihat dari nash-nash yang menyangkut harta yang berhak dimiliki itu terdapat 4 sumber pendapatan bagi baitul mal itu sendiri.
Pertama fa'i, kedua jizyah, khoroj dan 1/5 dari rikaz.
Dengan pendapatan yang dimiliki oleh negara ditambah dengan kepemilikan umum dari sisi tambang atau sumber daya alam yang maasyaaAllah sangat berlimpah, ketika dikelola dengan baik oleh negara dan kemudian dikembalikan kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan rakyat, maka itu akan menjadikan ekonomi negara itu stabil jadi tidak seperti saat ini, dimana tidak jelas terkait konsep kepemilikan, semuanya bisa diprivatisasi dalam konsep kapitalis ini, siapa yang bermodal, siapa yang berkuasa, kuat modalnya maka dia bisa memiliki semuanya.
Contohnya seperti Freeport, merupakan SDA luarbiasa namun saat ini dikuasa oleh satu pihak, jelas dalam Islam hal tersebut tidak boleh, karena Freeport masuk dalam ranah kepemilikan umum.
Maka jelas untuk menstabilkan ekonomi negara adalah dengan menerapkan konsep politik ekonomi Islam dalam sebuah sistem yang integral sistem ekonominya dengan sistem politiknya, tidak ada yang namanya intervensi utang dari negeri luar, pun tidak ada intervensi kebijakan yang sifatnya sebagai timbal balik dari utang yang dikucurkan. Karena memang independensi negara itu terbangun dengan kuat dari sistem yang diterapkan.
Jadi hal yang pertama adalah benar-benar hapuskan utang-utang ribawi tadi. Yang kedua terkait kerjasama, menutup kerjasa yang disana berhubungan dengan negara kafir yang memusuhi Islam dan kaum muslim. Kemudian yang ketiga adalah dengan baitul mal sebagai instrumennya untuk mengakomodir pemasukan dan pengeluaran yang memang jelas dan tidak ada unsur-unsur ribawi disana, itu akan memberikan tatanan ekonomi yang stabil, yang tepat. Dan juga selain dari instrumennya, adanya mata uang yang juga stabil yaitu dengan dinar-dirham itu sendiri. Mungkin itu ya, kurang lebihnya saya mohon maaf, wassalamu'alaikum wr wb.
0 Komentar