Ketenangan hidup beragama negeri ini kembali terkoyak. Seolah tak melihat lagi berbagai persoalan yang mendera terutama di masa pandemi, pihak yang tidak bertanggungjawab tega berbuat keji.
Sebuah bom meledak di depan pintu gerbang Gereja Katedral di Makasar Sulawesi Selatan, ahad (28 Maret 2021). Diduga, bom diledakkan oleh pelaku bom bunuh diri karena jasadnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Akibat ledakan tersebut, 14 orang mengalami luka-luka (Kompas.com,28/3/2021).
Selang satu hari dari pasca peledakan bom di Makasar, Detasemen Khusus 88 Kepolisian RI menggerebek sebuah rumah terduga teroris di Kabupaten Bekasi. Dengan bersenjata lengkap, korps antiteror tersebut menggeledah sebuah rumah di Desa Sukasari, Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi (PikiranRakyat.com, 29/3/2021).
Spekulasi pun bermunculan. Apakah peristiwa penggerebekan di Bekasi erat kaitannya dengan bom Makasar? Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus sendiri belum bisa memastikan keterkaitan antara kedua peristiwa tersebut.
Gorengan Terorisme Radikalisme Kembali Hangat
Peristiwa penggerebekan terduga teroris di Bekasi bukanlah kali pertama. Di tahun 2019 terjadi dua kali peristiwa penggerebekan. Salah satunya di Kelurahan Babelan Kabupaten Bekasi. September 2020 polisi mengamankan 11 orang terduga teroris di Kelurahan Bojong Menteng, Rawalumbu Bekasi. Semua terduga teroris ini berasal dari satu kelompok yang sama yaitu Jamaah Ansharut Daulah (JAD) (Sindonews.com,29/3/2021).
Meskipun banyak pihak tidak ingin mengaitkan pelaku bom Makasar dengan agama tertentu,namun faktanya opini yang beredar berkata sebaliknya. Merebak di media sosial foto pelaku bom bunuh diri yang diduga dilakukan oleh sepasang suami istri menggunakan pakaian bercirikan muslim. Bak bola panas menggelinding liar, publik pun terus disuguhkan gorengan radikalisme dan terorisme yang mengarah kepada umat Islam sebagai tertuduh. Apalagi JAD pun kembali menjadi target operasi polisi antiteror saat in.
Polisi sedikitnya telah menangkap 13 orang yang diduga merupakan kelompok terorisme sehari usai bom Makasar. Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan mereka tertangkap di empat tempat berbeda yakni, lima orang di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Jakarta-Bekasi empat orang dan Sulawesi Selatan empat orang. Bekasi sendiri disinyalir sebagai destinasi tempat tinggal teroris karena letaknya yang dekat dari ibu kota.
Alhasil, isu terorisme dan radikalisme kembali digoreng di tengah-tengah masyarakat. Meski tujuan awalnya agar masyarakat waspada namun tak dapat ditampik, ada upaya "pemaksaan" opini miring tentang muslim, Islam dan ajarannya.
Waspada Adu Domba Umat Beragama dan Islamofobia
Aroma islamofobia kian pekat dalam peristiwa ini. Tanpa disadari umat Islam saat ini sedang digiring dalam polarisasi pelabelan yang diterbitkan barat, yaitu kutub Islam radikal yang cenderung menggunakan kekerasan untuk memaksakan ajarannya dan kutub Islam yang moderat, yaitu umat Islam yang mencitai perdamaian, toleransi dan menghargai keberagaman. Dengan polarisasi ini umat Islam akhirnya terbagi menjadi dua golongan yang menguntungkan barat karena kekuatan umat semakin lemah.
Menurut Wikipedia, islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka, diskriminasi, ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan muslim. Istilah ini sudah ada sejak tahun 1980-an, tetapi menjadi lebih populer setelah peristiwa serangan 11 September 2001. Pada tahun 1997, Runnymede Trust dari Inggris mendefinisikan Islamofobia sebagai "rasa takut dan kebencian terhadap Islam dan oleh karena itu juga pada semua muslim". Bahkan ada persepsi bahwa Islam tidak mempunyai norma yang sesuai dengan budaya lain, lebih rendah dibanding budaya barat dan lebih berupa ideologi politik yang bengis daripada berupa suatu agama.
Dari pendefinisian ini semakin jelas upaya barat untuk menjauhkan umat Islam dari agama dan ajarannya. Stigmasisasi negatif terhadap beberapa syariat Islam seperti ajaran jihad, penyebutan kata kafir, larangan mengucapkan selamat hari raya kepada non muslim mengarahkan kepada pembentukan opini umum umat Islam yang memegang teguh dan menjalankan syariat Allah adalah kejam, penuh kekerasan dan intoleran. Kegagalan barat dalam upayanya menghentikan pesatnya pertumbuhan Islam di berbagai negara, akhirnya mengambil langkah licik yang kemudian dipasarkan melalui agen-agennya.
Aksi teror di rumah ibadah pun disinyalir sebagai upaya adudomba antar pemeluk agama. Ada pihak tertentu yang menginginkan kerukunan agama yang terjalin damai menjadi memanas.
Aksi-aksi terorisme apapun bentuknya tidak dapat dibenarkan. Aksi kekerasan yang bertujuan memberikan perasaan takut di tengah-tengah masyarakat sama sekali bukan berasal dari ajaran Islam. Namun mengaitkan setiap aksi terorisme dengan Islam dan umatnya juga bukan perbuatan yang dapat ditolerir. Apalagi dengan terus memasarkan bahaya terorisme yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam yang belum tentu kebenarannya. Lebih-lebih dengan menyatakan aksi terorisme jauh lebih berbahaya daripada laten komunis seperti yang disampaikan oleh seorang tokoh. Sungguh sangat disayangkan.
Kesatuan Umat Islam Terjaga di Dalam Khilafah
Umat Islam adalah umat yang terbaik (khairu ummah). Allah Swt sendiri yang memberikan gelar gelar agung tersebut. Umat Islam sejatinya tidak akan mudah terpedaya dengan politik adu domba yang gencar dilakukan barat. Umat Islam kuat karena dipersatukan oleh akidah.
Kondisi umat Islam tidak lah akan mudah terombang ambing dan terpecah belah jika masih berada di dalam sebuah kekuatan gliobal yang menaunginya, yaitu Daulah Khilafah. Katiadaan Khilafah saat ini menjadikan Islam dan ajarannya dinistakan dan umatnya dihinakan.
Pemimpinnya yaitu Khalifah senantiasa menjadi perisai pelindung umat. Syariat Islam terlaksana dengan segenap kemurniannya yang diambil dari Al Qur'an dan As Sunah. Segala bentuk teror dan intimidasi yang menerpa umat akan lenyap. Ketakutan akan ajaran Islam berganti menjadi kerinduan karena keagungan yang terpancar darinya.
Maka tak perlu lagi ada perdebatan panjanh tentang kewajiban untuk menegakkannya. Sudah waktunya umat Islam kembali bersatu di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Kembali menjadi umat yang mulia yang tak mudah diadu domba.
Oleh Irma Sari Rahayu, S.Pi
0 Komentar