Jerat Ribawi yang Tak Manusiawi

 


Indonesia telah menyatakan menambah utang baru pada tahun 2021 ini. Dalam APBN 2021, pemerintah telah menargetkan penarikan utang baru melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 1.207,3 triliun dan melalui pinjaman Rp 29,9 triliun. Sehingga didapatkan pembiayaan utang tahun ini Rp 1.177,4 triliun. Kementerian Keuangan mencatat posisi utang Indonesia mencapai Rp 6.361 triliun per akhir Februari 2021. Angka ini naik 2,05 persen atau Rp128 triliun dari periode Januari 2021. 

Beban utang yang kian tinggi memang terasa sangat memberatkan ekonomi negeri ini. Apalagi pandemi masih belum juga menampakkan tanda-tanda usai. Potensi kenaikan kasus Covid-19 masih ada di depan mata. Sementara ekonomi harus tetap bertumbuh dan bergerak. Itu sebabnya pemerintah kembali mengambil langkah menambah utang luar negeri.

Menanggapi kondisi ekonomi yang kian sulit ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani berencana untuk meminta bantuan IMF. “Kami membutuhkan pengawasan dan bimbingan yang lebih besar dari Bank Dunia dan IMF untuk mengatasi masalah utang dan mengurangi tekanan yang meningkat,” ujar Sri Mulyani pada Komite Pembangunan/Development Commitee (DC) World Bank Spring Meeting 2021, seperti dikutip dari laman Kementerian Keuangan (12/04/2021)

Dia memaparkan alasan banyaknya negara yang mulai antre meminta bantuan Dana Moneter Internasional (IMF). Gejolak di pasar keuangan membuat investor dan pelaku pasar panik. Alhasil, investor memilih untuk memegang safe haven. Kondisi ini memicu capital outflow dari berbagai negara, terutama emerging countries. "Ini yang menyebabkan banyak negara minta bantuan IMF karena semua negara tertekan balance of payment dan cadangan devisanya," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Jumat, 17 April 2020 sebagaimana dilansir Tempo.co (17/04/2021)

Namun rencana Sri Mulyani ini langsung dikritik secara tajam oleh Rizal Ramli “Menkeu Terbalik SMI, belajar dulu deh bahaya undang IMF untuk urus utang. Rupiah bakal anjlok, ekonomi hancur, utang swasta jadi utang pemerntah. Bisa lebih cerdas ndak sih,” demikiran tulisnya dalam akun twitternya, Sabtu (17/4/2021). Bahkan mantan Menko Perekonomian itu juga menyatakan jika IMF terlibat dalam pengelolaan utang Indonesia, bukan tidak mungkin resesi ekonomi tahun 1998 bakal terulang.

Jika dtelusuri, gurita utang luar negeri ini adalah warisan turun temurun dari setiap periode pemerintahan. Hampir tak ada periode pemerintahan yang tidak mewariskan utang luar negeri. Dan sekarang ketergantungan negeri ini terhadap utang luar negeri semakin tinggi. Wajar masyarakat menganggap mimpi jika masih ada yang berharap negeri ini terbebas dari lingkaran setan utang ribawi.

Utang luar negeri yang kian tinggi pada negara lain atau lembaga internasional pada saatnya akan mengancam kehidupan generasi selanjutnya. Dan ini dinyatakan secara jelas oleh John Perkins dalam bukunya The New Confessions of an Economic Hit Man. Dia menulis bahwa ‘Utang Luar Negeri akan memastikan anak--anak hari ini dan cucu mereka di masa depan menjadi sandera (dengan utang--ed) Mereka harus membiarkan korporasi kami menjarah sumber daya alam mereka, dan harus mengorbankan pendidikan, jaminan sosial hanya untuk membayar kami kembali.’

Sungguh ini adalah salah satu strategi utama yang dimainkan oleh para kapitalis untuk terus menguasai dunia dengan segala kekayaannya dengan tujuan memperkaya diri sendiri. Mereka tak pernah berpikir untuk masa depan generasi dan keberlangsungan kehidupan. Yang ada dalam benak mereka hanyalah kapital dan kapital saja. Tak ada yang lain.

Sistem ekonomi ribawi dengan sistem pemerintahan yang oportunis terus berkelindan, saling memperkuat hegemoninya di negara-negara berkembang hingga pada batas-batas yang melampaui aspek-aspek manusiawi. Kemiskinan dan kelaparan yang terus melanda di belahan bumi yang satu adalah akibat keserakahan sistem ekonomi ribawi di belahan bumi yang lain.

Sementara Islam secara gamblang telah melarang riba, baik dilakukan oleh individu ataupun dilakukan oleh sebuah negara.  Dan Islam memiliki pengaturan yang sangat lengkap dan jelas tentang pengelolaan sebuah negara yang mandiri dan lepas dari ketergantungan dari negara lain. Dengan demikian Daulah Khilafah Islamiyah  benar-benar merupakan negara yang berdaulat dan mandiri.

Wal hasil, fakta yang nyata terlihat di depan mata ini seharusnya menyadarkan kita bahwa sistem Kapitalisme dengan ekonomi ribawinya bukanlah solusi untuk menyelesaikan persoalan ekonomi. Sebaliknya kejayaan dan kesejahteraan Islam yang pernah tercatat dalam sejarah selama 13 abad semestinya menjadi bukti yang tak terbantahkan akan keunggulan sistem ekonomi Islam. Tinggal sekarang, mau atau tidak menerapkan sistem ini? Wallahu a’lam bishshowwab

 

 

Penulis: Kamilia Mustadjab

Posting Komentar

0 Komentar