Kasus Narkoba Semakin Marak, Dampak Sistem Kapitalis

 


Sebanyak 21 pelaku penyalagunaan narkoba berhasil diamankan Polresta Bogor Kota. Itu akumulasi dari 16 kasus yang berasal dari seluruh kecamatan. Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro memaparkan hasil penangkapan itu selama Maret 2021. Wilayah Jalan Merdeka merupakan salah satu lokasi yang paling sering menjadi tempat transaksi barang haram tersebut. Para pelaku sebagian besar merupakan pengedar. Pihak kepolisian masih mengejar bandar yang mengendalikan beberapa peredaran barang haram tersebut (RadarBogor, 31/03/2020)

Pengedaran narkoba di negeri yang mayoritas beragama Muslim, masih menjadi PR besar  bagi pemangku kebijakan saat ini. Pasalnya peredaran narkoba bak gunung es yang sangat sulit untuk diberantas hingga ke akarnya. Dan yang menjadi pangsa pasar utamanya adalah remaja berupa ganja sintetis atau tembakau gorilla yang biasanya marak beredar di kalangan remaja. Sehingga pihak kepolisian  menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk waspada, khususnya para orang tua untuk menjaga  anak-anaknya agar tidak mengonsumsi obat-obatan terlarang itu.

Penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja pada 2018 saja telah mencapai angka 2,29 juta. Sementara berdasarkan penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) di 2017, jumlah penyalahgunaan narkoba di Indonesia mencapai lebih dari 3 juta orang pada kelompok usia 10 tahun hingga 59 tahun. Mirisnya, kalangan pelajar dan mahasiswa menjadi penyumbang terbesar angka pengguna narkoba sebesar 27 persen di Indonesia. Angka ini akan terus meningkat selama narkoba masih bebas berkeliaran.

Padahal sudah sangat jelas efek yang akan timbulkan akibat mengonsumsi barang haram ini, dari kerusakan otak, depresi, gangguan mental, turunnya tingkat kesadaran hingga mengakibatkan pada kematian dikarenakan over dosis. Sudah berapa banyak nyawa yang melayang akibat barang haram ini, tidak lantas narkoba dapat dimusnahkan dimuka bumi ini. Malah semakin banyak varian dari obat-obatan terlarang ini yang membuat semakin banyak yang menjadi penggunanya. 

Para pengedar narkoba yang berstatus sebagai karyawan, wiraswasta dan buruh, tidak merasa takut untuk tetap memperjualbelikan barang haram tersebut, padahal mereka akan dijerat pasal 114 ayat (2) subsidier pasal 112 ayat (2) dan pasal 114 ayat (1) subsidier pasal 111 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, dengan ancaman hukuman pidana maksimal 20 tahun penjara atau denda paling sedikit Rp 1 miliar. Namun sayangnya sanksi ini tidak menyurutkan sedikitpun langkah bandar dan pengedar narkoba untuk tetap menjalankan bisnis yang berpeluang mendatangkan limpahan rupiah.  

Tidak dipungkiri bahwa bisnis narkoba memang sangat menggiurkan, keuntungan yang sangat tinggi dan ketergantungan para penggunanya membuat para bandar dan pengedar dengan setia menjalankan bisnis ini. Berbagai macam cara pun mereka gunakan untuk mengelabui pihak kepolisian, agar bisnis yang mereka jalankan bisa berjalan mulus dan mereka bisa meraup keuntungan yang besar. Bahkan tak jarang para bandar narkoba sangat sulit untuk tersentuh oleh hukum. Ini dikarenakan  hukum di negara ini tidak memberi efek jera untuk memberantas berbagai macam tindak kejahatan. Maka wajarlah apabila kasus narkoba semakin hari semakin merajalela, dan kehancuran masa depan generasi harus menjadi taruhan dari keberadaan barang haram tersebut.

Bukan hanya dari aspek hukum saja yang menjadi permasalahan tetap eksisnya bisnis narkoba di negeri ini, namun yang menjadi akar masalahnya tidak lain dampak dari penerapan sistem kapitalis dengan watak sekuler yang bertahta dan menjadi rujukan lahirnya berbagai kebijakan. Dalam prinsip sistem ekonomi kapitalis ada penawaran jika ada permintaan (supply dan demand). Prinsip inilah yang melatarbelakangi maraknya bisnis narkoba tanpa mengindahkan halal dan haram serta efek/pengaruh yang ditimbulkan dari bisnis narkoba karena ada manfaat yang akan diraih. Maka wajar jika penyebaran narkoba terus merajalela dan sulit untuk diberantas selama sistem yang menaunginya adalah sistem kapitalis sekuler. Karena secara tidak langsung sistem inilah yang menfasilitasi maraknya peredaran narkoba. 

Sangat jauh berbeda dengan Islam, yang secara tegas mengharamkan perbuatan-perbuatan yang dapat membahayakan akal dan melemahkan jiwa manusia seperti halnya narkoba, dan berupaya semaksimal mungkin menghilangkan peredarannya di tengah-tengah masyarakat. Narkoba diqiyaskan keharamannya sebagaimana keharaman khamr, hal ini seperti yang dijelaskan dalam hadist dari Ummu Salamah, ”Rasulullah Saw. melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)”. Yang dimaksud mufattir adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha’) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia.

Islam memerintahkan manusia untuk senantiasa menjaga kesehatan dan memiliki tubuh yang sehat. Selain menjaga kesehatan badan, Islam pun memerintahkan untuk menjaga kesehatan akal. Karena akal merupakan salah satu syarat taklif hukum syara, sehingga akal harus dijaga agar bisa berfungsi secara optimal dan terlindungi dari hal-hal yang dapat merusaknya. Penjagaan atas akal pada diri setiap individu didasari pada kesadaran bahwa setiap perbuatan manusia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Ini yang tidak ada dalam penerapan sistem sekuler yang memisahkan agama darikehidupan. Dengan kata lain meniadakan pertanggungjawaban di akhirat kelak.  Selain itu, penjagaan atas akal juga dilakukan oleh negara dengan menerapkan uqubat (sanksi hukum) bagi mereka yang memproduksi, meracik, menjual, membeli, mengedarkan, menyimpan, mengonsumsi narkoba, dengan sanksi berupa ta’zir yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh qadhi (hakim) sesuai tingkat kesalahannya, misalnya dipenjara, dicambuk dan sebagainya. 

Demikian mekanisme negara yang menerapkan Islam secara kaffah, yakni negara khilafah. Dalam menyelesaikan kasus narkoba dengan cara preventif (mencegah dengan memberikan kesadaran) dan kuratif dengan memberi sanksi bukan hanya pada pengedar dan konsumen, tetapi negara juga menindak tegas para agen penjual serta pabrik-pabrik yang memproduksinya. Dengan cara inilah khilafah dapat menyelamatkan generasi sebagai harapan pemimpin masa depan peradaban Islam. Oleh karena itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan generasi saat ini dari bahaya narkoba adalah dengan mengganti sistem kapitalis sekuler dengan sistem Islam dalam institusi khilafah. Wallahu a’lam. []

 Oleh Siti Rima Sarinah (Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban)

Posting Komentar

0 Komentar