Setelah sekian lama nyaris tidak terdengar lagi tentang isu desakan RUU PK-S kini mencuat lagi ke permukaan. Geliat pengesahan RUU P-KS memang sengaja digaungkan terutama bagi pegiat gender dan kaum feminis. Salah satu hal yang disorot saat ini adalah kekerasan berbasis gender online.
Kekerasan berbasis gender online saat ini kian meningkat apalagi di masa pandemi, dimana penggunaan media sosial semakin marak. Kekerasan berbasis gender online yang jumlahnya makin meningkat kini menjadi momok menakutkan bagi banyak perempuan di Indonesia. Oleh karena itu, perlu mendapat perhatian serius, bukan saja dari masyarakat tetapi juga pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya.
Hal tersebut disampaikan anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar Christina Aryani dalam webinar bertajuk ‘Menuju Cita-Cita RA Kartini dalam Pemberdayaan Perempuan di Era Digital’ di Jakarta pada 20 April 2021 yang digelar dalam rangka peringatan Hari Kartini.
(Kumparan. Com, 20/4/2021).
Mengutip tulisan dari Mohammadtetraalubaidah, Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), berdasarkan data yang diunggah oleh Komnas Perempuan dalam Catatan Tahunan (CATAHU) 2020, adanya peningkatan yang drastis Selama 3 tahun terakhir. Bahkan, ditahun 2019 terjadi peningkatan sebanyak 300%, dimana pada tahun 2018 telah tercatat laporan yang diterima sebanyak 97 kasus dan pada tahun 2019 melonjak hingga berjumlah 281 kasus.
Peristiwa tersebut tentunya menjadi sebuah hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan, para tenaga pengajar dalam proses akademik dan non-akademik, para orangtua dan pengguna media sosial. Agar lebih bijak dan berhati-hati dalam menggunakan media sosial.
Meminjam sebuah konsep tindakan sosial dari salah satu tokoh sosiologi yaitu Max Weber mengenai tindakan rasionalitas instrumental. Tindakan rasionalitas instrumental adalah tindakan yang ditentukan oleh pengharapan-pengharapan mengenai perilaku objek-objek di dalam lingkungan dan perilaku manusia lainya; pengharapan-pengharapan itu digunakan sebagai kondisi atau alat untuk pencapaian tujuan dari sang aktor atau pelaku itu sendiri yang dikejar dan diperhitungkan secara rasional (George ritzer, 2012).
(Kumparan. com, 21/01/2021 )
Kungkungan sistem demokrasi telah banyak memberikan korban bagi manusia itu sendiri. Berbagai kebijakan dari diterapkannya sistem demokrasi telah menggerus nikai-nilai kehidupan manusia. Hal ini kemudian menjadi hal yang wajar ketika saat ini banyak orang saat bermedia sosial tidak lagi menggunakan etika dan moral. Bermedia sosial hingga mengakibatkan kekerasan berbasis gender online.
Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh mereka para pegiat gender dan kaum feminis untuk memuluskan perjuangan hidup mereka. Yakni menghancurkan ajaran-ajaran Islam melalui strategi jahatnya berupa payung hukum yaitu Undang-Undang. Maka tidak heran jika desakan RUU P-KS semakin santer.
Menurut mereka RUU PK-S ini menjadi sebuah solusi atas permasalahan yang terjadi dengan perempuan. Padahal RUU PK-S ini sekilas seolah baik, namun ternyata tidak. Pasalnya, definisi kekerasan seksual di RUU ini adalah perbuatan seksual yang dilakukan secara paksa. Hal ini bisa ditafsirkan jika tidak ada paksaan/saling suka rela melakukan perbuatan seksual, meski bukan pasutri, maka tidak termasuk kategori kekerasan seksual yang patut dikenai sanksi dan hukuman menurut RUU P-KS ini.
Lalu, benarkah RUU P-KS ini menjadi solusi atas maraknya kekerasan seksual? Tentu tidak, justru menjadikan masalah baru. Karena jika RUU ini disahkan, akan semakin marak perzinaan atas dasar suka rela yang dilegalkan negara.
Dari sini sudah jelas bahwa kekerasan berbasis gender online dengan solusi berdasarkan aturan manusia hanya akan membawa kesengsaraan bagi manusia. Sudah selayaknya juga bagi kita kaum muslimin menyadari bahwa berbagai desakan dan pembelaan yang dilakukan oleh para pegiat gender tidak akan memberi solusi jitu. Mereka merupakan kaki tangan Barat yang bertujuan ingin menghancurkan sendi-sendi kehidupan. Bahkan mereka para feminis bertujuan ingin menggerus nilai-nilai luhur moral dan akhlak para perempuan di negeri ini terutama para muslimah.
Patut dipahami juga bahwa permasalahan yang dihadapi oleh kaum perempuan, saat ini bukan melalui RUU PK-S tetapi penerapan syariat Islam dalam bingkai khilafah. Di dalam sistem ini akan diatur hubungan laki-laki dan perempuan. Siapa pun yang melakukan pelanggaran hukum syara akan diberikan sanksi sesuai dengan perbuatan yang mereka lakukan.
Di dalam sistem khilafah, hal-hal yang mengandung pornografi dan pornoaksi akan ditutup oleh negara.
Sementara di dalam sistem khilafah masyarakatnya akan mengawasi hal-hal yang melanggar norma, nilai-nilai luhur akhlak baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Kondisi ini tentu sangat didambakan oleh semua orang. Oleh karenanya, sudah sepatutnya kita memperjuangkan sistem yang mampu menyelamatkan kaum perempuan khususnya juga manusia pada umumnya. Sistem itu tiada lain adalah khilafah Rasyidah yang dijanjikan di akhir zaman.
Hadis Hudzaifah ra.yang berkata bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
تَكُوْنُ النُّبُوَّة فِيْكُمْ مَا شَاء اللهُ أَنْ تَكُوْنَ، ثُم يَرْفَعَهَا الله إِذَا شَاء أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّة فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعَهَا الله إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا عَاضًا فَيَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعَهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُم تَكُوْنُ مُلْكًا جَبَرِيَّةً فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعَهَا اللهُ إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ
Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian. Ia ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Lalu Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Lalu Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada kekuasaan yang zalim. Ia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Kemudian Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan. Ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.”(HR Ahmad, Abu Dawud ath-Thayalisi dan al-Bazzar). []
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh Heni Ummu Faiz
Ibu Pemerhati umat
0 Komentar