Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bogor, akhir bulan lalu menggelar Rapat Koordinasi Pengarusutamaan Gender. Kegiatan ini diselenggarakan untuk mengkoordinasikam upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan status Kota Bogor pada penilaian APE (Anugerah Parahita Ekapraya) 2020. APE adalah penghargaan yang diberikan pada kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota yang dinilai telah berkomitmen dan mengimplementasikan strategi yang terkait dengan pengarusutamaan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan perempuan di berbagai sektor pembangunan (RadarBogor, 27/04/2020).
Koordinasi pengarusutamaan gender (PUG) diselenggarakan dalam upaya untuk meningkatkan status Kota Bogor untuk mendapatkan penilaian APE 2020 dari tingkat madya hingga tingkat utama. Upaya yang dilakukan ini untuk menjadikan PUG sebagai landasan pencapaian pembangunan pasalnya. PUG disinyalir menjadi penyebab kesenjangan pembangunan. Sehingga diperlukan berbagai upaya revolusioner agar pencapaian pembangunan berbasis PUG bisa tercapai.
Langkah upaya ini dilakukan oleh pemerintah karena menyadari bahwa selama ini masih ada kesenjangan hasil capaian pembangunan antara kepentingan laki-laki dan perempuan, anak-anak, kaum lansia dan difabel. Sehingga pemerintah merasa harus juga memperhatikan kepentingan perempuan, anak-anak, lansia dan difabel agar mereka juga merasa hasil pembangunan mengakomodir kepentingan mereka, misalnya ada tidaknya tempat bermain anak-anak, ruangan menyusui untuk para ibu-ibu dan fasilitas publik lainnya untuk lansia dan difabel.
DP3A sebagai lembaga yang mengusung PUG ini menuding tidak sempurnanya hasil pembangunan/fasilitas publik karena ketiadaan kesetaraan gender. Diskriminasi gender dalam berbagai hal di kehidupan bermasyarakat menimbulkan perbedaan capaian antara laki-laki dan perempuan. Di wilayah yang masih kental akan budaya patriarki, perempuan umumnya lebih tertinggal baik di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lain sebagainya
Menurut mereka, hal ini terjadi karena norma yang ada pada budaya patriarki seringkali merugikan kaum perempuan dengan menempatkannya sebagai 'warga kelas dua'. Oleh karena itu, pencapaian kesetaraan gender menjadi hal yang penting agar laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan dan hak yang sama untuk berperan dan turut serta dalam bidang kehidupan dan pembangunan.
Isu kesetaraan gender menjadi salah satu hal yang penting yang dicantumkan dalam berbagai dokumen perencanaan pembangunan, baik pada tingkat nasional maupun global. Bahkan isu ini menjadi salah satu point dalam tujuan pembangunan berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) yang tercantum dalam tujuan ke-5 yakni ”Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan”. Selain secara khusus dicantumkan dalam tujuan kelima, isu gender juga tercakup pada hampir seluruh tujuan SDGs.
Jika kita meneliti dengan seksama fakta di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa isu kesetaraan gender memiliki maksud terselubung, yaitu melibatkan perempuan untuk berperan aktif dalam pembangunan sebagai penopang ekonomi dengan dalih pemberdayaan ekonomi perempuan. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut dengan mendorong partisipasi perempuan dalam pasar tenaga kerja dengan memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan untuk memasuki lapangan usaha tertentu.
Dengan kata lain kaum perempuan diberi kebebasan untuk berkompetisi dengan laki-laki di dunia kerja. Dan kaum perempuan memiliki kesempatan yang terbuka luas dibandingkan laki-laki. Hal ini tentu menyebabkan semakin banyak kaum perempuan yang berkontribusi di ruang publik, dan semakin banyak pula laki-laki yang kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, dikarenakan dunia kerja banyak dikuasai oleh kaum perempuan.
Berbondong-bondongnya kaum perempuan beraktivitas dalam ruang publik, tentu memunculkan berbagai problematika kehidupan yang lainnya. Salah satunya adalah kaum perempuan kehilangan waktu untuk mengurusi tugas utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (ummu wa robbatul bait). Sehingga hal ini berimbas pada disharmonis keluarga, pelalaian hak dan kewajiban dalam rumah tangga, penelantaran pengasuhan anak, perceraian dan lain sebagainya.
Tudingan ketiadaan kesetaraan gender mengakibatkan kesenjangan pembangunan, itu tidaklah tepat. Karena sejatinya kesenjangan pembangunan dan penyediaan fasilitas publik terjadi karena negara abai pada kewajibannya. Seperti yang kita ketahui bahwa negeri ini menganut sistem kapitalis sekuler sebagai rujukan dalam melahirkan berbagai kebijakan dan peraturan. Diperolehnya manfaat merupakan asas utama dalam sistem kapitalis sekuler, sehingga orientasinya adalah tercapai keuntungan dan materi. Oleh karena itu, hal-hal yang tidak menghantarkan pada manfaat materi, akan diabaikan. Jadi negara hadir dengan tujuan ini, bukan sebagai periayah urusan rakyatnya. Rakyat bukan dipandang sebagai pihak yang harus dilayani dan dipenuhi semua kebutuhannya tanpa membedakan laki-laki atau perempuan, tua atau muda, normal atau berkebutuhan khusus (difabel).
Berbeda halnya dengan sistem Islam (khilafah), dimana negara berperan sebagai pelayan bagi seluruh rakyatnya tanpa membedakan status, agama, ras/suku, dan tanpa membedakan laki-laki atau perempuan, tua atau muda, normal atau berkebutuhan khusus (difabel). Semua rakyat memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan dari negara, sehingga tidak ada celah masuknya pemahaman-pemahaman asing untuk mengatur urusan rakyat. Khalifah menetapkan aturan sesuai syariat Islam yang tentunya akan mewujudkan kemaslahatan bagi semua. Karena syariat Islam merupakan aturan yang berasal dari pemilik dan pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan, yakni aturan dari Allah Swt.
Dengan penerapan syariat kaffah rakyat pun dapat menjalani kehidupannya tanpa ada diskriminasi antara yang satu dengan yang lainnya. Penerapan syariat kaffah hanya ada dalam sistem khilafah yang menerapkan aturan secara komprehensif. Khalifah berdiri sebagai penjaga berjalannya semua peraturan yang membuat semua rakyat bisa merasakan hidup aman, tenang dan dipenuhi oleh keberkahan baik di dunia maupun di akhirat. []
Oleh Siti Rima Sarinah (Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban)
0 Komentar