Krisis Air, Tantangan Peradaban Era Milenial

 


Air merupakan sumber kehidupan. Tanpa air mustahil makhluk hidup mampu bertahan. Air sebagai kebutuhan primer baik bagi manusia, hewan maupun tumbuhan. Tanpa air tidak akan ada keseimbangan dalam hidup.

Seiring berjalannya waktu, persediaan air menipis. Sehingga, isu krisis air menjadi problem yang serius. Mulai dari kelangkaan ketersediaan air bersih, kelangkaan air baku, pencemaran air, ekstraksi  air tanah berlebihan dan dampak pemanasan global.

Masalah-masalah di atas dan masalah lingkungan lainnya semakin tampak ke permukaan. Jelas, hal demikian menjadi  tantangan di masa yang akan datang. Terlebih generasi milenial saat ini akan menjadi korban yang nyata terkait ketersediaan air.

Apalagi banyak di antara mereka yang hidup di Ibu Kota yakni DKI Jakarta maupun di wilayah lain. Menurut kajian IWI dalam pemaparannya diketahui bahwa lebih dari 50 persen wilayah Jakarta memiliki kesulitan air. Hasil proyeksi kebutuhan air bersih dan analisis ketersediaan air DKI Jakarta hingga tahun 2030, DKI Jakarta mengalami defisit air. (Suaramerdeka.com, 23/03/2021)

Melihat fakta di atas, perlu adanya penanggulangan yang serius. Tak heran jika pendiri IWI yaitu Firdaus Ali mengajak generasi milenial untuk membangun kesadaran bersama dan berkolaborasi serta menyiapkan segala sesuatu untuk menjawab tantangan. Beliau mengatakan generasi muda merupakan kunci dalam melakukan perubahan dalam menghadapi krisis air. (Suaramerdeka.com, 23/03/2021)

Memang benar, kesadaran generasi milenial dalam memberikan kontribusi untuk menghadapi krisis air diperhitungkan. Akan tetapi, hal demikian tidak sepenuhnya menuai keberhasilan dalam menghadapi krisis air.

Di sisi lain, terjadi privatisasi Sumber Daya Air oleh korporasi. Mereka serampangan dalam mengelola Sumber Daya Air tanpa memperhatikan aspek lingkungan. Hal demikian tampak ketika perusahaan air minum yang semakin menjamur di Indonesia.

Adanya liberalisasi dalam pengelolaannya, seperti pengambilan air dari mata air dan dijadikan air minum dalam kemasan. Dampaknya adalah kekurangan air bersih yang berimbas kepada masyarakat.

Oleh karena itu, perlu adanya langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menghadapi krisis air di masa depan.

Pertama, mengembalikan fungsi hutan dan reboisasi. Karena hutan sebagai penyerap air hujan. Jika air hujan diserap oleh pohon, maka mata air yang berasal dari pohon tersebut memancar secara baik.

Kedua, menghentikan liberalisasi dan privatisasi Sumber Daya Air oleh korporasi. Air termasuk kepemilikan umum yang tidak boleh dikelola dan dimiliki oleh individu.

Sebagaimana hadits nabi saw.,

المسلمون شر کاء في تلا ث في الکلإ والماء والنّار

“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dam api. (HR.Abu Dawud dan Ahmad)

Dalam hadis di atas menegaskan bahwa manusia baik muslim maupun kafir berserikat dalam tiga hal yaitu padang rumput, air dan api. Ketiganya tidak boleh dimiliki secara individu. Ketiga hal ini merupakan milik bersama. Dimana dalam pemanfaatannya boleh siapa saja menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan.

Ketiga, dilakukan sanksi yang tegas bagi siapa saja yang mengomersilkan Sumber Daya Air dalam bentuk apapun. Ketiga langkah ini akan terwujud jika  negeri ini mencampakkan sistem kapitalisme. Sistem yang memiliki asas kebebasan dalam kepemilikan. Negara pun melegalkan privatisasi tanpa memperhatikan aspek lingkungan yang berdampak kepada krisis air.

Dalam menghadapi krisis air di masa mendatang, Islam memiliki solusi dalam mewujudkan langkah di atas yaitu melalui penerapan Islam secara menyeluruh dalam setiap sendi kehidupan. Pada abad pertengahan ketika Islam masih tegak dimuka bumi ini, penyediaan air bersih dan kelestarian lingkungan selalu diperhatikan.

Pada masa kekhilafahan dibuatkan bendungan besar untuk pengairan lahan pertanian, daerah perkotaan, daerah pedesaan, pemukiman penduduk, kebutuhan industri terairi dengan memadai. Adapun sumber dana yang digunakan berasal dari baitul mal.

Kota-kota pada abad pertengahan memiliki sistem pengelolaan air yang maju untuk pengairan ke seluruh penjuru negeri. Air dibawa oleh saluran pengumpan dan hewan yang dialirkan sepanjang tahun seperti di Samarra. Tak heran jika ahli geografi al-Istakhri pada pertengahan abad 10 , beliau mengatakan bahwa di kota ada persediaan air bagi yang kehausan. Tidak hanya itu, beliau sangat jarang melihat penginapan, sudut jalan atau lapangan kecuali ada pengaturan air es.

Di wilayah Eropa seperti Spanyol, ditemukan dengan mudah pemandian umum yang terletak di desa kecil dan Cordova memiliki 900 buah pemandian umum.

Hal ini mengindikasikan bagaimana Islam beserta seperangkat aturannya dalam daur air dan segala aspek keberlangsungannya terjaga dengan baik. Di antaranya hutan, sungai, danau maupun iklim. Sepantasnya generasi milenial sadar dan peduli akan penerapan sistem ini agar tantangan krisis air dapat kita lewati dengan baik. []

Wallahu A´llam bishawab


Oleh Sri Mulyati

Aktivis Pergerakan Mahasiswa



Posting Komentar

0 Komentar