Mampukah Demokrasi Mewujudkan Kesetaraan Kesejahteraan Rakyat?

 


Demokrasi memang sudah menjadi sistem yang menguasai negeri ini bahkan dunia. Saking mendarah dagingnya, banyak kaum muslimin yang ikut memperjuangkan serta menolak aturan yang berasal dari Allah yaitu khilafah. Para pejuang demokrasi meyakini bahwa demokrasi mampu memberikan kesetaraan kesejahteraan bagi seluruh rakyat di dunia. 

Hal inilah yang dikemukakan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan bahwa dia menjamin iklim demokrasi di Pemprov DKI agar tetap hidup.  Anies mengatakan bahwa akan menjaga iklim demokrasi dan iklim kesetaraan tetap hidup dengan berbagai kebijakan yang diimplementasikan,hal ini disampaikan pada siaran pers. (wartaekonomi.co.id, 10/4/2021).

Menanggapi pernyataan di atas telah menjadi bagian dari kehidupan. Demokrasi menurut para pejuangnya mampu memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup. Perilaku seorang pemimpin di dalam sistem demokrasi pada faktanya telah mengubah seseorang menjadi pribadi lebih peduli terhadap diri dan kelompoknya. Akibatnya hanya menilai kesejahteraan yang diraih pada hal-hal bersifat materi dan tampak dipergunakan oleh sebagian masyarakat.

Contohnya seperti taman, jalan, jembatan atau infrastruktur yang mudah diindera. Seolah dengan banyaknya perubahan pada perangkat infrastruktur rakyat sudah merdeka. 

Jika pada waktu dulu saat berkampanye menjanjikan berbagai kebijakan yang akan menyejahterakan rakyat. Namun nyatanya demokrasi hanya isapan jempol semata. Betapa sulit mewujudkan kesetaraan dan kesejahteraan rakyat secara benar.

Demokrasi untuk meraih kekuasaannya harus dibayar mahal dengan segala intriknya yang mampu membuat siapa pun terperdaya. Bahkan jika saat kampanye memberikan janji manis justru saat sudah berkuasa mudah melupakan  janji tersebut. 

Mereka lebih berfokus mementingkan diri dan golongannya saja. Begitu mudahnya mereka ingkar janji dan melupakan semua janji tersebut. Bagi mereka masuk dalam sebuah kekuasaan harus dibayar mahal dengan jumlah nominal yang fantastis. Maka tidak heran perilaku korupsi, saling serang menyerang manakala berkuasa, ingkar janji dan berbagai perilaku buruknya semakin hari kian tampak oleh kita semua.

Ada orang yang masih percaya terhadap demokrasi ada juga yang menganggap demokrasi sebagai racun kehidupan semata. 

Manis di permukaan pahit dalam kenyataan. Dalam demokrasi tak ada makan siang gratis. Demi sebuah kekuasaan harus di bayar mahal. 

Jika kemudian menurut Jazuli bahwa komitmen kuat seluruh elemen bangsa untuk mewujudkan demokrasi Pancasila yang subtantif.  Yaitu demokrasi yang menghasilkan kesejahteraan rakyat berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 bahwa mampu diwujudkan dengan mengembangkan demokrasi Pancasila yang substantif dimana demokrasi yang melahirkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945," ungkapnya. Menurut Anggota Anggota Komisi I DPR Dapil Banten

Bahwa demokrasi di Indonesia berbeda dengan negara lain karena menurutnya Pancasila sebagai dasar negara sekaligus karakter bangsa. 

Namun, kemudian jika kita telaah demokrasi model apapun namanya baik di Indonesia maupun dunia telah gagal memberi rasa aman, adil, sejahtera hingga pemerataan kehidupan. Saat ini penguasa dalam mengayomi rakyatnya hanya berorientasi materi. Para pemimpin dalam demokrasi lebih banyak ke pencitraan dibandingkan ketulusan dalam memberikan kesejahteraan dan penghidupan yang layak bagi masyarakat. 

Dalam sistem demokrasi dengan jargonnya dari, oleh dan untuk rakyatnya nyatanya hanya pemanis saja. Penguasa di iklim demokrasi akan lebih condong pada para pengusaha bukan pada masyarakat yang menjadi penggembalaannya. 

Berbagai kebijakan yang digelontorkan justru tidak memberikan solusi tuntas atas problem manusia. Hal ini bisa kita lihat dari perundang-undangan yang dikeluarkan pada akhirnya lebih condong kepada para kapitalis pada akhirnya yang kaya semakin kaya yang miskin tambah miskin. 

Menurut Abraham Lincoln, memberikan penjelasan bahwa goverment of people, by the people format the people. Kredo inilah yang membuat orang memuja demokrasi karena dianggap mampu memuaskan aspirasi seluruh masyarakat. 

Jika memang demokrasi mampu mewujudkan kesetaraan dan merupakan sikap demokratis Namun justru akar masalah yang terjadi semua bermuara dari demokrasi itu sendiri.

Kesenjangan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat akibat dari berkumpulnya harta di segolongan tertentu saja mengakibatkan adanya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin yang semakin kentara. Sekalipun penguasa membuat infrastruktur dan fasilitas umum lainnya tidak mampu menutupi keborokan kegagalan yang diakibatkan diterapkan sistem demokrasi. 

Bisa kita lihat di masa pandemi ini, jumlah penduduk yang mengalami kemiskinan semakin kentara, tingkat kriminalitas semakin tak terelakkan akibat sulitnya mencari penghidupan sehari-hari. Sementara di luaran sana banyak orang yang mempertontonkan kekayaan dan tindakan tidak terpuji nya sekalipun pembangunan kian digencarkan. Karena sesungguhnya pembangunan infrastruktur pada kenyataannya lebih condong untuk mempermulus lancarnya para kapitalis dalam meraup keuntungan dari rakyat. 

Pandangan Islam terkait kesetaraan dan kesejahteraan Rakyat

Islam sebagai agama paripurna telah membuktikan mampu menyejahterakan rakyat. Sistem Islam sangat berbanding terbalik dengan demokrasi. Di dalam sistem Islam pemenuhan kebutuhan pokok dipenuhi oleh negara tanpa ada diskriminasi baik muslim maupun nonmuslim. Islam bukan hanya sekadar memandang mewahnya bangunan ataupun hingar bingar lampu-lampu jalan ataupun taman agar terkesan sejahtera rakyatnya namun kondisi ekonomi rakyat terasa hingga ke pelosok-pelosok desa. 

Di dalam islam bukan hanya dari simbol dan nilai (dengan adanya taman, transportasi). Dalam Islam, problemnya bukan masalah setara atau tidak. Bagaimana dilihat dari kemaslahatan umat dapat diriayah secara real oleh penguasa. Sehingga tidak ada celah kesenjangan sosial dan ekonomi dalam sistem Islam. Inilah fungsi dari seorang pemimpin yang amanah. Mereka mampu menjadi pelayan umat bukan banyak pencitraan guna meraih simpati rakyat. 

Seorang pemimpin dalam Islam akan meriayah rakyatnya semaksimal mungkin. Hal ini seperti yang dicontohkan oleh para sahabat dan Khalifah-khalifah di masa lalu. 

"Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka merasa tidak keberkatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima sepenuhnya".

(Al-quran An-Nisa (4) ayat 65) 

Dalam hadis  disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Dan imam yang memimpin manusia adalah laksana seorang penggembala, dia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya." []

Wallahu a'lam bishshawab.


Oleh Heni Ummu Faiz

Ibu Pemerhati Umat

Posting Komentar

0 Komentar