Megaproyek Menjulang, Rakyat Tetap Terbuang

       Berita tentang Bukit Algoritma sedang berada di tangga populer. Megaproyek ini didesain dan diprogram agar menjadi perusahaan teknologi setingkat Silicon Valley, versi Indonesia tentunya. Seperti apakah gambaran Silicon Valley? Kawasan ini terdapat di bagian selatan San Fransisco Bay Area, California, Amerika Serikat. Meliputi daerah San Jose, Santa Clara, Sunnyvale, Palo Alto, dan lain sebagainya. Di kawasan ini banyak perusahaan yang fokus pada bidang komputer dan semikonduktor.

Bukit Algoritma, Silicon Valley-nya Indonesia akan ke manakah semua bermuara? Adakah setitik agenda yang bertujuan menyejahterakan rakyat?

Bukit Algoritma adalah megaproyek 18 triliun rupiah, setara  dengan 1 miliar euro. Dana tersebut yang dikucurkan oleh satu investor dari Kanada, penanaman modal ini sudah diresmikan. Proyek raksasa yang memiliki luas 888 hektare berlokasi di Cikidang dan Cibadak Kabupaten Sukabumi. Mencakup tiga desa di Kecamatan Cikidang: Cicareuh, Pangkalan, dan Taman Sari. Serta Desa Neglasari yang masuk Kecamatan Cibadak. Wilayah khusus ini sudah dibidik akan menjadi klaster berkembangnya penelitian dan SDA yang berbasis industri 4.0. Diharapkan bisa menjadi garda untuk peningkatan kualitas pembangunan infrastruktur di dalam negeri secara berkesinambungan. Budiman Sudjatmiko sebagai Ketua Pelaksana Kiniku Bintang Raya mengatakan pihaknya pun sedang bernegosiasi dengan salah satu negara Asia, Timur Tengah, dan eropa. (SukabumiUpdate, 18/04/2012). 

Proyek ini sudah ditandatangani oleh PT. Amarta Karya (persero) atau AMKA. Sebagai proyek pembangunan rencana Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Proyek yang memakan biaya sekitar 18 triliun rupiah dalam jangka tiga tahun ke depan sebagai tahap awal pembangunan. Menurut Nikolas Agung sebagai Direktur Utama AMKA, Bukit Algoritma selain bisa meningkatkan kualitas pendidikan, penciptaan pusat riset, dan pembangunan, ia pun menggantungkan harapan besar bisa membuat pesat sektor pariwisata di wilayah tersebut. (KompasTV, 08/04/2021).

Apa pun pembangunan proyek tersebut dari yang mini hingga mega, rakyat tak secuil pun merasakan sejahtera. Bukit yang digadang-gadang dengan harapan menjulang, membangkitkan semangat keserakahan para kapitalis melenggang, hanya menciptakan nasib rakyat semakin malang. Sejahtera hanya ilusi, kawasan yang seharusnya menjadi sarana penghidupan kemakmuran, kini dikuasai segelintir orang yang tamak melegalkan perampasan. 

Indonesia menjadi wilayah sentral yang dibidik para konglomerat dunia yang mengekor kekuatan di balik penguasa USA, tentu saja sudah menjadi rahasia umum, kemenangan Biden atas Trump bukanlah kemurnian, tetapi peristiwa yang sarat dengan perjanjian saling menguntungkan antara konglomerasi dengan penguasa nomor satu demokrasi. Biden bisa menang, maka berbagai kebijakan harus dipancangkan. Gelontor dana ratusan miliar sebagai dukungan terhadap Biden menjadi presiden.

Mengapa Indonesia yang diincar? Jawabannya tentu saja karena Indonesia adalah negara yang sudah terdeteksi sebagai kawasan terbesar Indo–Pasifik, menjadi tolok ukur kecepatan internet sebagai hal utama yang menunjang aktivitas digital. Bahkan pemasangan kabel bawah laut antar benua  untuk mengoneksikan Indonesia, Singapura, dan Amerika Serikat. Bisa dipastikan Internet Indonesia akan semakin cepat. Google dan Facebook memasang kabel tersebut agar aktivitas digital semakin menjalar maksimal. (GoodNewsfromIndonesia, 07/04/2021).

Mungkinkah terjadi ketimpangan di atas, jika sistem Islam kafah yang mengatur? Jawabannya, tentu saja tidak akan terjadi. Jika muncul pertanyaan, bukankah kawasan itu jika selesai akan memberikan andil besar bagi negara? Proyek Bukit Algoritma menjawab ketiadaan Kemenristek, tentunya ini sangat berdampak dan menjadi sebab ketidakmandirian laju ristek, yang pada akhirnya semua akan melemah serta memberi peluang besar pada tangan-tangan para imperialis, tak tanggung-tanggung konglomerat yang akan menguasai pun secara global bukan hanya lokal, mereka akan menguasai karena memiliki  besarnya modal.

Sudah bisa dipastikan agenda tersebut akan memperkaya kaum penjajah dan rakyat hanya akan diiming-imingi pekerjaan yang tentunya di lahan bergaji recehan, tak bisa mencukupi segala kebutuhan. Alih-alih kesejahteraan, hal yang ada hanyalah kesengsaraan yang semakin berkelindan.

Sudah sepatutnya kita sebagai rakyat membuka mata, lebih detail memahami sepak terjang penjajahan yang terbungkus mulus akal bulus, taktik Barat yang dijalankan oleh kaki tangan zalim dalam kebijakan rezim, hakikatnya memeras SDM dan menguras SDA. 

Mercusuar dunia pernah gemilang dalam genggaman sistem Islam kafah. Bahkan ristek pun menjadi fokus utama untuk menunjang ketakwaan dan ketaatan umat, bukan hanya pada aturan penguasa tetapi kepada Sang Mahakuasa. Seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an surat Fatir: 28, “Dan demikian (pula)  di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antra hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh Allah Maha Perkasa dan Maha Pengampun.”

 Teknologi diposisikan sebagai instrumen kebermanfaatan dan maslahat untuk seluruh umat dalam cakupan yang luas, bukan mengambil keuntungan seperti sistem kapitalisme nan buas. Umat akan mudah mengakses dan menggunakan. Terlebih dalam sistem Islam kafah memiliki sumber dana untuk ristek secara jelas dan cukup, sehingga tidak bergantung pada asing yang akan dengan mudah menjajah. Konektivitas digital akan menjadi amal jariah yang maksimal jika berfondasi ketakwaan. Sebab tujuan bernegara bagi sistem Islam kafah adalah menegakkan syariat Allah dalam setiap aspek kehidupan. 

Islam kafah akan membentuk umat memiliki keimanan sehingga ketika ilmu dan teknologi hadir, semua tidak serta merta mencipta pola pikir SDM yang pandir, banyak melahirkan ilmuwan mahir yang memiliki rasa tanggung jawab untuk mengestafetkan pengetahuan sebagai kewajiban dan sarana menyejahterakan keseluruhan umat, bukan solusi parsial yang memperkaya korporat.

Tidak akan ada yang bisa menaungi harapan dan cita-cita mulia dari ketinggian tujuan ristek, kecuali hanya sistem Islam kafah saja yang sanggup memberi filter dari perilaku rakus yang penuh kezaliman dan kemaksiatan, teknologi menguat hanya akan dilahirkan dari rahim negara yang berdaulat. Mari membuka mata dan menyadari rusaknya fakta yang ada, sampai kapan kita membiarkan terlena dalam kubangan nestapa?

Wallau a’lam bishshawab.


Oleh RAI Adiatmadja

Posting Komentar

0 Komentar