Narasi
tentang moderasi Islam kembali mencuat pasca penyerangan Mabes Polri dan
terjadinya bom Makasar pekan lalu. Meski banyak kejanggalan, namun narasi ini
terus bergulir dan mengerucut pada upaya untuk menangkal paham radikal,
pemberantasan aksi terorisme dan ekstremisme serta desakan untuk segera
mengimplementasikan Perpres no 7 tahun 2021 tentang RAN PE.
Jika dicermati, dua peristiwa yang terjadi di Makasar dan
Jakarta ini seolah menjadi pembenar dan penguat bahwa Indonesia memang
membutuhkan kebijakan yang komprehensif untuk menangkal berbagai paham
radikalisme dan ekstremisme. Artinya kebijakan pemerintah beberapa waktu yang
lalu yang menetapkan perpres no 7 tahun 2021 itu adalah kebijakan yang tepat.
Pemerintah juga menyatakan adanya sejumlah bukti yang
menunjukkan keterkaitan bom Makassar dengan FPI. Namun hal itu disangkal oleh Sidney
Jones. Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict ini menilai
pemerintah terlalu berobsesi untuk mengaitkan FPI dengan aksi terorisme. "Saya
kira sekarang ini seperti ada obsesi pemerintah dengan FPI seolah-olah ini
membuktikan bahwa FPI terkait terorisme," ujar Sidney Jones, Rabu
(31/3/2021).
Dari fenomena ini, tak bisa disalahkan jika masyarakat
menganggap ada sebuah agenda yang tengah dirancang di balik kedua peristiwa
itu. Terlepas dari kepentingan politik yang sedang dirancang, jika dilihat dari
kacamata Islam, dua peristiwa ini memang mengarah pada upaya untuk kembali memframing
Islam sebagai ajaran yang penuh kekerasan, kebencian, intoleran dan
fundamentalis. Dengan peristiwa itu, masyarakat diharapkan kian takut dengan
ajaran Islam ini. Mereka akan menjauhi kajian, taklim atau konten media sosial
yang menyerukan penerapan Islam secara kaffah, khilafah dan jihad.
Umat Islam diharapkan menjadi lebih moderat, toleran dan mau
menerima nilai-nilai Barat, sekalipun nilai-nilai Barat itu bertentangan dengan
ajaran Islam. Narasi yang menggiring kea rah moderasi Islam, terus menerus
disuarakan. Bahkan dilakukan oleh para tokoh Islam dan ulama sebagai bentuk pelegalan
terhadap hal itu. Hadirnya wapres, Makruf Amin, dalam perayaan Paskah Lintas
Umat Beragama Tahun 2021 bersama Persekutuan Gereja-Gereja di Tanah Papua dan
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Papua pada hari Kamis, 2 April
2021 adalah indikasi kuat yang menunjukkan hal tersebut.
Ditambah lagi, dalam acara tersebut Wapres menyatakan
apresiasinya para pemuka agama dan FKUB yang telah berperan dalam menjaga
keselarasan dan persatuan antarumat beragama di berbagai daerah. Beliau juga
megatakan "Saya ingin menegaskan kembali bahwa walaupun Indonesia
merupakan negara berpenduduk mayoritas muslim, bahkan yang terbesar di dunia,
namun Indonesia bukanlah negara Islam,” sebagimana dilansir tempo.co. Seolah-olah
ingin memberikan rasa aman kepada non muslim sekaligus menegasikan perjuangan
umat Islam yang ingin menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Inilah gambaran program moderasi Islam yang tengah berjalan di
Indonesia. Sebuah program yang tengah digencarkan oleh Barat untuk memerangi
Islam dan melenyapkan perjuangan kaum muslimin untuk menegakkan Khilafah. Dan
Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim tentunya tidak luput
dari masifnya program tersebut.
Program yang juga direkomendasikan oleh sebuah lembaga di AS,
Rand Corporation, ini pada akhirnya memang membawa keuntungan bagi para
kapitalis. Keinginan mereka untuk menguasai seumber daya alam dunia, mengeruk
keuntungan sebesar-besarnya, sekaligus menutupi kelemahan sistem kapitalis
dalam menangani pandemi, akan teraih sekaligus dengan pelaksanaan program deradikalisasi
dengan segala bentuknya.
Itu sebabnya umat Islam harus segera menyadari hal ini. Agar
mereka tak lagi terjebak dengan berbagai program dan propaganda Barat yang
terus dijajakan di negeri-negeri kaum muslismin. Untuk itu kaum muslimin harus
lebih jeli membaca petunjuk Ilahi yang tertuang dalam Al Qur’an dan sunnah
Rasul. Begitu juga butuh kecermatan yang tinggi dalam menapaki thariqah Rasulullah
agar tak salah langkah dalam perjuangan penegakan Islam kaffah dalam bingkai
khilafah. Karenanya penting untuk terus melakukan pencermatan terhadap berbagai
narasi moderasi yang kini tengah gencar disuarakan di tengah-tengah masyarakat.
Wallahu a’lam.
Penulis: Kamilia
Mustadjab
0 Komentar