Menyakiti Orang-orang Saleh (Waliyullah), Mengundang Murka Allah


Zaman telah berganti, namun peristiwa yang terjadi bisa terulang kembali. Sejarah bagaikan berputar, seperti kembali ke masa yang lalu. Seperti sirah Nabi dan Rasul, juga orang-orang salih yang mengikuti jalan-Nya akan selalu ditentang dan dimusuhi, baik itu dari golongan muslim sendiri atau dari golongan orang-orang kafir.

Allah Swt berfirman di dalam Alquran surat Al Ahzab 58:

وَالَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوْا فَقَدِ احْتَمَلُوْا بُهْتَانًا وَّاِثْمًا مُّبِيْنًا

Artinya: "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata." (QS. Al-Ahzab: 58).

Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi, An-Nafahat Al-Makiyyah menyatakan, maksud dari ayat tersebut adalah tanpa perbuatan dosa dari mereka yang mengharuskan untuk disakiti “maka sesungguhnya mereka telah memikul” di punggung mereka “kebohongan” karena mereka telah menyakiti mereka tanpa sebab, “dan dosa yang nyata,” karena mereka menzalimi orang-orang beriman dan menodai kehormatan yang diperintahkan oleh Allah untuk dihormati. Maka dari itu, mencela seorang yang beriman mengharuskan (mengakibatkan) hukum dera (ta’zir) sesuai dengan kondisi orang Mukmin yang disakiti itu dan ketinggian kedudukannya. Jadi, mendera orang yang mencaci sahabat itu lebih keras, dan mendera orang yang mencaci ulama atau ahli agama itu lebih besar daripada mencaci selain mereka. 

Di dalam tafsir As Sa’di, oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, beliau seorang pakar tafsir pada abad 14 H menjelaskan mengenai ayat tersebut bahwa mencaci maki salah seorang kaum mukmin mengehandaki untuk diberi hukuman ta’zir (hukuman yang mendidik) sesuai keadaan orang yang dicaci maki dan kedudukannya. Dan menta’zir orang yang mencaci maki sahabat lebih pantas lagi, dan bahwa mencaci maki para ulama dan orang-orang yang baik agamanya lebih besar dosanya daripada mereka semua. 

Sama halnya yang tertulis di dalam tafsir Ibnu Katsir mengenai ayat ini, yakni merupakan sebuah kedustaan yang besar bila mempergunjingkan orang-orang mukmin dan mukminat dengan sesuatu hal yang tidak pernah mereka lakukan, yang tujuannya ialah mencela dan mendiskreditkan mereka. Orang-orang yang paling banyak terkena ancaman ini adalah orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kaum Rafidah. 

Kaum Rafidah adalah orang-orang yang mendiskreditkan para sahabat dan mencela mereka, padahal Allah Swt sendiri telah membersihkan mereka dari hal tersebut. Orang-orang tersebut telah menyifati para sahabat dengan hal-hal yang bertentangan dengan apa yang diberitakan oleh Allah Swt. Tentang mereka. Allah Swt. Telah memberitakan bahwa Dia telah rida kepada kaum Muhajirin dan Kaum Ansar serta memuji sikap mereka. Akan tetapi, sebaliknya orang-orang yang jahil lagi bodoh itu  mencela para sahabat, mendiskreditkan mereka, serta mempergunjingkan mereka dengan hal-hal yang para sahabat tidak pernah melakukannya selama-lamanya. Pada hakikatnya mereka sendirilah yang terbalik akal sehatnya karena mencela orang yang terpuji dan memuji orang yang tercela.

Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qa’nabi, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz Ibnu Muhammad, dari Al-A’la, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa pernah ditanyakan kepada Rasulullah, “Apakah gibah itu, wahai Rasulullah? Rasulullah Saw. menjawab: “Bila kamu meyebut-nyebut saudaramu dengan hal-hal yang tidak disukainya.” Ditanyakan lagi, “Bagaimanakah pendapatmu, jika pada saudaraku itu terdapat apa yang kukatakan?” Rasulullah Saw. menjawab, “Jika pada saudaramu itu terdapat apa yang kamu katakan, berarti kamu telah mengumpatnya. Dan bila pada  saudaramu itu tidak terdapat apa yang kamu katakan, berarti kamu telah melancarkan tuduhan dusta terhadapnya.” 

Hal yang sama juga telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Qutaibah, dari Ad-Darawardi, kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah Ibnu Hisyam, dari Ammar Ibnu Anas, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada para sahabatnya: “Riba apakah yang paling parah di sisi Allah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Saw. bersabda “Riba yang paling berat di sisi Allah ialah menghalalkan kehormatan seorang muslim.” Kemudian Nabi Saw. membacakan firman Allah Swt: Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata (Al-Ahzab:58). 

Islam melarang umatnya untuk melihat dan mencari-cari aib dan kesalahan orang lain untuk disebarkan, dipergunjingkan, dikucilkan atau untuk alasan apapun. Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “perbuatan menyakiti mencakup, menyakiti dengan perkataan, perbuatan, dan menjauhi” (Syarah Riyadhus Shalihin:268). 

Kiranya hal ini patut direnungkan bersama bagi kita semua, menyakiti sesama muslim apalagi jika muslim tersebut adalah orang yang saleh adalah hal yang dilarang Allah Swt. Apalagi jika sampai menghalalkan kehormatan dan darahnya, tentunya ini akan mengundang kemurkaan dari Allah Swt. Sungguh memalukan dan memilukan melihat fakta yang ada sekarang, dimana orang-orang muslim dan mukmin tadi menjadi bulan-bulanan kekejian yang dilontarkan. 

Seakan mereka adalah para penjahat yang harus segera dihukum dan dibasmi. Padahal faktanya para orang-orang saleh tadi bukanlah kriminal yang berbuat kejahatan atau membunuh banyak orang, bukan juga koruptor yang menggelapkan uang rakyat milyaran bahkan trilyunan rupiah. Mereka hanyalah orang-orang yang difitnah, dizalimi, dan diberikan label “penjahat” oleh orang munafik dan kafir.  Suksesnya mereka membuat sigmatisasi dan framing negatif membuat masyarakat tidak sadar bahwa ini adalah sebuah perbuatan yang dilarang di dalam Islam.

Rasulullah Saw bersabda, “Setiap muslim atas muslim yang lain haram kehormatannya, hartanya dan darahnya. Ketakwaan itu letaknya disini (di dada). Cukuplah seseorang melakukan kejahatan dengan menghina saudaranya sesama muslim.” (HR. Ibnu Khuzaimah). Dalam hadis ini Rasulullah menjelaskan ada tiga hal yang diharamkan bagi setiap muslim atas muslim lainnya, yaitu kehormatannya, hartanya, dan darahnya. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah bersabda, “Menghina seorang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekafiran.”

Oleh karenanya, sebagai muslim kita mesti berhati-hati agar terhindar dari prasangka, menuduh, memfitnah dan sikap yang menyakiti apalagi sampai memusuhi. Terlebih terhadap orang-orang salih, ulama, serta para habaib dimana mereka adalah orang-orang yang semestinya lebih kita hormati. Wallahu a'lam bishshowab.


Oleh Anjar Rositawati 

Posting Komentar

0 Komentar