Kisah Aprilio Perkasa Manganang, Serda TNI-AD yang berasal dari
Kabupaten Minahasa, yang mengubah jenis kelaminnya setelah melalui serangkaian
pemeriksaan medis jelas bukan kasus transgender. Hipospadia yang dialaminya
selama 28 tahun membuat lingkungan memperlakukan dia seperti seorang perempuan.
Namun setelah dilakukan pemastian secara medis, Aprilio dinyatakan sebagai
laki-laki tulen. Maka perubahan status pada berbagai dokumen administratif (KTP,
KK Akte Kelahiran dan lain-lain) yang dimilikinya juga harus segera dilakukan.
Realita ini tentu tidak bisa disamakan dengan kasus kaum transgender
yang kini juga akan mendapatkan kemudahan administrasi dari Dukcapil. Sikap
pemerintah yang tegas dengan menuliskan nama dan jenis kelamin asli memang patut
di apresiasi. "Kalau dia laki-laki, ya, dicatat sebagai laki-laki, kalau
dia perempuan juga dicatat sebagai perempuan. Dicatat sesuai jenis kelamin yang
aslinya. Kecuali buat mereka yang sudah ditetapkan oleh pengadilan untuk adanya
perubahan jenis kelamin," tutur Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh dalam
keterangannya, Minggu (25/4) sebagaimana dilansir merdeka.com
Masalahnya bagaimana jika pihak pengadilan ini, karena desakan yang
amat sangat kuat, akhirnya harus membuat pernyataan terkait perubahan jenis
kelamin tanpa ada bukti-bukti medis yang kuat? Mungkinkah kelak ada upaya yang
lebih masif dari kalangan transgender untuk menekan pihak pengadilan, padahal realitas
dan pertimbangan medis tidak mendukung?
Tentu ini akan membuat blunder tersendiri di tengah masyarakat. Di tambah lagi
dari fakta yang ada, hukum di negeri ini terkesan memang sangat mudah
diperjualbelikan. Sungguh, jika kondisi ini terjadi akan dibutuhkan lebih
banyak effort untuk membenahinya.
Angin
Segar Bagi Kaum Trangender
Meski
belum berjalan, rencana pemerintah untuk memudahkan administrasi kependudukan
bagi kaum transgender dianggap sebagai kabar yang menggembirakan. Sebab selama
ini mereka dianggap sebagai pihak yang mengalami diskriminasi. Oleh karena itu
perjuangan mereka terus berjalan untuk mendapatkan payung hukum dan pengakuan
secara resmi dari pihak otoritas.
Itu sebabnya upaya mereka yang tergabung dalam pergerakan L68T di nusantara ini cukup masif. Berbagai upaya dan
celah sudah mereka tempuh untuk mendapatkan legalisasi, namun memang belum
sampai pada taraf yang diharapkan.
Kemudahan administrasi yang diinisiasi oleh kemendagri ini bisa
jadi juga bagian dari celah awal yang diharapkan untuk mendapatkan pengakuan dan
kemudahan-kemudahan lainnya. Dan tentu jika hal ini memang menunjukkan
pengakuan dari pihak otoritas terhadap eksistensi mereka, maka kerusakan di
tengah masyarakat juga akan semakin meluas. Problem sosial yang muncul juga
akan bertambah.
Islam
Harus Jadi Pijakan
Kodrat sebagai laki-laki dan perempuan adalah mutlak menurut
pandangan Islam. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan agar bisa saling
menyempurnakan dan memperoleh keturunan sebagaimana dalam QS. Al Hujurat: 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ
وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS.
Al Hujurat: 13)
Oleh karena itu Islam tidak mengenal jenis kelamin ketiga setelah
laki-laki dan perempuan. Islam juga tidak mengenal istilah transgender. Istilah
transgender memang tidak muncul dalam masyarakat Islam. Secara istilah, menurut
Wikipedia, pengertian transgender adalah orang
yang memiliki identitas gender atau ekspresi gender yang berbeda dengan seksnya
yang ditunjuk sejak lahir, misalnya orang yang secara biologis perempuan lebih
nyaman berpenampilan dan berperilaku seperti laki-laki atau sebaliknya. Kadang
transgender juga disebut dengan transseksual jika ia menghendaki bantuan medis
untuk transisi dari seks ke seks yang lain, dengan kata lain ia melakukan
operasi kelamin.
Terkait persoalan transgender ini, Islam sudah memiliki sikap yang
jelas. Kalau merujuk pada definisi di atas, istilah transgender di dalam
kajian hukum syariat lebih dekat dengan istilah al-mukhannits (lelaki
yang berperilaku seperti perempuan) wal mutarajjilat (perempuan yang
berperilaku seperti laki-laki). Di dalam fiqih disebutkan bahwa seorang
mukhannits dan mutarajjil statusnya tetap tidak bisa berubah.
Atas dasar ini, seseorang telah mengalami transgender atau
transseksual, tetap tidak bisa mengubah status kelaminnya. Artinya yang
laki-laki tetap laki-laki dan yang perempuan tetap perempuan. Hukum-hukum fikih
lain yang terkait dengan jenis kelamin tetap berlaku sebagaimana seharusnya.
Misal terkait batasan aurat, mahram dan sebagainya.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra:
أَنَّ
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَعَنَ الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلاتِ
مِنَ النِّسَاءِ
“Sesungguhnya
baginda Nabi SAW melaknat para lelaki yang mukhannits dan para wanita yang
mutarajjilat.” (HR Al-Bukhari
dan Abu Dawud).
Hadits
ini secara tegas menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw melaknat perilaku takhannus
(menyerupai perempuan) dan tarajjul (menyerupai laki-laki) dan memastikan
bahwa perbuatan tersebut hukumnya haram. Perbuatan seperti ini termasuk
perbuatan yang menyalahi kodrat yang telah ditetapkan oleh Allah swt.
Disamping itu, Islam juga mengenal
realitas khunsa (banci). Khunsa secara istilah adalah seseorang yang diragukan
jenis kelaminnya, apakah laki-laki atau perempuan. Penyebabnya, ia memiliki dua
alat kelamin (hermaprodit), yakni laki-laki dan perempuan, atau tidak memiliki
alat kelamin sama sekali.
Secara medis, jenis kelamin seorang
khunsa memang dapat dibuktikan. Kelamin pada bagian luar tidak sama dengan bagian
dalam. Misal di bagian dalam memiliki rahim dan indung telur, tetapi bagian
luar memiliki penis, atau memiliki keduanya (penis dan vagina). Ada juga yang
memiliki kelamin bagian dalam laki-laki tetapi bagian luar memiliki vagina atau
keduanya. Dan terkait persoalan khunsa ini para ahli fiqih telah memberikan
hukum yang sifatnya rinci dalam banyak kitab fikih. Termasuk penetapan dalam
sholat berjamaah dan posisi imam.
Tentu ini berbeda dengan transgender
yang secara realitasnya memang tidak muncul karena kelainan anatomi, tetapi lebih
pada persepsi sosial dan pengaruh lingkungan yang mendewakan kebebasan. Atas
dasar ini transgender adalah sebuah fakta yang hanya akan muncul dalam sebuah
masyarakat yang membebaskan perilaku individu-individunya. Dan kondisi dunia
saat ini telah menunjukkan bahwa perilaku menyimpang ini muncul dalam sistem
kapitalisme liberal yang mengagungkan kebebasan individu. Hingga saat ini muncul
banyak sekali perilaku menyimpang yang merusak masyarakat seperti free sex,
gay, lesbi, swinger, dan berbagai penyimpangan orientasi seksual lainnya. Perkembangan
kaum pelangi yang kian masif juga tumbuh subur dalam sistem kapitalis ini.
Karenanya berpijak pada Islam adalah satu-satunya cara untuk bisa
menyikapi dan menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul akibat kebebasan
berperilaku ini. Dan itu juga hanya akan bisa tuntas penyelesaiannya saat
sistem Islam diterapkan secara sempurna dalam bingkai Khilafah.
Penulis:
Kamilia Mustadjab
0 Komentar