Moderasi Beragama: Upaya Pengokohan Ide Sekulerisme, Pluralisme, dan Westernisme

 


Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia dan penuh ampunan sehingga perlu persiapan diri, tidak hanya fisik tapi juga ilmu.  Tujuan berpuasa Ramadhan yaitu menjadi hamba yang bertaqwa. Bertaqwa adalah takut terhadap perkara apa saja yang telah Allah haramkan dan melaksanakan apa saja yang telah Allah titahkan atas diri mereka. 

Dengan demikian, jika memang taqwa adalah buah dari puasa Ramadhan yang dilakukan oleh setiap Mukmin, idealnya usai Ramadhan, setiap Mukmin senantiasa takut terhadap murka Allah SWT. Lalu ia berupaya menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Namun fakta hari ini, justru kaum muslimin semakin dijauhkan dari syariat Islam, sebagaimana yang terjadi beberapa bulan terakhir ini dengan masifnya pengarusan ide moderasi beragama. Tujuannya tak lain tak bukan adalah menjauhkan umat dari tuntunan syariat.

Berbagai peristiwa yang terjadi seperti pengiriman surat Ketum Persatuan Gereja Indonesia (PGI) yang meminta Menteri Agama untuk merevisi bahan ajar PAI kelas VII dan XI terkait pandangan terhadap Injil dan Taurat yang dianggap menghakimi dan bersifat dogma, revisi istilah jihad dan khilafah di materi ajar madrasah, serta kontroversi terbitnya Surat Keputuan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang perubahan aturan seragam sekolah negeri; memberi kesan bahwa Islam adalah agama yang penuh toleran, inklusif, dan moderat.


Lantas, bagaimana konsep moderasi Islam itu? Berbahayakah ide moderasi ini bagi kaum Muslim? Noor Hidayah, seorang Pemerhati sosial menyampaikan bahwa moderasi beragama merupakan topik bahasan lama yang hingga saat ini masif diaruskan ke masyarakat. “Terkait moderasi Islam, dimaknai sebagai Islam moderat, yaitu Islam yang mengambil sikap kompromistis dan jalan tengah, Islam yang berkompromi dengan selain Islam, syariat Islam dikompromikan dengan ajaran selain Islam,” jelasnya.

Banyak tokoh maupun cendekiawan Muslim yang mengambil ide moderasi ini dengan alasan istilah ini ada dalam Al-Qur’an di Surat Al-Baqarah ayat 143. Lafadz ummatan wasathon di ayat tersebut ditafsirkan sebagai Islam moderat. Wasathiyah dimaknai sebagai jalan tengah. Karena itu Islam moderat diartikan dengan Islam yang kompromistis, mengakomodasi pemikiran di luar Islam; sehingga pemikiran tersebut bisa diterima dan dijalankan bersamaan dengan menjalankan agama Islam.

Padahal, moderasi ini tidak pernah dikenal dalam khazanah pemikiran Islam. Kemunculannya berawal dari adanya Dokumen RAND Coorporation, Lembaga think-tank AS, berjudul Membangun Jaringan Islam Moderat. Di dalam dokumen ini, mereka memberi saran kepada pemerintah AS tentang siapa yang harus menjadi mitra Muslimnya di dunia. Sejarah panjang Perang Salib dan pertarungan ideologi Kapitalisme vs Islam juga turut andil dalam melahirkan ide moderasi Islam ini.

Perihal bahaya ide moderasi beragama, Noor mengungkapkan ini adalah upaya pengokohan ide sekularisme, pluralisme, westernisme, dan gender equality. “Ditawarkanlah konsep Islam yang moderat, ramah, serta toleran dengan harapan akan terbentuk sosok muslim yang jauh dari hukum-hukum Islam dan tercipta konflik horizontal,” ujarnya. Seorang Muslim dibentuk menjadi sosok sesuai nilai Barat. Terakhir, ide moderasi ini berdampak pada tercegahnya kebangkitan kaum Muslim. Sudah saatnya umat Islam menyadari hakikat bermacam ide batil berbalut madu yang membahayakan. “Perlu adanya penyadaran masyarakat tentang kemurnian akidah dan pentingnya perjuangan penerapan syariat Islam kaffah yang akan menjaga dan melindungi umat dari pemikiran rusak dan merusak,” pungkas Noor. 

Reporter : Ida Aya

Posting Komentar

0 Komentar