Pasca aksi pemboman di gereja Katedral Makasar, isu radikalisme kian digoreng. Berbagai komentar dari pemangku kekuasaan di negeri ini semakin menyudutkan agama mayoritas di negeri ini. Siapa lagi kalau bukan Islam.
Islam selalu jadi pihak tertuduh dengan berbagai stigmatisasi buruk. Entah dari simbol yang selalu menempel seperti kerudung, cadar, celana cingkrang, jenggot hingga bendera. Belum lagi ajarannya yang terus diobok-obok hingga diperlakukan seenaknya saja sesuai hawa nafsunya, yang penting ambisi untuk mencari kemanfaatan tercapai.
Dikutip dari merdeka. Com, ada kekhawatiran menyebarnya paham radikalisme dari Anggota VIII DPR Fraksi PKB Dedi Wahidi DPR mendorong Menteri Agama untuk memasukkan kurikulum moral Pancasila ke berbagai masrasah. (Merdeka.com, 8/4/ 2021).
Bahkan saking fobianya terhadap radikalisme membuat para orang tua harus ekstra dalam mengawasi anak-anak agar tidak terpapar paham tersebut. Hal ini bisa dilihat dari maraknya aksi terorisme yang menggunakan anak-anak. (CNN Indonesia.com,15/05/2018)
Memang setiap manusia menginginkan sebuah kehidupan yang nyaman, tidak ada kekacauan, kerusakan, teror hingga hilangnya nyawa manusia. Kehidupan tenang dan tentram sangat didambakan oleh semua orang dan semua agama. Namun sepertinya di alam demokrasi saat ini menginginkan kehidupan aman, tentram dan sejahtera sangat nihil. Maka tidaklah heran dengan tabiatnya demokrasi akan melakukan berbagai cara agar segala cita dan tujuan nya tercapai.
Kerakusan sistem demokrasi membuat negeri-negeri muslim menjadi korban.
Demokrasi kapitalis dimana dalang si dalamnya adalah Barat beserta sekutunya mencengkeram negeri muslim dengan memainkan propaganda jitunya yaitu radikalisme.
Mereka meminjam tangan para penguasa di setiap negeri-negeri muslim. Berbagai dalih pun diusung, di antaranya siapapun yang bersebrangan dengan kepentingan penguasa yang tunduk di bawah Barat akan di cap anti NKRI dan anti Pancasila.
Hal ini dilakukan sejatinya dilakukan untuk menutup borok mereka. Radikalisme menjadi senjata untuk membungkam mereka yang tidak sejalan dengan kepentingan penguasa.
Sadar ataupun tidak masyarakat sebenarnya lagi diadudomba dengan agamanya sendiri. Akibatnya ketika ada pemberitaan terkait bom bunuh diri, penyerangan pihak yang pertama dituduh umat Islam.
Anehnya justru ketika ada orang atau kelompok yang bukan dari Islam tidak pernah sedikitpun disebut tindakan terorisme. Mungkin kita masih ingat saudara kita yang di Papua banyak mengalami penganiayaan dari OPM. Sedikit pun mereka tidak ditindaklanjuti atau diberantas hingga tuntas padahal sudah mengancam kedaulatan negara ini.
Berdasarkan analisis di atas bisa dipastikan bahwa Pancasila hanya dijadikan alat untuk proyek deradikalisasi demi menciptakan radikalisme untuk menutupi musuh rakyat yang sebenarnya.
Demokrasi kapitalisme yang merupakan musuh sebenarnya telah mampu membius masyarakat negeri ini, sehingga tidak pernah tahu siapa yang sebenarnya menghancurkan negeri tercinta kita ini.
Penyesatan opini melalui proyek radikalisme sudah selayaknya harus dilawan. Mengaitkan Islam dengan tindakan terorisme dan bunuh diri sebuah kekeliruan dan kebohongan nyata. Apalagi hingga memframing negatif siapa pun yang ingin menegakkan hukum Allah di muka bumi dengan menyamaratakan dengan ISIS sebuah tindakan jahat.
Ironisnya, kita bisa melihat yang selama ini mengaku sebagai agen Pancasila justru banyak melakukan tindak korupsi, tidak menepati janji terhadap apa yang selama ini dikampanyekan.
Perzinaan, tawuran dan berbagai kerusakan moral di masyarakat nyatanya kian meningkat.
Pendidikan berkarakter Pancasila nyatanya hanya isapan jempol manakala kita menyaksikan buruknya moral bangsa ini yang kian hari luntur dan menuju keterpurukan.
Solusi Moral Bangsa Ini adalah Islam
Sejatinya bagi seorang muslim harus paham tentang ajaran Islam secara kafah. Hal ini agar umat paham bahwa Islam tidak pernah mengajarkan tindakan terorisme. Sebab Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Islam sendiri sudah memberikan penjelasan yang jernih terkait ajarannya.
Jadi radikalisme yang ditujukan terhadap ajaran Islam merupakan sebuah propaganda jahat negeri penjajah dan para agennya.
Semua ini agar umat semakin jauh dari Islam dan meninggalkan ajaran Islam yang mulia. Bahkan diharapkan umat Islam malu dengan agamanya sendiri.
Jika kita melihat keindahan Islam maka akan nampak kemuliaannya saat khilafah tegak. Saat Islam tegak (khilafah) akhlak dan moral masyarakatnya sangat terjaga. Bahkan mampu melahirkan generasi muda yang cemerlang, unggul dan berkualitas.
Cahaya Islam mampu memberikan warna kepada umat dan generasi nya. Sebab dasarnya adalah pemahaman akidah yang utuh dan jernihnya pemikiran mereka.
Hal ini bisa kita lihat bertebarannya ahli ilmu, ulama dan cendekiawan di masa khilafah tegak.
Walhasil, proyek radikalisasi yang digadang-gadang mampu menghapuskan kerusakan bangsa ini hanya nihil semata. Namun jika mengembalikan lagi kepada Islam niscaya moral bangsa ini akan segera pulih. Karena nilai-nilai Pancasila akan mampu terealisasi saat Islam diterapkan dalam seluruh lini kehidupan. []
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh Heni Ummu Faiz
Ibu Pemerhati Umat
0 Komentar