Adanya upaya mengaitkan Islam dengan paham radikalisme dan terorisme terus dilakukan. Terlebih dengan pemberitaan media masa yang diframing sedemikian rupa sehingga mengarah pada pencitra burukan terhadap Islam kaffah. Adanya istilah islam radikal yang sengaja dibuat nampaknya berhasil menakut-nakuti sebagian masyarakat, sehingga muncul istilah moderasi beragama yang bertujuan sebagai vaksin radikalisme. Hal ini turut menuai komentar dari salah seorang tokoh masyarakat, saat diwawancara oleh redaksi Muslimah Jakata, ustadzah Lilis (Ummu Hafshah) Pengasuh MT Assalam, Jakarta. Berikut hasil wawancaranya.
Tanya: Peristiwa bom Makassar dan penyerangan Mabes Polri menyisakan sebuah pertanyaan terkait stigma terhadap Islam. Satu sisi opini yang berkembang menyudutkan Islam, tapi sisi lain kita lihat banyak kaum muslimin yang menolak hal tersebut. Bagaimana pandangan ustadzah terhadap hal ini?
Jawab: Dalam pengamatan saya aksi teror dan aksi bom selalu terjadi hampir di setiap tahun dan selalu diakhiri dengan stigma bahwa "pelakunya adalah muslim yang radikal". Kejadiannya selalu terkesan dramatis, narasi dan skenario begitu cepat muncul dan tersebar di berbagai media. Dan ini, betul, memang menyisakan pertanyaan dan kejanggalan. Mungkinkah pelakunya seorang muslim yang taat atau muslim yang dijebak?
Kenapa saya katakan demikian? Logikanya, jika itu dilakukan muslim yang taat, tentu itu akan merugikan dirinya dan merusak ajaran Islam itu sendiri. Karena Islam dengan tegas telah mengharamkan aksi terorisme. Allah sudah menegaskan itu dalam QS Al Maidah: 32
مَن قَتَلَ نَفْسًۢا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِى ٱلْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَآ أَحْيَا ٱلنَّاسَ جَمِيعًا
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya” (QS. Al Maidah: 32).
Tanya: Sebenarnya apakah Islam memang mengajarkan sikap anti terhadap umat agama lain? Bagaimana sebenarnya ajaran Islam terkait hal ini?
Islam tidak anti terhadap umat agama lain. Bahkan Islam sangat toleran. Bisa dilihat dalam QS Al-Mumtahanah: 8
لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
Dalam tafsirnya Ibnu Jarir ath-Thabari ra.mengatakan tentang ayat ini, bahwa "berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada setiap pemeluk agama. Islam melarang kita berlaku zalim, aniaya dan merampas hak-hak non muslim." Jadi jelas Islam sangat menghormati agaman lain.
Tanya: Jika demikian menurut Islam kapan kita harus toleran dan kapan kita harus tegas?
Jawab: Toleransi (tasamuh) itu kan sikap membiarkan, menghargai, berlapang dada. Kalau mencontoh Rasulullah saw, beliau bersikap toleran, misalnya beliau tetap menjenguk seorang Yahudi yang sakit, meski sang Yahudi membenci dan pernah meludahi Beliau saw. Begitu juga Rasul saw pernah mempercayakan pengolahan bagi hasil ladang-ladang kepada orang-orang Yahudi di Khaibar. Jadi terhadap ritual ibadah agama lain, cukup dengan membiarkannya, tidak menghalanginya dan melarangnya. Karena bagi mereka itu ibadah mereka.
Intinya jika itu berkaitan dengan persoalan aqidah, maka kita harus bersikap membiarkan dan menghargai ibadah mereka. Tetapi bukan berarti kita boleh dan harus mengucapkan selamat dan menghadiri perayaan agama lain, karena itu termasuk tasyabbuh bil kuffar dan haram hukumnya. Sebab itu berarti kaum muslimim mengakui kebenaran agama mereka.
Begitu juga toleran, bukan berarti diam atau kompromi dengan penguasa zhalim, munafikun dan orang-orang kafir yang memusuhi ajaran Islam dan menghina Nabi Allah. Sebab Allah swt meminta kita bersikap tegas dan keras kepada orang-orang kafir. Kita bisa lihat QS At-Taubah: 73
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Wahai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”
Tanya: Ustadzah sekarang ada program moderasi Islam. Menurut ustadzah bagaimana sebenarnya program moderasi ini?
Moderasi Islam adalah bagian dari proses sekularisasi pemikiran Islam dengan dalih untuk membangun Islam inklusif yang bersifat terbuka dan toleran terhadap ajaran agama lain dan budaya. Maka muncul istilah Islam Nusantara, Islam Timur Tengah, Islam radikal, Islam militan dan Islam moderat.
Pengkotak-kotakan istilah tersebut juga sejalan dengan strategi Barat yang dituangkan didalam dokumen Rand Corporation, yang membagi Islam menjadi Islam moderat, fundamental, radikal dan tradisional. Tujuannya agar terjadi benturan atau adu domba satu sama lain. Karena Barat hanya ingin ada Islam yang mau menerima ideologi, nilai-nilai peradaban dan kepentingan Barat.
Tanya: Lalu bagaimana sikap kaum muslimin seharusnya?
Kita harus mewaspadai dan gagasan Islam moderat ini, karena perlahan tapi pasti, proyek ini akan menjauhkan umat Islam dari pemikiran Islam kaffah dan Islam ideologis yang memiliki sekumpulan pemikiran (fikrah) dan bagaimana cara mewujudkan pemikiran-pemikirannya (thariqah). Dan Barat ingin Islam hanya sekadar kumpulan pemikiran (fikrah) saja atau sekedar agama ruhiyah dan hilang aspek politisnya, yakni sebagai solusi dalam menyelesaikan berbagai aspek kehidupan. Karena jika umat Islam bersatu dalam pemikiran islam kaffah dan ideologis jelas akan menjadi sebuah ancaman, terutama bagi perekonomian Barat yang saat ini menguasai dunia.
Reporter: Kamilia M
0 Komentar