Salah satu pemikiran yang gencar ditebarkan oleh Barat melalui berbagai media, kini telah masuk ke dalam elemen intelektual. Kampus adalah salah satu wadah yang mana di dalamnya terdapat para intelektual yang mampu berpikir kritis terhadap situasi negara maupun kebijakannya.
Namun, isu radikalisme nyatanya telah mencuri perhatian para politisi, petinggi Ormas, Kemenag dan lain-lain. Sehingga, berbagai cara mereka lakukan untuk menangkal paham radikalisme. Akan tetapi, proyek ini malah terkesan membungkam sikap kritis mahasiswa. Merekapun disetir pemikirannya agar sejalan dengan para petinggi penguasa di negeri ini.
Dikutip detiknews, kritisme di kampus harus diarahkan kepada kebaikan, bukan diarahkan pada kebencian pada negara, pemimpin dan kelompok tertentu. Karena itu perguruan tinggi (kampus) harus menjadi garda terdepan menangkal Radikalisme. Menurut Jazilul Fawaiz selaku ketua MPR yang di sampaikan pada kuliah umum. (detiknews, 08/04/2021)
Pernyataan di atas mengindikasikan bahwa seseorang atau kelompok yang memiliki sikap krtitis, terutama yang berkaitan dengan mengoreksi penguasa dianggap menebar kebencian terhadap negara, pemimpin maupun kelompok tertentu dan dicap sebagai radikal.
Selain itu, membungkam sikap kritis mahasiswa yang secara mayoritas merasa “Saat ini saya hidup di negara yang masih jauh dari keadilan dan kemakmuran. Masih ada korupsi, birokrasi yang berbelit dan ekonomi yang dikuasasi segelintir elite (detiknews, 08/04/2021)
Ketika mereka menyuarakan dan memperjuangkan dalam menegakkan keadilan dengan cara mengkritik dan mengoreksi penguasa (muhasabah lil hukkam) di cap sebagai sebuah sikap radikal. Di balik digulirkannya isu radikal ini menjadikan pemerintah anti-kritik. Bukanlah hal demikian menyalahkna Demokrasi yang disebut-sebut menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dalam berpendapat, nyatanya tidaklah demikian.
Radikalisme dan Asal-usulnya
Radikalisme awalnya berasal dari kata radix atau radices (bahasa Latin) artinya akar. Menurut The Concise Oxford Dictionary, radikal berarti akar, sumber, atau asal mula. Dalam kamus oxford ini disebutkan istilah radikal ketika dikaitkan dengan perubahan atau tindakan bermakna sesuatu yang mampu mempengaruhi karakteristik dasar (fundmental nature ) serta menyeluruh.
Secara bahasa arti radikal megandung arti yang positif, yaitu sesuatu yang bersifat fundamental. Namun, dengan sengaja istitah radikal ini dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif yaitu sebagai pendorong tindak kekerasan atau terorisme.
Istilah fundamentalisme atau radikalisme muncul pertama kali di Eropa pada akhir abad ke-19. Istilah ini muncul untuk menunjukkan sikap gereja terhadap ilmu pengetahuan (sains) dan filsafat modern serta sikap konsisten mereka terhadap agama kristen. Gerakan protestan dianggap sebagai awal mula munculnya fundamentalisme. Mereka telah menetapkan prinsip-prinsip fundamentalisme pada Konferensi Bibel di Niagara pada tahun 1878 dan konferensi umum Presbyterian tahun 1910.
Saat itu, telah mulai tekristalisasi ide-ide pokok yang mendasari fundamentalisme. Ide-ide pokok ini didasarkan pada asas-asas teologi kristen yang bertentagan dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang lahir dari ideologi kapitalisme yang berdasarkan sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan). (Abdul Qadim Zallum, Persepsi-persepsi Berbahaya, hlm.71-72)
Dilihat dari asal-usulnya jelas radikalisme berasal dari barat bukan dari Islam. Kemunculan ide inipun tidak ada sejak zaman nabi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Jazilul Fawaiz dalam kuliah umum yang bertemakan Menangkal Radikalisme di Perguruan Tinggi. Menurutnya, sebenarnya pikiran radikal iu selalu ada setiap zaman, bahkan sejak zaman nabi akar radikalisme itu ada kemiripan, yakni yang keras dan selalu merasa benar sendiri. (detiknews,08/04/2021)
Isu Radikalisme di kampus haruslah kita lawan, pasalnya hal ini merupakan agenda propaganda Barat yang berusaha menyesatkan opini dan poitik. Konotasi radikalisme menjadi negatif dan dituduhkan kepada Islam beserta kelompok yang memperjuangkan keadilan. Baik pada elemen intelektual seperti mahasiswa maupun masyarakat secara umum.
Dengan demikian, sebagai intelektual muda haruslah memiliki kesadaran dan berkumpul dengan kelompok yang memilki pemikiran Islam kafah agar kita memahami fakta yang sesungguhnya. Membongkar rancangan jahat dan memberikan solusi Islam ditengah-tengah masyarakat. []
Wallahu A’llam bishawab.
Oleh Sri Mulyati
Aktivis Pergerakan Mahasiswa
0 Komentar