Sampah Salah Kelola, Salah Siapa?


Sampah tak terurus menjadi polemik di Kecamatan Babelan. Timbunan sampah di bantaran Kali Kampung Babakan RT 05/03, Desa Muara Bakti dan di Desa Buni Bakti, Kecamatan Babelan makin meresahkan. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi pun dibuat gerah hingga mengeluarkan surat edaran bernomor 800/1342/B.sih/DLH/2021 yang ditujukan kepada Camat Babelan dan Kepala Desa Buni Bakti. Surat itu berisi larangan pembuangan sampah ke bantaran kali. Camat Babelan dan Kepala Desa buni Bakti diminta menghimbau pengelola swasta agar tidak membuang sampah sembarang khususnya di bantaran kali (bekasitoday.com, 9/4/2021).

Sampah liar bukan pemandangan baru di Bekasi. Juga bukan pemandangan langka. Dapat dikatakan timbunan sampah liar yang menggunung makin menjamur. Tak hanya mengurangi badan sungai, sampah liar pun bahkan menutup dan menyumbat alirannya. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Yayan Yuliana memaparkan sampah yang diangkut dari Kali Bekasi dapat mencapai 180 ton yang setara dengan 10% dari total sampah harian Kota Bekasi (bekasi.pojoksatu.co.id, 25/2/2021).

Timbunan sampah selapangan sepak bola di Gerbang Tol JORR Kalimalang 1, Kampung Caman, Bekasi Barat, Kota Bekasi sempat viral. Ketua DPRD Kota Bekasi, Choiroman J. Putro, bahkan menyebut sampah liar ia temukan juga di daerah Jatiwaringin, Pondok Gede, Jatirahayu dan Jatimakmur. Menurutnya, banyaknya sampah liar ini disebabkan karena Pemerintah masih menggunakan konsep lama dalam pengelolaan sampah yaitu buang, kumpulkan, dan angkut (news.detik.com, 1/2/2021). 

Kesadaran warga dalam memilah sampah di tingkat hulu memang rendah. Ini persoalan tersendiri. Namun sistem persampahan yang menggiring warga melakukan pemilahan juga tidak paripurna. Sarana dan prasarana persampahan masih setengah hati. Tempat sampah yang terpisah sesuai jenisnya yang ada di beberapa lokasi percontohan nyatanya ketika diangkut tercampur lagi dengan sampah lainnya. Walhasil edukasi warga tanpa dukungan sistem yang terpadu menyebabkan persoalan sampah tak kunjung selesai.

Adanya surat edaran Dinas Lingkungan Hidup kepada camat maupun kepala desa memperlihatkan pengelolaan sampah yang kurang terpadu. Justru terkesan saling lempar tanggung jawab. Memang namanya sampah, wajar tak ada manusia yang ingin berdekatan dengannya, termasuk instansi-instansi pemerintahan pun nampaknya malas mengurusnya.

Salah satu faktor keengganan mengelola sampah adalah kebutuhan dana yang besar untuk menanganinya sementara anggaran yang dimiliki terbatas. Pos-pos pemasukan pemerintah terutama Pemerintah daerah tak mendukung kecuali harus memperbesar pungutan. Kasarnya, siapa yang bisa bayar dia akan menikmati kebersihan lingkungan. Yang tidak bisa bayar, urus saja sampah itu sendiri.

Namun demikian, sampah bagaimanapun tak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Lebih luas lagi sampah sudah menjadi bagian dari persoalan permukiman yang harus ditangani secara tuntas demi kehidupan yang layak. Oleh karena itu, pengelolaan sampah tak boleh bervisi untung rugi. Pengelolaan sampah wajib bervisi pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah dalam rangka mewujudkan kehidupan masyarakat yang layak, nyaman dan sehat.

Islam menyematkan urusan kebersihan merupakan ciri-ciri orang yang beriman. 

"Dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu." (HR. Tirmizi).

Dorongan keimanan adalah dorongan terkuat bagi seorang hamba untuk mengamalkan suatu perbuatan. Demi meraih ridho Allah, seorang muslim secara sadar pastilah mengupayakan kebersihan lingkungannya secara individual.

Gayung bersambut, Islam pun menempatkan kesehatan sebagai kebutuhan primer masyarakat yang dipenuhi oleh negara. Prinsip dasar pola hidup sehat salah satunya adalah kebersihan lingkungan. Karena itu, sudah selayaknya negara berkewajiban menjaga kebersihan lingkungan dan permukiman termasuk menyelesaikan sampah yang menjadi timbulan dari aktivitas manusia.

Kegemilangan peradaban Islam membuktikannya dan layak menjadi teladan. Islam mengubah wajah Eropa abad 11 yang jorok menjadi bersih. Prof. Dr. Raghib As-Sirjani dalam buku Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia memaparkan bahwa pada masa itu, masyarakat Eropa terbiasa membuang begitu saja kotoran hewan dan sampah dapur di depan rumah mereka. Tak ayal bau menyengat menyebar menusuk hidung. 

Wajah Eropa yang suram itu berubah saat Pemerintahan Islam mengenalkan taman-taman nan indah, jalan-jalan teratur, dan permukiman yang bersih. Dorongan utama para Khalifah saat itu adalah menjadikan lingkungan seindah surga yang dikabarkan Allah dalam dalil-dalilnya. Tentu saja mereka sadar keindahan surga itu tak tertandingi oleh keindahan apapun di dunia. Namun mereka berharap masyarakat yang menikmati keserasian ruang dalam taman-taman itu teringat akan surga yang membuat mereka makin bergairah melakukan banyak amal shalih dalam kesehariannya.

Ujung dari sebuah sistem pengaturan adalah mekanisme pengawasan serta pemberian konsekuensi dari pelanggaran. Peradaban Islam telah mencapai tata kelola yang maju di zamannya. Bani Abbasiyah telah melakukan pengawasan kebersihan pasar-pasar dan masjid dan memberikan sanksi bagi siapa saja yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan. Demikianlah, peradaban Islam yang lahir dari ajaran Al-Quran dan As-Sunah menjadi inspirasi yang seharusnya diteladani.


Oleh : Raihana Radhwa (Ibu Rumah Tangga)


Posting Komentar

0 Komentar