Transgender Dan Arah Relasi Sosial

 


Pemerintah berencana untuk memudahkan admnistrasi para transgender. Hal itu dikemukakan oleh Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakhrullah (25/04/21), "Mereka juga makhluk Tuhan yang wajib kami layani dengan nondiskriminasi dan penuh empati," sebagaimana yang dilansir  tempo.co. Beliau mengatakan selama ini para transgender kesulitan mendaptkan akses bantuan atau yang lain hanya karena masalah identitas. Karena itu pemerintah akan membantu memudahkannya melalu pembuatan KTP-el, KK, dan akte kelahiran.

Dengan rencana ini perjuangan para transgender untuk mendapatkan pengakuan boleh dibilang mulai membuahkan hasil, meskipun dalam administrasi tersebut tetap ditulis nama asli bukan nama alias dan jenis kelamin awal saat dilahirkan dan bukan jenis kelamin yang terakhir. Namun kesediaan dan bantuan pemerintah itu setidaknya telah menunjukkan adanya pengakuan terhadap keberadaan mereka.

Tentu pengakuan terhadap eksistensi para transgender ini hal penting buat mereka. Sebab dengan pengakuan itulah kelak berbagai urusan mereka akan menjadi lebih mudah. Pengakuan akan sebuah gender dan jenis kelamin baru akan mengubah segala bentuk relasi sosial yang selama ini telah ada di masyarakat. Dan itu akan membuat masa depan mereka mejadi lebih cerah.

Perubahan relasi sosial sebagai hasil dari perubahan kebijakan akan membuat bangunan masyarakat juga akan berubah. Meski nampak sepele, hal ini akan berdampak luas dalam penerimaan masyarakat. Harus dipahami bahwa adanya sebuah pengakuan terhadap eksistensi transgender bukan sesuatu yang tiba-tiba. Ada upaya masif yang terjadi sebelumnya hingga muncul pengakuan tersebut.  Dan upaya masif tersebut adalah perjuangan kaum transgender untuk mengubah mindset masyarakat terhadap posisi dan eksistensi mereka melalui nilai-nilai HAM, jaminan kebebasan berperilaku dalam sebuah negara yang dianggap demokratis dan juga sikap-sikap anti diskriminatif yang selama ini terus didengung-dengungkan.

Harus dipahami pula bahwa perubahan mindset yang berujung pada pengakuan terhadap eksistensi mereka ini adalah sebuah skap yang dibangun atas dasar sebuah persepsi terhadap kehidupan (aqidah). Ketika kehidupan dipandang hanya sebagai tempat untuk mendapatkan apa yang diinginkan, tempat yang penuh dengan kebebasan, tempat untuk menenggak segala bentuk kenikmatan, maka sikap yang muncul adalah mengakui segala macam sikap dan pikiran yang ada dan tumbuh di masyarakat. Tanpa mempedulikan lagi baik dan buruk serta benar salahnya.

Dan sudut pandang seperti ini adalah sudut pandang kapitalisme liberal yang mendewakan kebebasan. Dalam pandaangan mereka, manusia bebas melalkukan apapun yang diinginkan. Sebab mereka mengganggap dunia adalah tempat terakhir dan tak ada kehidupan lagi setelahnya. Karena itu, segala keinginan memang harus terpenuhi. Kapan lagi mereka akan meikmati hidup, jika tidak saat ini. Itu sebabnya bagi mereka, perjuangan adalah upaya yang keras untuk mendapatkan segala keinginannya.

Sudut pandang ini tentu ini berbeda dengan Islam. Islam membangun sikap manusia di dunia dengan orientasi akhirat. Tujuan bersikap dan bertingkah laku di dunia adalah untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat. Oleh karena itu semua penyikapan dan tingkah laku seorang muslim akan sangat bergantung pada pandangan yang diberikan Allah kepada manusia melalui petunjuk-Nya, al-Quran.

Islam secara jelas telah membentuk sikap terhadap hal ini. Pengertian transgender dalam arti laki-laki yang menyerupai wanita atau sebaliknya, dalam hal pakaian dan cara berjalan serta bersikap lebih mendekati definisi waria atau bencong. Dan ini adalah hal yang diharamkan dalam Islam. Dalam sebuah hadits Abu Hurairah meriwayatkan

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَعَنَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لُبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لُبْسَةَ الرَّجُلِ

“Rasulullah saw melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian lelaki.” (HR. Ahmad).

Laknat Rasulullah saw ini menunjukkan ancaman bagi pelaku transgender. Sekaligus menunjukkan sikap yang harus dimiliki seorang muslim saat mendapati realitas tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya ini harus menjadi landasan bagaimana seorang muslim menyikapi fenomena ini. Sebab dalam sistem kapitalisme yang mendewakan kebebasan seperti saat ini, berbagai jenis perilaku pasti akan bermunculan. Dan berbeda secara diametral dengan kehidupan dalam sistem Islam. Karenanya penting bagi seorang muslim untuk memahami realitas ini dengan benar agar bisa menyikapinya dengan benar pula. Wallahu a’lam bishshawwab.

 

 

 

Penulis: Kamilia Mustadjab

Posting Komentar

0 Komentar