Disaat aku menggenggam tasbihmu
Dan kamu menggenggam salibmu
Disaat aku beribadah di Istiqlal
Namun engkau di Katedral
Disaat bioku tertulis Allah Swt
Dan biomu tertulis Yesus Kristus
Disaat aku mengucap Assalamualaikum
Dan kamu mengucap Shalom
Disaat aku mengeja Al-Qur´an
Dan kamu mengeja Al-Kitabmu
Kita berbeda saat memanggil nama tuhan
Tentang aku yang menengadakan tangan
Dan kau melipatkan tangan saat berdo´a
Aku, kamu, kita
Bukan Istiqlal dan Katedral yang ditakdirkan berdiri berhadapan dengan perbedaan
Namun, tetap harmonis
Andai saja mereka memiliki nyawa
Apa tidak mungkin mereka saling mencintai
Dan menghormati antara satu dengan yang lainnya
Begitulah isi puisi kebangsaan yang dibacakan Gus Miftah saat peresmian Gereja Bethel Indonesia. Apabila kita cermati bait demi bait puisi tersebut, akan kita dapatkan ide-ide yang mengandung Pluralisme beragama. Dimana, ide ini menganggap semua agama benar dan kebenaran bersifat relatif (tidak mutlak).
Bait-bait puisi yang mengandung ide persamaan antara yang haq dengan yang bathil. Menyamakan Agama Islam yang lurus dengan agama lain (Kristen) yang jelas berbeda. Sungguh sangat mengerikan disaat Allah Swt disamakan dengan illah selain-Nya. Begitupun dengan tempat beribadah, Kitab suci, Salam dan tatacara ajaran Agama yang lainnya. Dalam bait terakhir kita dapati tentang nilai toleransi menutut versi mereka.
Sontak para ulama negeri ini merespon kontroverdi puisi dan pernyataan Gus Miftah. Salah satunya KH.Muhammad Najih Maimoen atau yang akrab di panggil Gus Najih. Dalam sambutan di acara peresmian Gereja Bethel Indonesia (GBI). Menurut KH.Muhammad Najih Maimoen pernyataan atau puisi tersebut sama dengan membenarkan kekufuran. Naudzubillah min dzalik. (Portal Islam, 03/05/2021)
Sungguh miris hal ini terjadi. Membenarkan kekufuran dan menjajakan toleransi di rumah beribadah umat lain adalah bentuk keharaman yang nyata. Secara tegas Allah Swt berfirman:
ان الد ين عند الله الإسلم
"Sesungguhnya agama yang di ridhai disisi Allah hanyalah Islam". (Qs.Ali-Imran: 19)
Ayat di atas Allah Swt menegaskan bahwa Agama yang di ridhai Allah Swt hanyalah Islam bukan yang lain. Tidak sepantasnya seseorang yang mengaku dirinya beriman menyamakan Islam dengan agama yang lain. Terlebih menyamakan Allah Swt sebagai Rabbul A´lamiin dengan dengan tuhan yang lain.
Bentuk pluralisme yang terjadi dapat mengaburkan pemahaman kaum muslimin awam yang belum terbentuk keimanan yang kokoh. Jelas ini bahaya yang tidak dapat dibiarkan. Sepantasnya kita menghentikan ide yang bercokol di tengah umat.
Mengenai toleransi dan penerapannya, sesungguhnya Islam yang agung telah memberikan panduan yang jelas kepada kita. Rasulullah Sawpun telah mengajarkannya. Seperti yang tertuang dalam Qs.Al-Kafirun ayat 6:
لکم د ينکم وليدن
"Untukmu agamamu dan untukku agamaku". (Qs.Al-Kafirun:6)
Ayat Al-Qur´an di atas sebagai pegangan dalam mewujudkan nilai-nilai toleransi. Dimana, dalam masalah akidah dan ibadah kita sebagai kaum muslimin cukup untuk menghormati saja. Tanpa ikut campur urusan mereka. Hidup damai berdampingan dan saling tolong menolong dalam masalah muamalah saja. Seperti pada masa Islam berjaya agama selain Islam di biarkan untuk melakukan ritual beribadah sesuai apa yang mereka yakini dan tidak ada paksaan untuk masuk Islam. Keharmonisan hidup beragama hanya terwujud tatkala Islam diterapkan secara kafah. Selain itu, ide pluralisme beragama mampu dilenyapkan. []
Wallahu a´lam bishawab.
Oleh Sri Mulyati
Mahasiswi
0 Komentar