Idul Fitri telah Kita Lewati, Saatnya Raih Kemenangan Hakiki, dengan Khilafah yang Dinanti


Ramadan telah pergi dan kita pun telah melewati hari kemenangan hakiki.

Secara bahasa Idul Fitri juga sering diartikan dengan "Kembali Ke Fitrah"Ar-Razi (Mukhtar as-Shihah, 1/212) menuturkan bahwa fitrah berasal dari kata Fa-tha-ra (mencipta) sedangkan mencipta bermakna mengadakan sesuatu dari awal. Secara bahasa fitrah juga berarti Al-khilqah (Naluri, pembawaan) dan Ath -thabiah (tabiat karakter, jatidiri) yang diciptakan Allah SWT pada manusia. (Jamal Al-din Al-jauzi, Zad Al-masir, VI/151;az-Zamakhsyari, al-kasysyaf, III /463). Dengan demikian fitrah bisa dimaknai sebagai sesuatu yang asli. Karena itu, "Kembali Ke Fitrah" Maknanya adalah kembali ke jatidiri/tabiat/karakteristik penciptaan yang asli. Dalam hal ini, Allah Swt berfirman: 

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. " QS. ar-Rum(30): 30).

Menurut Al Qurtubi mengutip dari gurunya Abu al-Abbas, menyatakan ayat tersebut mengungkap kan bahwa Allah Swt telah menciptakan kalbu (akal) anak Adam untuk bersiap sedia menerima kebenaran sebagaimana mata diciptakan siap untuk melihat dan telinga untuk mendengar. Selama kalbu anak Adam tetap dalam fitrahnya,ia akan mengenali kebenaran. Dalam hal ini Islamlah kebenaran itu. (Tafsir al-Qurthubi, XIV/29). 

Berdasarkan paparan di atas bahwa kembali ke fitrah berarti kembali kepada karakteristik penciptaan manusia itu sendiri yang asli dengan siap menerima kebenaran. Kebenaran itu sendiri adalah Islam bukan yang lain. 

Sejatinya seorang muslim yang melaksanakan ibadah saum memahami tentang dirinya sebagai makhluk yang serba lemah, serba kekurangan dan sangat membutuhkan yang serba Maha yaitu Allah. 

Dengan memahami hal ini tentu manusia tidak layak sombong apa lagi hingga menolak hukum aturan Allah. Karena hal tersebut akan menjauhkan seseorang dari fitrahnya. Menjauhi dari fitrahnya tentu kesengsaraan yang akan kita dapatkan. Hal ini sebagaimana dengan kondisi umat Islam saat sekarang. 

Kita umat Islam terpuruk dalam semua bidang. Orang kafir  sedikitpun tidak merasa hormat apalagi takut dengan umat Islam saat ini. Umat Islam laksana harimau yang sudah kehilangan taringnya. Laksana anak ayam yang kehilangan induknya tak ada tempat untuk berlindung.

Hal ini karena saat ini aturan yang bermain  adalah sekularisme. Ide ini telah menghempaskan umat ini menuju jurang kehancuran. Bahkan bulan Ramadan yang seharusnya dipenuhi dengan suasana ketaatan justru sebaliknya. Banyaknya perilaku kemaksiatan yang diakomodir oleh penguasa. Penguasa yang tunduk terhadap titah dari Barat hingga akhirnya umat Islam kian terpuruk hingga tercerabut dari fitrahnya. 

Satukan Langkah Menuju Tegaknya Syariah dan Khilafah

Melihat kondisi saat ini tentu kita harus segera berbenah diri. Ramadan seharusnya mengharuskan kita berbenah diri, introspeksi atas segala kesalahan yang telah kita lakukan. Tentunya segera bertaubat agar segala kesengsaraan yang dialami umat ini segera berakhir. 

Melakukan sebuah perubahan yang hakiki dalam seluruh aspek kehidupan. Menuju ketaatan, kembali ke fitrahnya dengan berusaha berjuang sekuat tenaga untuk menerapkan aturan Allah dan Rasul-Nya dalam bingkai syariah dan khilafah. 

"Pada hari kemenangan itu bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dialah Yang Maha perkasa dan Maha Penyayang. (QS.ar-Ruum( 30) 4-5). []

Wallahu a'lam bishshawab.


Oleh Heni Ummu Faiz

Posting Komentar

0 Komentar