Cuti bersama lebaran memang telah berlalu. Tetapi ada banyak hal yang harus dievaluasi dan dibenahi oleh pemerintah Indonesia terkait berbagai kebijakan yang terkesan tidak jelas dan tentu membingungkan masyarakat. Kebijakan menjelang dan pasca lebaran mendapat banyak kritik, khususnya dari warganet. Pasalnya, di tengah keributan larangan mudik jelang lebaran oleh sebab pencegahan penyebaran yang lebih meluas dari virus yang masih jadi isu dunia, pemerintah justru ‘mempersilakan’ masyarakat untuk libur lebaran di tempat-tempat wisata setempat dengan membuka kawasan wisata tersebut. Alhasil beberapa tempat wisata kelimpungan menghadapi membludaknya wisatawan.
Pantai Ancol di Jakarta pada Jumat (14/5/2021) bahkan mendapat kunjungan wisatawan sebanyak 39 ribu orang (https://nasional.sindonews.com/). Tempat wisata di Jawa Barat yang sempat dibuka juga menghadapi lonjakan kunjungan, khususnya objek wisata di Pangandaran dan Ciwidey (https://www.kompas.com/). Hal tersebut direspon keras oleh warganet karena dikhawatirkan menjadi titik mula tragedi tsunami corona sebagaimana yang terjadi di India. Sehingga membuat pemerintah setempat terpaksa harus menutup objek wisata tersebut. Meski beberapa tempat menolak untuk menutupnya, seperti penolakan pedagang serta pengelola wahana permainan di Pantai Carita yang protes atas plin plannya kebijakan buka tutup tempat wisata (https://www.viva.co.id/).
Kejadian tersebut menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat, apakah pemerintah tidak memprediksi akan adanya lonjakan pengunjung dengan dibukanya tempat-tempat wisata pada momen cuti bersama lebaran? Padahal sudah jauh-jauh hari para pakar mengingatkan bahayanya tetap membuka kawasan wisata meski sudah dilarang untuk mudik karena dapat menimbulkan kerumunan dan justru memperluas penyebaran Covid-19. Lagi-lagi alasan yang senantiasa digulirkan adalah ekonomi versus kesehatan. Pembukaan kawasan wisata digadang-gadang agar roda perekonomian tetap berjalan di tengah masyarakat. Meski kebijakan tersebut berakhir dengan kalang kabutnya pemerintah menutup dan kembali melarang.
Padahal jika sekali lagi ditelaah, kebijakan plin plan ini sangat berbahaya dan justru merugikan rakyat. Baik dari aspek kesehatan maupun ekonomi. Tidak satu pun yang memberikan keuntungan kepada rakyat. Dibukanya sektor pariwisata di tengah cuti lebaran hanya mempertegas kepada siapa pemerintah berpihak. Karena tentu raup keuntungan terbesar dari dibukanya sektor pariwisata adalah para pembisnis sektor wisata. Rakyat hanya menikmati remah-remah yang bahkan tidak seberapa. Justru tugas pokok negara untuk memberikan jaminan hidup kepada rakyat baik dalam kondisi pandemi, ketika ekonomi semakin sulit ataupun kondisi normal kembali terabaikan. Negara yang bertugas untuk melindungi rakyat dari penyebaran virus maupun kesulitan ekonomi kehilangan peran saat ini.
Sedangkan di dalam Islam, ini adalah satu kesalahan fatal ketika penguasa yang diangkat oleh umat justru lebih berpihak kepada sektor ekonomi yang keuntungannya hanya dinikmati para pemilik bisnis. Penguasa seharusnya tidak plin plan untuk memilih apakah kesehatan atau ekonomi yang harus didahulukan dalam kondisi tersebut.
Karena dalam Islam, nyawa rakyat bahkan nyawa seorang manusia dalam naungan Islam sangat berharga untuk dilindungi. Penguasa tidak boleh abai dalam mengurusi kesehatan rakyat baik kondisi normal, apalagi dalam kondisi pandemi saat ini. Penguasa harus megambil tindakan cepat, serius melindungi dan menyelesaikan masalah pandemi dengan mengutamakan kesehatan.
Adapun sektor ekonomi yang menjadi dampak dari kondisi pandemi saat ini juga akan tetap ditangani dengan serius oleh penguasa di dalam Islam tanpa harus mengabaikan kesehatan dan keselamatan rakyatnya. Caranya adalah dengan tetap menjaga pos-pos pemasukan negara yang disyariatkan dari sektor-sektor ril, seperti kekayaan sumber daya alam yang dikelola negara untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk paket-paket jaminan hidup sandang, pangan, dan bahkan papan.
Negara di dalam Islam tidak akan menumpukan kebutuhan ekonominya pada sektor pariwisata dan pinjaman utang dari negara asing. Sehingga dalam kondisi krisis sekalipun, Islam tetap akan mendistribusikan kebutuhan pokok rakyatnya melalui pos pemasukan yang jelas dicontohkan Rasulullah dan dijelaskan syariat Islam untuk mengurusi urusan umat. Sudah saatnya kaum Muslimin dan umat hari ini kembali kepada solusi Islam yang tidak akan gagap memilih kesehatan dan ekonomi. []
Oleh Syifa Nailah Muazarah
0 Komentar