Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Menpan RB) Tjahjo Kumolo tak menampik masih mendapati PNS atau ASN yang terjerat korupsi. Tjahjo menyebut setiap bulan Kemenpan RB memecat tidak hormat para PNS korup. “Jujur kami tiap bulan rata-rata hampir 20 hingga 30 persen PNS yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, harus kami ambil keputusan untuk diberhentikan dengan tidak hormat," kata Tjahjo Kumolo dalam acara rilis survei LSI virtual, Minggu (18/4).
Survei LSI juga mendapati kegiatan korupsi terjadi karena kurangnya pengawasan, keberadaan campur tangan politik dari yang lebih berkuasa, akibat gaji yang rendah, bagian dari budaya atau kebiasaan di suatu instansi.
Melihat berbagai penyebab maraknya praktik korupsi di berbagai instansi seharusnya menjadi perhatian dan pertimbangan sebuah solusi. Ancaman pemecatan dan pemberian sanksi rasanya sangat tidak bersifat substantif. Solusi yang dihadirkan seharusnya tidak hanya dari aspek kuratif, namun juga aspek preventif. Terlebih lagi fenomena kondisi penjara bagi tawanan berompi oranye mendapatkan fasilitas prima dan mewah. Dan juga remisi serta pengurangan masa tahanan para koruptor membuat rakyat semakin pesimis akan efek jera yang seharusnya dirasa.
Korupsi di negeri ini adalah problem sistemis, namun mengapa solusi yang dihadirkan selalu tambal sulam? Sudah sekian puluh tahun Indonesia merdeka, tapi mengapa terasa sulit terlepas dari budaya korupsi? Satu dekade lebih terlewati, namun kasus mega korupsi BLBI bak ditelan bumi. Kasus extraordinary crime ini seharusnya dituntaskan lebih serius. Janji-janji melangit pemberantasan korupsi yang menjadi andalan tak lain hanya sebatas harapan yang tak kunjung terwujudkan.
Maraknya praktik korupsi karena sistem kapitalisme yang menjangkiti negeri ini. Itulah alasan mengapa korupsi kian menjamur, padahal upaya berupa ancaman dan penangkapan sudah sering dilakukan. Pelaku korupsi terjadi bukan semata kelalaian individu, melainkan sistem yang berlaku. Paham sekuler kapitalistik menghilangkan nilai-nilai takwa dari politik dan pemerintahan secara kolektif. Walhasil tidak ada kontrol internal yang menyatu dalam diri politisi, pejabat, pegawai dan aparatur negara. Terlebih sistem politik demokrasi yang mahal mengindikasi terjadinya celah praktik korupsi.
Islam sebagai din rahmatan lil ‘alamin, sudah jauh hari memberikan solusi dari berbagai problematika kehidupan manusia, salah satunya isu korupsi. Islam sangat mengecam perbuatan korupsi dan juga sudah mengatur sedemikian rupa agar praktik-praktik tak elok tidak mendapatkan peluang sedikit pun yang meliputi berbagai aspek.
Pertama, akidah Islam melahirkan ketakwaan individu. Namun dalam Islam, sistem pendidikan Islami mencetak ketakwaan seseorang secara sistematis. Maka dari itu, sistem pendidikan hari ini juga menjadi alasan penting mengapa hari ini banyak lahir para politisi, pemimpin, pejabat, aparat yang tidak amanah. Karena sekularisme menihilkan terciptanya situasi takwa di berbagai lini kehidupan dan justru mencetak pribadi-pribadi yang materialis dan oportunis.
Kedua, sistem politik Islam tidak berbiaya. Kepemimpinan Islam yang bersifat tunggal meluputkan fenomena hadirnya cukong-cukong yang akan merecoki kebijakan negara dan politik balas budi.
Ketiga, hukum sanksi Islam yang dikenal bersifat sebagai pencegah dan memberi efek jera. Setiap pelaku korupsi akan dikenai ta’zir yang akan diserahkan kepada ijtihad khalifah atau qadhi. Sebagaimana ijtihad Umar bin Khattab ra yang menetapkan hukum cambuk dan penjara sangat lama pada pelaku korupsi.
Oleh karena itu, penyelesaian korupsi tidak sebatas dilihat dari satu aspek saja, namun melibatkan seluruh aspek kehidupan. Sistem pendidikan, sosial, politik serta uqubat (sanksi) dalam Islam saling mengikat. Dan semua sistem atau aturan dalam Islam hanya mampu diterapkan dalam naungan institusi yang benar dan tepat, yakni Khilafah Rasyidah.
Maka dari itu, kembali kepada syariat Islam permasalahan korupsi akan terselesaikan. Dan memang Islam turun sebagai problem solver permasalahan manusia. Maka hendaknya kita menunaikan kewajiban agar konsep langit nan agung ini terbumikan. Agar keadilan serta rahmat Allah bisa kita rasakan. Wallahu a’lam bishowab.[]
Oleh Safina Zuhairoh.
0 Komentar