Untuk kesekian kalinya kelompok kriminal bersenjata (KKB) kembali membakar sejumlah fasilitas umum yang dibangun oleh pemerintah seperti gedung sekolah, perumahan guru, gedung puskesmas dan akses jalan raya di sejumlah wilayah Kabupaten Puncak, Provinsi Papua, sejak Minggu (2/5/2021) hingga Senin (3/5/2021). Sebelumnya, Kepala BIN Daerah (Kabinda) Papua, Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha setelah ditembak kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Kampung Dambet, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, Minggu (25/4/2021).
Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto menyampaikan, Danny gugur saat terlibat kontak tembak dengan KKB.(kompas.com, 26/4/2021). Setelah sekian lama KKB membuat berbagai kerusuhan di tanah Papua maka secara resmi Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memastikan telah mengkategorikan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua serta seluruh organisasi dan orang-orang yang tergabung di dalamnya, dan yang mendukung gerakan tersebut, sebagai teroris. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Mahfud menyebut KKB sudah sepatutnya masuk dalam kategori teroris. Dimana terorisme adalah setiap perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulakn suasana teror atau rasa takut secara meluas yang dapat menimbulkan korban secara masal. KKB telah banyak melakukan hal itu dari waktu ke waktu.(CNN Indonesia.com, 29/4/2021).
Menelaah lebih jauh terkait kondisi ini, termasuk siapa dalang dibalik KKB ini, Pengamat teroris dan intelijen dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya berpendapat, pelaku penembakan dan penyanderaan warga di Papua tidak bisa dilabeli sekadar Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) karena ada dimensi politis dari gerakan mereka, terlihat dari tiga tuntutan mereka seperti yang diungkapkan oleh mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Pertama, bubarkan Freeport. Kedua, militer Indonesia harus ditarik keluar dari Papua dan diganti dengan pasukan Keamanan PBB. Ketiga, Pemerintah Indonesia harus menyetujui pemilihan bebas atau referendum. Artinya rakyat Papua bisa menentukan nasib sendiri. Mereka terorganisir, punya jaringan di dalam dan luar negeri, diantaranya orang lokal papua yang oportunis dan punya kepentingan politik, mereka juga banyak tinggal di luar negeri, ada juga pihak asing yang terbaca dari setiap gejolak di Papua diikuti dengan suara dari beberapa negara. Mereka mendorong bahkan memberi tekanan yang target utamanya adalah lepasnya Papua dari Indonesia.(Kompas.com, 23/9/2017).
Selain itu, Kepala Badan Bela Negara menegaskan dari sudut pandang penegakan hukum berdasarkan United Nation Convention Against Transnational Organized Crime (UNCATOC), kasus yang terjadi di Papua, seperti pembunuhan dua guru sekolah, Kabinda BIN Papua, anggota Brimob serta pembakaran beberapa sekolah di Papua, merupakan kasus serius. Merujuk pada UNCATOC, kejahatan yang dilakukan tersebut dapat digolongkan kepada Kejahatan Transnasional Terorganisasi (TOC). Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menuturkan beberapa bukti kejahatan teroris di Papua masuk ke dalam TOC di antaranya adanya temuan dua kasus pasokan senjata api ke Papua dari Makasar dan Maluku oleh kegiatan kelompok bersenjata (KKB), adanya penyelundupan senjata api dari WNA asal Philipina melalui Sangihe Talaud dan Nabire ke Papua, serta adanya temuan kasus penyelundupan amunisi oleh seorang WNA asal Polandia ke Papua. Selain, KKB di Papua didanai dari pertambangan emas illegal dan hasil rampasan harta rakyat di Papua oleh KKB.(detikNews, 3/5/2021).
Disebutkan juga mereka mendapat dukungan dari kelompok teroris internasional. Hal itu disampaikan Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar,Dave Laksono dalam diskusi bertajuk “Peran TNI dalam Menumpas KKB di Papua” di Gedung DPR, Selasa (27/4).Ia menyebutkan adanya sejumlah jejak kegiatan di luar negeri, termasuk di Belanda, pendekatan hukum dan ekonomi saja tidak cukup untuk menghadapi mereka.
Apalagi persenjataan yang mereka gunakan cukup canggih sehingga bisa menewaskan perwira tinggi militer Indonesia dengan tembakan tepat di kepala.(kabar24Bisnis.com,27/4/2021). Senada dengan itu, pengamat teroris dari Universitas Indonesia Ridwan Habib dalam program Newsmaker Medcom.id, menyebutkan bahwa KKB Papua ini juga mendapat sokongan dana dari sejumlah pihak. Bahkan, bantuan diduga berasal dari kelompok internasional di luar negeri.
Kondisi Papua ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah Papua Sejak 1970-an, di Papua telah ada gerakan pro-kemerdekaan yang meminta referendum lain. Hasil referendum Penentuan Pendapat Rakyat/Pepera (Act of Free Choice) pada 1969 yang dihadiri oleh 1.022 perwakilan penduduk Papua yang dipilih pemerintah menyatakan Papua sebagai bagian dari Indonesia. Namun, ada banyak pendukung kemerdekaan Papua yang merasa Pepera dilakukan di bawah tekanan militer.(matamatapolitik.com, 25/1/2021). Sedangkan akar masalah Papua menurut Peneliti Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiatri mengatakan, ada empat hal yang belum terselesaikan oleh pemerintah, antara lain:
Pertama, diskriminatif dan rasisme.
Kedua, penyelesaian pelanggaran HAM yang tak kunjung selesai. Khususnya kasus Wasior, Wamena, dan Paniai sehingga menjadikan traumatik masyarakat Papua akan operasi militer
Ketiga, Proses integrasi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang belum tuntas.
Keempat, pemerintah dinilai gagal melakukan pembangunan di Papua. Kondisi kemiskinan di Papua semakin tinggi terutama di wilayah kabupaten dan kota.
Termasuk adanya intervensi asing khususnya Amerika Serikat (AS) yang dinilai sangat berkepentingan dengan Bumi Cenderawasih.
Papua dengan kekayaan alamnya yang luar biasa merupakan aset bangsa Indonesia yang harus terus dijaga, dan seharusnya tidak mengalami masalah disintegrasi. Keberagaman adalah fitrah bagi negeri ini. Berbeda suku, ras, agama, sejarah dan lainnya. Namun, bila perbedaan itu tidak disatukan dengan konsep yang akan meleburkan, maka keberagaman itu akan selalu menjadi potensi konflik.
Perlakuan yang adil oleh Pemerintah mutlak dilakukan. Keadilan dalam pembangunan infrastuktur dibutuhkan sesuai dengan kondisi, juga keadilan dalam pembangunan lainnya. Dengan itu Papua merasa ‘ingroup’ dengan bangsa Indonesia lainnya. Adanya kaum separatis harus ditangani dengan tegas. Pemahaman yang komprehensif akan peta masalah di Papua mutlak dilakukan agar tidak keliru dalam penanganan kaum separatis ini. Terutama bila mereka bersembunyi di balik LSM atau organisasi keagamaan yang disokong oleh kepentingan asing.(alwaie.id).
Nampaknya negeri ini perlu belajar dari Islam bagaimana mempersatukan seluruh dunia dengan berbagai suku, agama, ras yang berbeda selama 1300 tahun dan bisa memimpin 2/3 dunia dalam bingkai negara khilafah Islamiyyah yang berasaskan aqidah Islam, dengan penerapan syariat Islam secara kaaffah yang senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan , mengharamkan disintegrasi apalagi karena intervensi asing, khilafah Islamiyyah akan mengamankan seluruh negara dari pengaruh-pengaruh asing yang merusak dan memecah belah dengan berbagai dalih kerjasama antar bangsa dalam bidang ekonomi, politik dan sosial budaya. Karena sejatinya itu hanya penjajahan gaya baru.
Dalam khilafah senantiasa ada penjagaan dalam Keadilan pembangunan, kemandirian ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya, masing-masing individu rakyatnya diperhatikan kesejahteraannya tanpa kecuali apakah dia berkulit putih atau kulit hitam bermata sipit atau bermata belok, apakah dari golongan bangsawan atau budak semua sama dalam pandangan Islam, karena kemuliaan manusia menurut Islam bukan karena fisik nya tapi ketaqwaannya, kedudukan warga negaranya sama dihadapan hukum dan penerapan Islam.
Suatu ketika ada tindakan kriminal yang dilakukan oleh seorang bangsawan, dan ada yang meminta untuk tidak perlu dihukum, Rasulullah SAW bersabda: "Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum). Namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya." (HR Bukhari).
Begitulah salah satu contoh keadilan Islam, karena hukum dan Pemerintahan dalam Islam mengikuti apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah SWT, semua harus diposisikan sama siapapun dia, Maka dengan mengharap kepada Allah semata saatnya berpikir ada sistem alternatif pemersatu umat yang tegas kepada kebathilan dan tsiqoh kepada kebenaran sesuai perintah Allah saja, niscaya Indonesia akan menjadi baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofur. Wallahu a'lam Bi asshawwab.
Hanin Syahidah
0 Komentar