Kebijakan larangan mudik untuk kedua kalinya dikeluarkan oleh pemerintah, tidaklah main-main. Dilansir dalam Radar Bogor Tanggal 05 Mei 2021, sebanyak 1.200 personil gabungan TNI, Polri, bersama Pemerintah Kota (Pemkot) disiagakan dalam pengamanan Hari Raya Idul Fitri 2021 pada operasi ketupat dalam rangka larangan mudik lebaran. Kalporesta Bogor Kota Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro mengatakan, operasi ketupat dilakukan untuk penyekatan pemudik dan untuk pencegahan Covid-19 khususnya.
Larangan kebijakan mudik telah berlangsung selama dua tahun berturut-turut. Kebijakan ini sontak menimbulkan reaksi bagi masyarakat muslim, pasalnya mudik bukanlah sekedar tradisi yang dilakukan seluruh umat muslim menjelang merayakan hari raya idul fitri. Namun hakikat mudik sangatlah penting bagi kaum muslim, dimana mereka bisa bertemu dengan orang tua dannsanak keluarga yang tidak bisa mereka lakukan kecuali pada saat lebaran. Jarak yang memisahkan mereka yang harus bekerja jauh dari kampung halaman, menjadikan mudik sebagai hal yang sangat ditunggu dan dirindukan.
Namun untuk kedua kalinya masyarakat harus menelan rasa kekecewaan yang mendalam dan melupakan rasa rindu pada kampung halaman, sebagai dampak dari pelarangan mudik yang ditetapkan oleh pemerintah, dengan alasan untuk mengantisipasi dan menekan penyebaran virus Covid-19. Alasan ini sangatnya klise, karena apabila pemerintah benar-benar ingin menekan penyebaran Covid-19 mengapa restoran, pusat-pusat perbelanjaan dan destinasi wisata dibuka? Padahal dibukanya tempat-tempat tersebut mengakibatkan kerumunan orang yang sangat parah. Sebagai contoh lautan manusia membludak di pusat perbelanjaan tanah abang yang berbelanja untuk persiapan lebaran.
Selain itu, kebijakan larangan mudik selalu berubah-ubah, awalnya pemerintah membolehkan mudik lokal sesama Jabodetabek. Juga membolehkan masyarakat melakukan perjalanan ke tempat-tempat wisata asalkan jangan mudik. Kebijakan itu berubah lagi, karena kemudian mudik sesama Jabodetabek pun dilarang. Belum lagi, larangan mudik ini terkesan berlebihan, pasalnya di sebagian tempat aparat menjaga dengan menggunakan senjata. Tragis, masyarakat dipaksa mematuhi peraturan pemerintah hingga harus menggunakan senjata untuk memastikan tidak ada masyarakat yang mudik.
Sebenarnya apabila alasan larangan mudik memang benar-benar untuk menekan angka kasus Covid-19, maka pemerintah pun harus menutup tempat-tempat yang rentan terjadi kerumunan orang. Bukan malah melarang sebagian (mudik) dan membolehkan sebagian yang lain. Dan anehnya pemerintah pun membolehkan tenaga kerja asing (TKA) Cina untuk masuk ke Indonesia, padahal masuknya TKA juga menjadi salah satu sebab penyebaran Covid-19, apalagi asal mula virus ini berasal dari negara Cina. Jadi, sangatlah wajar apabila banyak masyarakat yang tidak mematuhi dan nekat melanggar larangan mudik. Karena masyarakat melihat bahwa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, semakin memperlihatkan ketidakseriusannya dalam mengatasi wabah pandemi, dan bukanlah ditujukan untuk menyelamatkan nyawa rakyat seperti yang sering diungkapkan. Karena faktanya yang terjadi bagaikan jauh panggang dari api, antara tujuan dan implementasinya sangatlah bertolak belakang.
Jika kita meneliti kebijakan yang keluarkan oleh pemerintah ini lebih cenderung untuk meraih orientasi/manfaat ekonomi. Maka pelarangan mudik dilakukan karena tidak berorientasi ekonomi, berbeda halnya dengan dibukanya restoran, pusat perbelanjaan dan tempat wisata yang jelas-jelas manfaat ekonomi akan diraih dari tempat tersebut. Dengan demikian alasan menekan penyebaran Covid-19 hanyalah alasan klise yang dilontarkan pemerintah agar masyarakat mau mematuhi aturan pelarangan mudik.
Sejak awal pandemi Covid-19 menyerang negeri ini, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak menyentuh akar permasalahan. Oleh karena itu terjadi gonjang-ganjing masalah perekonomian di negeri ini akibat pandemi. Solusi tambal sulam yang selalu berorientasi ekonomi, menjadi landasan dari kebijakan ini. Walhasil, nyawa rakyat harus menjadi korban akibat kecerobohan dan ketidakpedulian pemerintah yang hanya mengeluarkan kebijakan dengan menjadikan manfaat ekonomi sebagai prioritasnya dibandingkan nyawa rakyatnya.
Padahal untuk mengatasi pandemi dibutuhkan ketegasan dan aturan/kebijakan yang benar. Seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabat, pada saat itu Islam mampu mengatasi pandemi dengan cepat dan menyeluruh. Yakni dengan melakukan test dan tracing kepada seluruh masyarakat untuk mengetahui dan memisahkan mana yang sakit dan yang sehat. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir dan mengantipasi semakin banyaknya korban jiwa.
Setelah test dan tracing dilakukan, orang yang sakit diisolasi dan diberikan pengobatan dengan kualitas terbaik hingga mereka sehat kembali. Sedangkan yang sehat bisa melakukan aktivitas seperti biasa tanpa ada rasa khawatir akan terpapar wabah virus tersebut. Negara pun dalam hal ini memiliki peran yang paling utama dalam memenuhi semua kebutuhan masyarakat, baik yang sehat maupun yang sakit dengan memberikan asupan makanan agar imunitas tubuh dapat melawan virus dan yang sakit pun bisa segera sembuh.
Untuk membiayai kebutuhan masyarakat, khalifah mengambil dari kas baitul mal. Sehingga negara mampu menjamin dan memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan nyawa rakyat, karena nyawa sangat berharga dalam Islam. Seperti ditegaskan dalam sabda Rasulullah Saw, ”Hilangnya dunia dan seisinya, lebih ringan disisi Allah daripada hilangnya nyawa seorang muslim tanpa hak”. Jadi yang menjadi orientasi negara adalah menyelamatkan nyawa rakyat, bukan orientasi materi/ekonomi seperti dalam sistem kapitalisme.
Penanganan pandemi hanya dapat terwujud secara sempurna dan menyeluruh jika negara menerapkan syariat Islam dibawah naungan sistem khilafah. Penanganan seperti inilah yang dibutuhkan oleh rakyat, dan rakyat juga membutuhkan pemimpin yang peduli pada keselamatan jiwa/nyawa mereka serta memenuhi dan menjamin kebutuhan hidup. Rakyat pun mampu melewati pandemi dalam suasana keimanan dan ketakwaan, yang meyakini bahwa pandemi ini sebagai ujian dari Allah Swt, dan semakin menambah keimanan mereka agar seluruh umat manusia tunduk dan patuh terhadap aturan Allah Swt. []
Oleh Siti Rima Sarinah (Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban)
0 Komentar