Palestina Merdeka Tanpa Khilafah, Bisakah?



Bulan suci Ramadan baru saja berlalu, hari kemenangan pun sudah terlewati. Haru biru menyambutnya pasti dirasakan oleh semua kaum muslimin di dunia. Namun menjelang hari nan fitri di sepuluh hari terakhir, terdengar dari seberang lautan sana, saudara Muslim sedang menjerit. 15r4El telah memberondong timah panas kepada jamaah di masjidil Aqsha saat sedang i’tikaf.   

Korban nyawa pun berjatuhan, belum lagi tempat tinggal yang luluh lantak akibat serangan roket yang bertubi-tubi. Banjir darah di mana-mana. Anak kehilangan ayahnya, istri kehilangan suaminya. Pemakaman sudah penuh dengan jasad mulia generasi penakluk, Muhammad Al Fatih.

Bukan hanya berondongan senjata dan roket namun Zionis juga telah menghilangkan hak-hak warga Palestina, pemukiman ilegal semakin merajalela, gangguan terhadap pelaksanaan ibadah di masjidil Aqsha semakin menjadi, pergerakan masyarakat Palestina pun dibatasi. Oleh karena itu, Indonesia mengecam keras agresi I5R4EL tersebut.

Dengan itu pada Ahad, 16 Mei’2021, OKI mengadakan Extraordinary Open-ended Ministerial Meeting of the OIC Executive Committee yang diselenggarakan secara virtual. Dihadiri oleh 16 Menteri dan Wakil Menteri Luar Negeri negara-negara anggota OKI dan juga wakil dari negara OKI lainnya (CNBC 16/5/2021).

Dalam acara tersebut, Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri manyampaikan tiga kunci agar permasalahan I5r4El-Palestina tidak berulang. Pertama adalah memastikan adanya persatuan di antara negara anggota OKI juga di antara semua pemangku kepentingan di Palestina. 

Kedua, OKI harus mengupayakan gencatan senjata, menyerukan agar masing-masing negara OKI menggunakan pengaruhnya yang mereka miliki untuk mendorong gencatan senjata secepatnya. Ketiga, OKI tetap fokus membantu kemerdekaan bangsa Palestina. Dalam kaitan ini, OKI harus lebih keras berupaya untuk mendorong dimulainya kembali negosiasi multilateral yang kredibel.

Dalam pernyataan penutupnya Retno menyampaikan bahwa perjuangan untuk mendukung kemerdekaan Palestina masih jauh dari selesai. Persatuan negara OKI harus terus dijaga untuk mendukung perjuangan Palestina. Keadilan harus tercipta bagi rakyat Palestina. Ia juga menekankan bahwa Indonesia akan terus mendukung perjuangan Palestina (CNBC 16/5/2021).

Selain itu, bentuk dukungan Indonesia lainnya pada Palestina adalah Presiden Joko Widodo juga mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menindak Israel. Berikutnya, Indonesia juga kerap mengirim bantuan kemanusiaan untuk Palestina baik dilakukan oleh warganya maupun melalui pemerintah. Terbaru pemerintah Indonesia mengatakan akan memberikan bantuan sebesar US$ 2,3 juta atau Rp 32,1 miliar kepada Palestina (Tempo.co 12/5/2021). 

Sedangkan di negara Arab sendiri, di tengah beberapa negara Arab melakukan normalisasi dengan I5R4EL, negara Arab lainnya justru mengecam serangan tersebut. Diantaranya Arab Saudi, Mesir, dan Kuwait (Republika.co.id 8/5/2021).

Dirilis dari CNNIndonesia.com, Mesir telah membuka pintu rafah, pintu satu-satunya yang membatasi antara Gaza dan Mesir. Hal ini dilakukan untuk mengirimkan 10 ambulans mengangkut warga Palestina yang terluka parah akibat serangan udara I5R4EL, ke salah satu rumah sakit di Mesir (15/5/2021).

Namun apakah usaha yang dilakukan oleh negeri-negeri muslim termasuk negeri-negeri Arab dapat menyelesaikan masalah Palestina? Puluhan tahun Palestina dibombardir, usaha yang dilakukan negeri-negeri Muslim dari tahun ke tahun hanya sebatas kecaman ataupun perjanjian. 

Dalam Channel Rayah TV, cendekiawan muslim, Ustaz Ismail Yusanto mengatakan bahwa masalah Palestina tidak bisa dipisahkan dari aqidah, ada beberapa hal yang mendasarinya, pertama, masjidil Aqsho adalah kiblat pertama kaum muslimin. Kedua, dalam surat Al Isra, ayat 1, Allah berfirman bahwa masjidil Aqsho merupakan tempat Nabi di mi’raj kan ke sidartul muntaha. 

Ia juga menjabarkan sejarah yang melatar belakanginya, pertama, Yahudi merasa bahwa wilayah antara sungai nil dan sungai Eufrat merupakan wilayah yang dijanjikan oleh mereka. Padahal hal ini tidak ada dasar teologis dan historis seperti yang dikatakan oleh Filsuf Perancis, Roger Garaudy.  

Kedua, saat itu Yahudi tahu bahwa Palestina negara yang bertuan dan berpenghuni, karenanya mereka berusaha datang dengan mengemis dan menyogok kepada Sultan Abdul Hamid 2, saat Daulah Khilafah Utsmani masih tegak. Namun mereka pulang dengan tangan hampa, karena ketegasan sang Sultan yang menyatakan bahwa tanah Palestina adalah milik kaum musimin.  

Ditilik dari sejarahnya saja sangat terlihat bahwa Yahudi lah yang menjadi predator, merebut tanah dan membumi hanguskan isinya. Namun hari ini masalah Palestina sengaja direduksi, hanya menjadi persoalan perbatasan negara. Ataupun mewujudkan dua negara merdeka. 

Pada kenyataannya, Palestina saat ini tidak bisa dikatakan sebagai sebuah negara, karena bukan hanya tidak mempunyai kekuatan militer, wilayah Palestina juga terpisah, yang satu di wilayah Gaza dan lainnya di Tepi Barat, hak masyarakatnya pun dicabut. 

Di saat yang sama, negara-negara Arab banyak diam dan hanya sekadar mengecam I5R4EL. Menurut Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ahmad Sahide mengatakan, hal ini karena negara-negara Arab memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap Amerika Serikat (Kompas.com 16/5/2021).

Padahal, AS memiliki lobi kuat terhadap Yahudi untuk menjaga politik luar negerinya, terutama dalam konflik I5r4El-Palestina. Dengan kondisi itu, Palestina pun tidak memiliki dukungan politik dan strategi perjuangan yang kuat seperti I5R4EL.

Oleh karena itu, kecaman ataupun bantuan saja tidaklah membuat Palestina lebih baik. Harus ada bantuan militer untuk mengusirnya dari tanah yang diberkati tersebut. Hari ini walaupun kuantitas muslim sedunia berkali lipat dari jumlah rakyat Israel, namun tak ada daya untuk minimal mengirimkan angkatan bersenjatanya dalam mengusir I5R4EL.

Sehingga harus ada kekuatan politik dari kaum muslimin agar perampas dan penjajah laknatullah ‘alayh ini dapat terusir seperti Rasulullah mengusir mereka dari tanah Madinah. Hal tersebut hanya bisa dilakukan dengan adanya institusi politik dari kaum muslimin berupa negara, itulah Daulah Khilafah Rasyidah. []

Wallahu’alam.


Oleh Ruruh Hapsari


Posting Komentar

0 Komentar