Konflik
Palestina membuat kaum msulimin seluruh dunia bergerak, ikut mengambil sikap
dan dukungan serta turut mengambil bagian dalam upaya menyelesaikan konflik
yang berkepanjangan tersebut. Terlepas dari apa dan bagaimana bentuk sikap dan
dukungan, namun pergerakan umat Islam seluruh dunia itu menunjukkan adanya
perasaan yang sama. Perasaan yang satu akan nasib yang menimpa kaum muslimin di
Palestina. Perasaan yang muncul bukan sekadar dari sisi kemanusiaan, tapi
perasaan itu muncul karena adanya aqidah Islam dalam diri mereka.
Islam
telah membentuk keyakinan yang amat kuat pada diri kaum muslimin akan kemuliaan
negeri Syam (termasuk di dalamnya Palestina) dan kesucian masjid Al Aqsha.
Bahwa penduduk Syam (termasuk Palestina) adalah tolok ukur kebaikan umat Islam
di seluruh dunia. Sabda Rasulullah saw:
إِذَا فَسَدَ أَهْلُ الشَّامِ فَلَا خَيْرَ
فِيكُمْ، لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي مَنْصُورِينَ، لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ
خَذَلَهُمْ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ
”Apabila kerusakan
terjadi pada penduduk Syam maka sudah tidak ada lagi kebaikan pada kalian. Senantiasa
akan ada di kalangan umatku orang-orang yang mendapatkan pertolongan Allah,
orang-orang yang menelantarkan mereka tidak akan memberi madharat kepada mereka
sampai terjadi hari kiamat.” (HR. Ahmad)
Keyakinan
inilah yang membuat kaum muslimin segera mengambil sikap. Karenanya bagi setiap
muslim yang terpatri aqidah Islam dalam dirinya, persoalan Palestina adalah
persoalan kaum muslimin. Persoalan Palestina adalah persoalan eksistensi Islam.
Persoalan Palestina adalah persoalan aqidah.
Karenanya
jika ada yang berpendapat bahwa Palestina dan Israel bukan urusan Indonesia
melainkan
urusan bangsa Arab dan Yahudi, maka ini jelas pernyataan yang tidak mendasar. Secara
kemanusiaan saja, serangan Israel ke Palestina jelas melanggar batas-batas
kemanusiaan. Kalau dilihat dari kacamata HAM, agresi tersebut jelas merupakan
pelanggaran HAM. Jadi jika ada manusia yang tak terusik hati dan jiwa
kemanusiaannya, maka perlu dipertanyakan terbuat dari apakah hatinya tersebut?
Di
sisi lain, munculnya pernyataan bahwa maraknya pro-kontra dukung-mendukung
perang Israel-Palestina itu disebabkan akibat serangan pemikiran ideologi
khilafah, juga merupakan argumentasi yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya.
Ini adalah argumentasi yang dibangun atas dasar asumsi. Tentu saja, bagi
seorang muslim, asumsi ini tidak boleh dijadikan sebagai rujukan.
Apalagi
Rasulullah telah memerintahkan untuk tetap menunjukkan kepedulian terhadap
berbagai urusan kaum muslimin. Rasulullah saw bersabda
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ،
وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ
تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan
orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi
bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka
seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).”
(HR. Bukhari Muslim)
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ
بَعْضُهُ بَعْضًا
“Permisalan seorang
mukmin dengan mukmin yang lain itu seperti bangunan yang menguatkan satu sama
lain.” (HR. Bukhari Muslim)
Dari
hadits-hadits ini jelaslah bahwa urusan Palestina adalah urusan kaum muslimin
dimanapun mereka tinggal. Urusan Palestina tak sekadar konflik di dunia sebab
kepedulian kita membela kehormatan dan kesucian Al Aqsha kelak di akhirat juga
akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Jadi jika bukan kaum muslimin yang
peduli dan membela eksistensi Islam disana, lantas siapa lagi? Wallahu a’lam
bishshowwab
Penulis : Kamilia
Mustadjab
0 Komentar