Pemudik VS Negara (Unboxing Kebijakan Galau Pemerintah)


Idul fitri merupakan momen puncak ibadah puasa yang dinantikan kedatangannya oleh umat muslim di seluruh belahan dunia, tak terkecuali umat muslim di Tanah Air. 

Berbagai ekspresi kebahagiaan diutarakan dengan berbagai macam cara, dari membeli baju baru, membeli varian kue lebaran, bikin ketupat hingga mudik alias pulang kampung dianggap sebagai salah satu tradisi yang senantiasa di lakoni umat muslim di Indonesia sebagai bentuk antusias menyambut hari lebaran. 

Namun pandemi covid-19 yang tak kunjung berakhir membuat berbagai regulasi menjadi rumit, pasalnya resiko penyebaran virus tak dipungkiri merupakan potensi yang sangat mungkin terjadi akibat dari lintas kota khalayak yang begitu massif saat berlangsungnya arus mudik menjelang lebaran. 

Hal yang menjadi polemik ditengah kegembiraan masyarakat menjelang lebaran adalah kegalauan pemerintah dalam menghadapi Covid-19 serta banyaknya paradoks yang muncul akibat kebijakan yang ditetapkan, pasalnya terekam pada pernyataan pertama mengenai mudik dari Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang menyatakan bahwa, pemerintah tidak akan melarang masyarakat untuk mudik pada Lebaran 2021. Perayaan Lebaran tahun ini diperkirakan masih dalam suasana pandemi Covid-19.

Hal tersebut ia sampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR, Selasa (16/3/2021), yang membahas sejumlah hal, salah satunya kesiapan transportasi untuk arus mudik dan arus balik Lebaran 2021.

Dilansir dari Kompas.com "Hal pertama yang bisa kami ungkapkan terkait mudik 2021. Pada prinsipnya, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan tidak melarang (mudik)," kata Budi dalam rapat kerja yang dipantau secara daring.

Pernyataan terbuka ini terekam jelas dibenak masyarakat, terlebih program vaksinasi dari pemerintah yang telah berjalan semakin membuat hasrat keluar rumah kian tak terbendung, hal ini pun menjadi batu loncatan menhub optimis akan mampu mengiringi proses masyarakat dalam berlangsung nya arus mudik, ia bahkan berniat akan berkoordinasi secara massif dengan satgas covid 19.

"Kementerian Perhubungan sebagai koordinator nasional angkutan Lebaran berharap penuh agar kegiatan mudik berjalan dengan baik. Oleh karenanya, saya mengajak kepada Bapak Ketua Komisi dan anggota untuk memantau persiapan mudik dan juga memantau proses mudik itu sendiri," Pungkasnya. Akan tetapi, pernyataan Menhub mengundang deras tanda tanya, sebab datang dari lawan arah, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito justru menegaskan bahwa pemerintah belum memutuskan kebijakan mengenai mudik lebaran Idul Fitri 2021. Menurut dia, pemerintah masih membahas apakah mudik lebaran akan diperbolehkan atau dilarang di tengah pandemi virus Corona.

Dilansir dari Tirto.com "Sejauh ini dengan kebijakan mudik lebaran masih dalam tahap pembahasan oleh kementerian dan lembaga terkait," ujar Wiku dalam keterangan pers perkembangan penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Selasa (16/3/2021), yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden. Wiku mengingatkan masyarakat bahwa perjalanan jauh seperti mudik berpotensi meningkatkan penularan Covid-19.

Hal ini merupakan gambaran adanya ketidakharmonisan antar pihak otoritas, dan miss koordinasi dan komunikasi yang berimbas pada kegelisahan masyarakat, sehingga seharusnya hal ini segera di hentikan dan menjadi bahan evaluasi agar tidak terulang dikemudian hari, sebab pemerintah adalah pusat keberlangsungannya regulasi bernegara, masyarakat akan hilang arah bila pemerintah nya saja tak memiliki orientasi yang jelas. 

Selain itu, kebijakan yang inkonsisten kembali dikumandangkan, hingga tak heran segala pondasi optimisme masyarakat yang telah dibangun runtuh seketika begitu larangan mudik mulai berkumandang, masyarakat yang telah merakit rencana bertemu keluarga besar langsung pupus harapan kala Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya resmi mengeluarkan aturan larangan mudik Idul Fitri 1442 H, bahkan menhub menyiapkan sanksi bagi siapa saja yang mudik. 

Regulasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 13 Tahun 2021 tentang pengendalian transportasi selama masa Idul Fitri 1442 H dalam rangka pencegahan Covid-19.

Dikutip dari Kompas.com “Pengendalian transportasi tersebut dilakukan melalui larangan penggunaan atau pengoperasian sarana transportasi untuk semua moda transportasi,” ujar Adita Irawati, Juru Bicara Kemenhub, dalam konferensi pers yang disiarkan Youtube Sekretariat Presiden (8/4/2021). 

Kesalahan komunikasi publik ini sepatutnya dihindari, ini memberikan kesan bahwa pemerintah memberikan harapan palsu dan angan-angan kebahagiaan lebaran kepada masyarakatnya yang sebagian besarnya umat muslim yang tentu saja menyambut hari kemenangan dengan tradisi mudik seperti tahun-tahun sebelumnya.

Pasalnya, masyarakat telah bersabar pada tahun lalu, tak bertemu sanak keluarga dikampung, polemik tahun lalu mengenai perbedaan makna pulang kampung dan mudik tak diambil pusing oleh masyarakat sebab masyarakat masih takut akan resiko penyebaran virus covid 19, seolah apapun namanya masyarakat telah bersepakat tidak akan keluar rumah meski lebaran menggungah selera bermudik akibat gejala psikologis yang terjadi karena virus covid masih hangat meradang seluruh dunia, namun gejala psikologis ini tak berlangsung lama, lebaran tahun 2021 adalah momen yang tak sama seperti lebaran tahun sebelumnya, masyarakat sudah merasa gagah terlebih adanya vaksinasi dan masyarakat sudah merubah pola dan mencoba mengendalikan situasi pandemi sehingga mereka merasa optimis akan bisa mudik tanpa takut akan resiko penyebaran virus Covid-19.

Gejala psikologis masyarakat ini seharusnya menjadi tinjaun pemerintah dalam mengambil kebijakan mengenai larangan mudik, pemerintah tak salah jika melarang masyarakatnya mudik, hanya saja apakah arus optimisme ini dapat di halau dengan tindakan yang plin-plan dari pemerintah, masyarakat cenderung tak mau tahu lagi dengan keputusan pemerintah, pasalnya berbagai kebijakan paradoks yang disuguhkan di tengah berlangsung nya pandemi kian membuat bingung masyarakat. 

Bukti dilematis pemerintah tak dipungkiri terekam jelas dibenak masyarakat, diperkuat dari pernyataan terbuka menhub yang memastikan tidak ada larangan mudik hingga akhirnya pemerintah dengan keras melarang mudik bahkan mengerahkan aparat bersenjata disejumlah titik, kemudian terakhir dikabarkan bahwa sejumlah tol ditutup demi menghadang masyarakat yang mobilitas ke berbagai kota, keputusan ini pun dinilai gegabah sebab pasalnya jika ingin menghadang mereka yang mudik, apakah dengan menutup tol adalah cara efektif? Apakah seluruh pengguna jalan tol adalah mereka yang mudik? Bagaimana kalau sebagian besarnya justru di dominasi oleh mereka yang pulang pergi kerja di ibu kota, maka kebijakan ini dinilai sebagai kebijakan yang cukup gegabah. 

Kemudian di sisi lain, pemerintah menghimbau agar masyarakat berwisata untuk mengisi cuti lebaran, lewat pernyataan terbuka Mentri pariwisata dan ekonomi kreatif Sandiaga Uno, kita dapat mengendus akan adanya kepentingan ekonomi, sebab jika memang kebijakan larangan mudik adalah semata-mata untuk menghindari dari resiko potensi penyebaran virus Covid-19 lantas mengapa kebijakan Mentri parawisata ini seolah mengatakan bahwa berwisata tidak menimbulkan penyebaran virus?

Hal ini pun mengundang deras keraguan publik hingga melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, masyarakat akan menganggap bahwa segala regulasi dari pemerintah hanyalah permainan kepentingan saja, hal ini akan diperburuk jika nantinya pemerintah Indonesia mengalami krisis kepercayaan, dan bukan mustahil ini akan menimbulkan keresahan publik semakin dalam bahkan konflik vertikal antara masyarakat dan pemerintah pun tak dapat dihindari. 

Lantas, sampai kapan pemerintah terus menerus mempertahankan ambiguitas dalam proses difusi hukum di tengah masyarakat yang majemuk? Dilematis terjadi bukan hanya disebabkan adanya penurunan daya elektabilitas pemerintah dalam menjalankan perannya melainkan juga sistem neoliberal yang tengah menghasut pemerintah agar tak sejalan dengan kemaslahatan umat bernegara. 

Untuk menjawab sampai kapan? Maka tentunya pemerintah haruslah melepas diri terlebih dahulu dari jerat-jerat sistem operasi pemerintahan yang tak sejalan dengan kepentingan masyarakat. Bila pemerintah tak segera mengevaluasi diri, entah akan dibawa kemana nasib Negeri ini. []

Wallahu a'lam bissowab.

Oleh Dian Fitriani


Posting Komentar

0 Komentar