Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memberikan advokasi perlindungan perempuan dan anak dalam penanggulangan bencana alam di daerah. Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus (PAKK) kemen PPPA Dianawati Lasmindar mengatakan, advokasi kaitan kebencanaan dilakukan karena biasanya Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), tidak tahu harus melakukan apa. Padahal, penanggulangan bencana bagi perempuan dan anak harus menjadi perhatian khusus. Hal ini sangat penting mengingat perempuan dan anak merupakan kelompok rentan dan harus mendapatkan prioritas ketika terjadi bencana (RadarBogor, 04/05/2021)
Kemen PPPA mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk segera mengeluarkan sebuah regulasi berupa peraturan Walikota (perwali) untuk melindungi perempuan dan anak ketika terjadi bencana. Permintaan kemen PPPA ini dikarenakan melihat fakta ketika bencana terjadi banyak perempuan dan anak-anak yang terlantar serta tak diurusi. Dengan adanya perwali ini kemen PPPA berharap perempuan dan anak mendapat prioritas khusus dikala bencana terjadi.
Adanya Perwali ini juga diharapkan pada saat bencana ada posko khusus perempuan dan anak, ada advokasi perlindungan perempuan dan anak. Perwali yang merupakan permintaan kemen DP3A ini juga bagian dari keinginan para aktivis gender yang berpendapat bahwa korban bencana perempuan dan anak harus dilindungi oleh aturan khusus bagi mereka. Sehingga dengan adanya perwali ini, tidak ada lagi perempuan dan anak yang tidak mendapatkan hak dan prioritas utama ketika mengalami bencana.
Perwali ini terlihat jelas mengusung ide gender, yang selalu melihat bahwa perempuan dan anak rentan sekali menjadi korban bukan hanya pada saat bencana saja tetapi juga dalam aspek kehidupan lainnya. Sehingga para aktivis gender ini sangat gencar untuk memperjuangkan nasib perempuan dan anak, agar mereka mendapatkan perlakuan sepadan dengan kaum laki-laki. Mereka melihat perempuan dan anak saat ini lebih sering menjadi korban, baik fisik maupun psikis. Dengan perwali ini mereka menginginkan perempuan dan anak lepas dan bebas dari segala bentuk diskriminasi.
Menanggapi banyaknya bencana banjir yang terjadi saat ini, menurut Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati, banjir ini diduga kuat terjadi akibat ekosistem yang sudah kehilangan daya dukungnya. Ketika ada cuaca ekstrim, daya dukungnya kolaps dan mengakibatkan bencana. Masih menurut beliau, pemanfaatan lahan untuk usaha penambangan dan perkebunan yang tidak dilakukan dengan AMDAL yang baik telah menyebabkan rusaknya ekosistem.
Bencana yang terjadi tentunya tidak hanya menimpa perempuan dan anak-anak, namun juga menimpa kaum laki-laki. Artinya yang menjadi akar permasalahan dari penanganan bencana yang menimpa perempuan dan anak bukanlah karena bias gender. Ini adalah anggapan yang sangat keliru, pasalnya kekacauan penanganan bencana alam terjadi merupakan dampak penerapan sistem kapitalisme oleh negara. Sistem ini tidak menjadikan penanganan bencana alam sebagai tanggungjawab penuh dari negara, dalam rangka menjaga dan menyelamatkan nyawa manusia.
Allah Swt berfirman, ”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar Allah menimpakan kepada sebagian mereka dari (akibat) perbuatan manusia, supaya mereka kembali ke jalan yang benar.” (TQS. Ar-Rum : 41)
Banyaknya bencana alam yang melanda negeri ini, menunjukkan dampak kerakusan para pemilik modal/kapital dan akibat salah kelola negara yang telah membuat regulasi yang hanya berorientasi pada keuntungan materi. Seharusnya kita menyadari bahwa bencana alam yang terjadi diakibatkan ulah tangan manusia yang merusak tatanan alam. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak menyadari hal ini. Justru para pemilik modal semakin tumbuh subur dalam habitat sistem kapitalisme dengan demokrasi sebagai sistem politiknya. Keserakahan pemilik modal dalam eksplorasi sumber daya alam secara massif, tentunya tidak terjadi dengan sendirinya. Ada dukungan dari tangan-tangan birokrat yang mempermulusnya, sehingga terjadilah liberalisasi, privatisasi dan deregulasi sebagaimana terjadi di negara neo liberal.
Kerusakan lingkungan dan dirampasnya kesejahteraan rakyat, tidak bisa diselesaikan dengan membuat regulasi/kebijakan agar kegiatan pertambangan memperhatikan lingkungan dan kesejahteraan warga sekitar. Solusi itu hanyalah solusi tambal sulam, bukan solusi mendasar atas problem bencana alam yang terjadi silih berganti. Kesalahan fatalnya terletak pada penerapan sistem ekonomi kapitalis yang menjadi asasnya. Oleh karena itu, upaya fundamental yang harus dilakukan adalah mengganti landasan sistem ekonomi kapitalis menjadi sistem ekonomi Islam.
Allah Swt menciptakan sumber daya alam (SDA) dalam jumlah yang cukup untuk dimanfaatkan oleh manusia hingga hari kiamat. Keserakahan kapitalislah yang membuat SDA terasa kurang. Karena itu, Allah Swt membekali manusia dengan akal agar dapat mengelola SDA sesuai dengan petunjuk Allah Swt. Sehingga bumi beserta isinya senantiasa mendapatkan keberkahan dari-Nya. Allah Swt berfirman, "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (TQS. Al A'raf : 96).
Untuk menjaga kelestarian SDA ini, Islam memiliki seperangkat hukum untuk mencegah terjadinya eksplorasi SDA oleh swasta yang mengakibatkan bencana alam. Dengan menetapkan tiga jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, umum dan negara yang pengelolaannya sesuai ketentuan yang telah ditetapkan syariat Islam. SDA yang jumlahnya tidak terbatas merupakan jenis kepemilikan umum yang pengelolaannya diserahkan kepada negara dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya, bukan diserahkan kepada swasta asing aseng dengan tujuan mencari keuntungan materi.
Dari sini sangatlah jelas bahwa terjadinya bencana alam diakibatkan oleh kerakusan dan keserakahan sistem kapitalisme dan penanganan bencana yang merujuk pada sistem kapitalislah yang menjadi akar masalahnya. Jadi bukan karena bias gender. Sehingga dibuatnya perwali perlindungan perempuan dan anak dikala terjadi bencana, tidak akan pernah menyelesaikan masalah dalam penanganan bencana. Solusi satu-satunya untuk menyelesaikan semua permasalahan yang dihadapi oleh bangsa ini adalah dengan menerapkan aturan Islam kaffah dalam naungan Khilafah, bukan menerapkan sistem yang lain. Semoga dengan izin Allah Swt, Khilafah segera tegak kembali agar rakyat hidup dalam kesejahteran dan keberkahan dari Rabb-nya. []
Oleh Siti Rima Sarinah (Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban)
0 Komentar