Nada sumbang mengiringi pengangkatan Abdi Negara Nurdin atau yang lebih dikenal Abdee Slank sebagai komisaris PT Telkom Indonesia (Persero). Beragam sentimen negatif mengiringi pengangkatan anggota grup band Slank itu sebagai Komisaris Independen PT Telkom.
Salah satunya, anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron yang mengingatkan Menteri BUMN Erick Thohir untuk selektif dalam menunjuk seseorang menjabat di perusahaan pelat merah.
"Jabatan direksi dan komisaris BUMN adalah domain menteri BUMN sebagai pemegang mandat saham merah putih, namun idealnya jabatan tersebut selektif, profesional, dan bukan jabatan balas jasa," kata Herman saat dihubungi, Sabtu (29/5/2021).
Kepala Riset PT MNC Sekuritas Edwin Sebayang, juga menilai bahwa pemilihan Abdee sebagai komisaris hanya sebagai balas jasa dari sisi dukungan politik.
Memang selama ini masyarakat menyaksikan, penunjukan pejabat di perusahaan BUMN yang akhirnya tidak memiliki parameter dan ukuran yang jelas. Menteri Erick bahkan seringkali, bukan saja memberikan tempat di BUMN bagi tim sukses pilpres yang lalu dan tentu yang disukainya, tetapi juga sering gonta-ganti direksi dan komisaris dalam rentang waktu yang singkat dan tanpa alasan yang jelas.
Kalau kita telusuri dari jejak digital, Abdee ini memang telah memberi kontribusi sebagai konseptor dalam menggalang insan musik di gelaran "Salam 2 Jari -- Revolusi Mental" bagi pemenangan Jokowi di Pilpres 2014. Ia sendiri pun sudah bergabung di barisan para pendukung Jokowi sejak Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. Bentuk dukungan Abdee ke Jokowi dalam bentuk perhelatan sebuah konser tersebut.
Sudah menjadi rahasia umum dan tidak heran lagi apabila kita menyinggung bahwa orang yang selama ini berada di balik pemenangan Jokowi di Pilpres 2019 kerap mendapat posisi empuk. Pesta demokrasi tersebut hingga kini masih diiringi oleh politik balas jasa yang memperdagangkan kewenangan birokrasi.
Padahal kala itu, Jokowi bersikeras mengklaim tak akan menerapkan politik balas budi atau bagi-bagi jatah. Baginya, yang terjadi adalah sebuah kalkulasi matang. Bagaimanapun pemerintahannya membutuhkan dukungan partai politik agar bisa terlaksana dengan baik.
Namun realitanya, komposisi menteri yang diberikan kepada parpol sebenarnya secara tidak langsung menunjukkan Jokowi-JK memang membagi-bagi jabatan secara “adil” kepada partai pendukung. Pada akhir periode mereka, jumlah total menteri dari partai ada 14 berbanding 20 dari non-partai. Komposisi menteri Jokowi-JK ini seperti memastikan bahwa mengutamakan kepentingan rakyat di atas elite hanyalah jualan kampanye.
Pada periode kedua kepresidenannya, Jokowi justru beralih dari kabinet ramping menjadi kabinet gemuk. Alasannya, dia ingin melakukan akomodasi semua kepentingan yang, sekali lagi, mengatasnamakan kepentingan rakyat. Tidak cukup enam partai di parlemen mendukungnya, Jokowi, yang kali ini berpasangan dengan Ma’ruf Amin, menambah Partai Gerindra sebagai bagian dari Kabinet Indonesia Maju.
Dengan komposisi ini, pembagian menteri tak jauh beda dengan sebelumnya. PDIP sebagai pemenang mendapat jatah empat menteri; disusul Partai Golkar (minus Luhut Panjaitan), PKB, dan Partai Nasdem dengan tiga menteri; kemudian Partai Gerindra dua menteri, dan PPP satu menteri. Selain itu Jokowi juga membagi-bagi posisi pejabat negara kepada tim sukses termasuk relawannya yang bergabung dalam pemenangan Pilpres 2019.
Jokowi pun menunjuk sejumlah nama menjadi menteri baru Kabinet Indonesia Maju. Nama-nama seperti Tri Rismaharini, Sandiaga Uno, hingga Yaqut Cholil Qoumas yang tentu saja dinilai menjadi bukti balas jasa Jokowi ke gerbong pendukung.
Sebanyak 6 dari 38 kursi menteri di pemerintahan dirombak Jokowi. Akan tetapi tidak satu pun jatah partai politik yang berkurang, justru jatah PKB bertambah.
Kursi menteri perdagangan tetap digenggam PKB dengan menempatkan pengusaha Muhammad Luthi, yang diklaim sebagai kader. Jatah PKB bertambah setelah Yaqut Cholil Qoumas menggantikan Fachrul Razi sebagai menteri agama.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo pun menilai Jokowi sedang melakukan politik balas jasa dengan mengangkat Yaqut di kementerian agama. Yaqut adalah politikus PKB. Ia juga warga nahdliyin yang menjabat Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, organisasi sayap PBNU.
"Gus Yaqut ya kita tahu mungkin itu balas jasa ke NU dan ke PKB karena NU-PKB jatahnya sedikit kemarin. Juga ada kaitannya dengan ramai-ramai FPI. Dengan ini, posisi NU ada di atas FPI dalam polarisasi berbasis identitas agama," kata Kunto kepada CNNIndonesia.com, Selasa (22/12).
Posisi menteri kelautan dan perikanan yang semula milik Gerindra kini ditempati ketua relawan Jokowi, Sakti Wahyu Trenggono. Namun Gerindra mendapat kursi menteri pariwisata dan ekonomi kreatif dengan terpilihnya Sandiaga Uno.
Menteri kesehatan yang dari awal tidak dijabat petugas partai, kini ditempati bankir Budi Gunadi Sadikin. Sementara kursi menteri sosial tetap milik PDIP setelah Tri Rismaharini ditunjuk menggantikan Juliari. Sementara itu, penunjukan Risma berkaitan dengan jasa PDIP. Sehingga layak bagi Jokowi untuk memberikan panggung politik bagi Ketua DPP PDIP itu.
Berkebalikan dengan janji kampanye tentang pemerintahan yang ‘bersih’ dan ‘profesional’ tanpa tukar guling, Jokowi justru menampakkan dengan telanjang, pemberian posisi strategis kepada kepentingan oligarki dan mengindikasikan keputusannya justru dilandasi oleh partai pendukungnya.
Namun yang lebih patut kita pertanyakan lagi, deretan eks relawan dan pendengung (buzzer) Presiden Joko Widodo pada masa kampanye Pemilihan Presiden juga mendapat jabatan empuk komisaris di sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dimana ini merupakan perusahaan pelat merah yang didanai oleh rakyat.
Sebelum Abdee, anak Gus Dur (Abdurrahman Wahid), Alissa Wahid, diangkat sebagai komisaris independen PT Unilever Indonesia. Pada Januari 2020, putri Gus Dur yang lainnya, Yenny Wahid, diangkat sebagai komisaris PT Garuda Indonesia dengan gaji 200 jutaan per bulan.
Banyak pendukung Jokowi lainnya yang diberi hadiah komisaris. Belum lama ini, ketum PBNU Prof Said Aqil Siradj, didudukkan di PT Kereta Api. Jauh sebelum ini, pada 2015, Fadjroel Rachman, dipasang sebagai komisaris di PT Adhi Karya.
Ada sekitar 20 relawan Jokowi yang mendapat hadiah komisaris BUMN. Andi Gani Nena Wea masuk ke PT Pembangunan Perumahan (PP). Viktor Sirait, ketua relawan Barisan Jokowi Presiden (Bara JP) didudukkan sebagai komisaris di PT Waskita Karya. Lukman Edy menjadi komisaris PT Hutama Karya. Dia adalah anggota teras tim pemenangan Jokowi-Ma’ruf.
Ada lagi Ulin Ni’am Yusron (relawan Jokowi di pilpres 2014 dan 2019) yang dinobatkan sebagai komisaris di PT Pengembangan Pariwisata Indonesia. Eko Sulistyo (relawan pemenangan Jokowi 2019) diangkat sebagai komisaris PLN Oktober 2020. Kemudian ada Dyah Kartika Rini yang ditunjuk sebagai komisaris di PT Jasa Raharja (asuransi). Dyah adalah pendiri Jokowi Ahok Social Media Volunteer (Jasmev) yang mengaku tanpa bayar ketika Jokowi ikut pilgub DKI 2012 dan pilpres 2014.
Kristia Budiyarto dihadiahi komisaris PT Pelni. Kristia aktif membela Jokowi di media sosial platform twitter dengan nama @kangdede78, dengan pengikut hampir 100 ribu. Salah satu kampanyenya adalah mendukung UU Cipta Kerja.
Dwi Ria Latifa (orang PDIP) didudukkan sebagai komisaris Bank BRI pada 2020. Seterusnya ada Rizal Malarangeng (adik Andi Malarangeng) yang dihadiahi kursi komisaris di PT Telkom sejak Juni 2020. Rizal adalah koordinator nasional relawan Golkar Jokowi (Gojo).
Zulnahar Usman (politisi Hanura) masuk sebagai komisaris independen Bank BRI pada Februari 2020. Dia juga anggota Komite Ekonomi dan Industri yang memberikan masukan kepada Presiden Jokowi. Kemudian ada Arya Sinulingga yang diberi jabatan komisaris PT Inalum. Arya masuk ke tim Erick Thohir sebagai staf khusus. Dudy Purwagandhi mendapat hadiah komisaris di PLN. Dia ikut dalam tim kampanye nasional Jokowi-Ma’ruf.
Irma Suryani Chaniago (orang NasDem), mendapat kursi empuk komisaris di PT Pelindo I. Irma adalah jurubicara tim kampanye nasional Jokowi-Ma’ruf (Ko-Ruf). Kemudian, Mustar Bona Ventura mendapat hadiah komisaris di PT Dahana –BUMN yang bergerak di usaha bahan peledak. Mustar adalah pendiri Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) sebagai pendukung Jokowi di pilpres 2019.
Selanjutnya ada Paiman Raharjo yang ditunjuk sebagai komisaris di PT PGN (Perusahaan Gas Negara). Dia adalah ketua relawan Sedulur Jokowi. Politisi PDIP, Arif Budimanta, mendapat balas jasa sebagai komisaris Bank Mandiri. Dia disebut-sebut sebagai orang kepercayaan Jokowi. Inilah nama-nama komisaris sebagai hadiah atas kerja mereka mendukung Jokowi sejak pilgub DKI hingga pilpres 2014 dan 2019.
Asyari Usman, seorang wartawan senior mempertanyakan dalam artikel yang ia tulis. Apakah mereka, para pendukung Jokowi itu, berjasa untuk negara atau untuk kepentingan pribadi Jokowi? Sangat jelas mereka mendukung kepentingan pribadi Jokowi. Sebagai relawan Jokowi, mereka bukan bekerja untuk kepentingan negara.
Lalu mengapa mereka mendapatkan balas jasa dengan jabatan komisaris di BUMN? Apakah BUMN milik nenek moyang Jokowi? Tentu saja bukan. Artinya, Jokowi membalas jasa para pendukungnya dengan uang rakyat lewat gaji ratusan juta sebagai komisaris BUMN. Jelas ini penyimpangan. Bahkan menurutnya tidak salah apabila balas jasa seperti ini disebut sebagai salah satu bentuk korupsi.
Inilah realitas buah dari penerapan demokrasi yang mengatasnamakan rakyat tapi faktanya untuk kepentingan parpol dan individu, dan lagi-lagi rakyat dikorbankan. Maka pola demokrasi yang tidak akan berubah dari masa ke masa, yakni:
1. Kita diingatkan pada sebuah adagium: there is no free lunch alias tak ada makan siang gratis. Ya, tidak ada yang gratis dalam sistem demokrasi ini. Pembagian kue ini dianggap hal yang lumrah, ketimbang memberikan posisi jabatan strategis ini kepada orang-orang yang memiliki kapasitas latarbelakang yang sesuai dan ahli dalam bidangnya.
Terpilihnya Abdee sebagai komisaris Telkom misalnya, semestinya orang yang terpilih memiliki kompetensi untuk mendorong kinerja perusahaan agar mencapai target-target yang ditetapkan. Maka mestilah dipegang oleh seseorang dengan latar belakang yang sesuai dengan profil perusahaan telekomunikasi itu.
2. Politik etis dan politik dagang sapi yang terus saja terjadi ini sebagai bentuk balas jasa tercapainya kepentingan politik pihak tertentu. Bukan hal yang aneh, rezim kerap mempertontonkan bancakan/pesta berjamaah ini, yang berujung bagi-bagi uang rakyat. Kembali lagi rakyat yang akan gigit jari memimpikan kesejahteraan bagi mereka yang tak kunjung dirasakan.
3. Dampak selanjutnya, program pembangunan akan terhambat dan hak rakyat lagi-lagi terabaikan. Karena dana untuk pembangunan tersebut justru sebagian besar dikorupsi untuk episode balas jasa ini, serta tak ketinggalan tentunya untuk melanggengkan kekuasaan. Korupsi ini akan menghambat pembangunan infrastruktur pendukung, pembangunan SDM, serta akan sangat membebankan APBN.
Demokrasi merupakan tatanan yang rusak dan akan senantiasa melanggengkan kerusakan. Menghadirkan pola politik kotor yang pada akhirnya pola ini menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat. Karena inilah fakta yang memang wajar terjadi, seolah hal ini tidak lagi dapat dibenahi.
Namun realitas ini sesungguhnya dapat diubah secara totalitas apabila politik dijalankan berdasarkan asas Islam. Berbeda dengan politik yang dijalankan di sistem demokrasi sekarang ini, pengertian politik dalam Islam dapat diartikan mengurusi urusan umat dengan pengurusan yang terbaik. Tidak seperti politik dalam demokrasi, yang kental dengan motif haus kekuasaan.
Bila pelaku politik amanah dan politik yang dijalankan bersumber dari ideologi Islam, maka negara ini akan mendapatkan rida dan keberkahan dari Allah Swt. Untuk mewujudkan politik Islam ini yakni dengan menegakkan institusi yaitu khilafah, yang menjalankan syariat Islam dalam pimpinan seorang khalifah.
Hanya inilah solusi yang dapat mewujudkan politik Islam secara sempurna dan menyeluruh, menghilangkan politik etis (balas jasa), politik dagang sapi dan politik kotor lainnya. Politik Islam dengan sistem bernegara Islam merupakan warisan Rasulullah saw, yang telah tercetak dalam jejak sejarah, dapat memimpin 2/3 dunia selama kurang lebih 13 abad lamanya. []
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh Novita Sari Gunawan
0 Komentar