Racun Nasionalisme Melumpuhkan Muslim Dunia atas Aneksasi Israel terhadap Palestina


Pertumpahan darah yang terjadi di tanah Palestina jelas bukanlah konflik, pasalnya konflik seperti yang dikabarkan oleh pers abangan yang cenderung menggiring opini publik sehingga tak heran banyak masyarakat semudah itu mengeklaim bahwa peristiwa yang terjadi di Palestina hanya sekadar konflik agama.

Terlebih jika diulik secara bahasa, konflik merupakan pergesekan antara dua belah pihak yang memiliki kekuatan yang imbang dan adanya upaya saling menyerang baik dari pihak Israel maupun Palestina. namun kenyataannya hal ini tidak terjadi, melainkan penyerangan hanyalah dilakukan oleh pihak Israel sehingga istilah “konflik” tidaklah sepadan dengan fakta. Sebelum jauh membahas mengenai latar belakang penyerangan yang terjadi terhadap Palestina, maka kita perlu mendudukkan perkara dan mengidentifikasikan secara presisi, penyerangan jenis apa yang terjadi di Palestina.

Jika ditinjau dari klasifikasi ancaman terhadap warga negara, maka penyerangan ini termasuk kedalam ancaman Luar Negeri, yang tergolong Agresi Militer, karena dengan jelas kita menyaksikan bahwa pergolakan ini muncul bukan dari dalam Palestina melainkan ancaman ini murni datang dari luar Palestina, kemudian bentuk ancaman berupa Agresi Militer.

Untuk meluruskan opini keliru yang tersebar di masyarakat bahwa Israel memerangi teroris yang tinggal menetap di Palestina dan menjadi warga negara Palestina. Maka ini adalah pemahaman yang sangat keliru. Sebab upaya penyerangan Israel terhadap Palestina jelas merupakan upaya aneksasi atau pengambilan secara paksa tanah wilayah yang sah atau dapat dikatakan Negara yang sah dan berdaulat atau dapat disebut sebagai “penjajahan”.

Dilihat dari sejarah, peristiwa pergolakan militer ini terjadi bukanlah pertama kali, melainkan berkali-kali, inilah sebabnya kita dapat menyimpulkan bahwa pergolakan ini bukanlah terjadi tanpa adanya ambisi terpendam yang dimiliki oleh Israel. Berdasarkan kongres zionis pertama yang diadakan di Basel pada tahun 1897 yang akhirnya menghasilkan keputusan bahwa mereka harus mendirikan sebuah negara Yahudi  sebagaimana yang tertulis dalam buku “The Ridden Start” oleh bapak zionis, Theodor Herzl. Maka tanah yang diinginkan oleh Yahudi untuk didirikan sebuah negara adalah tanah terjanji, yaitu Palestina.

Lantas apa itu tanah terjanji? Tanah yang berada di Palestina dan tepatnya terletak pada tanah suci Al-Quds sebagaimana yang disebut oleh orang-orang muslim atau yang sekarang dikenal sebagai Yerusalem. Daerah tersebut memanglah tanah suci bagi tiga agama. Yaitu Islam, Nasrani dan Yahudi. Bagi orang yahudi ini merupakan tanah terjanji berdasarkan kitab sucinya. Dalam Al-qur’an pun juga dijelaskan bahwa tanah Al-quds merupakan tanah terjanji bagi Bani Israil atau yang kini kita mengenal kaumnya sebagai kaum yahudi, keturunan Israil, dan bangsanya kini dikenal dengan Israel. Selain itu, tanah ini pun dianggap sebagai tanah yang dikultuskan oleh kaum Nasrani pasalnya tanah ini merupakan tempat yesus mengadakan perjamuan terakhir sebelum dikhianati oleh Yudas Iskariot dalam kepercayaan mereka, dan tak jauh dari Al-Quds terdapat Bukit Golgota yang dipercaya merupakan tempat penyaliban Yesus Kristus. Kemudian Al-Quds merupakan kiblat pertama umat muslim yaitu tepatnya “Masjidil Aqsa”.

Bani Israil merupakan keturunan Dari Nabi Ya’qub AS, beliau memiliki 12 anak dari 4 istri, diantara 12 anak tersebut salah satunya yaitu Nabi Yusuf AS, umat muslim tentu pernah mendengar bahwa Nabi Yusuf pernah menjadi bendahara di Negeri Mesir, yang singkat cerita akhirnya keturunan Nabi Yusuf AS beranak pinak di Mesir kemudian inilah yang menyebabkan Bani Israil tinggal di Mesir hingga di Zaman Nabi Musa AS, Bani Israil diperbudak oleh seorang Raja yang zalim, yang kemudian namanya diabadikan dalam Al-Quran, yaitu Fir’aun hingga kemudian Nabi Musa menyelamatkan Bani Israil dari kejaran pasukan Fir’aun hingga kemudian Fir’aun beserta pasukannya di binasakan oleh Allah dengan ditenggelamkan di laut merah. Singkat cerita Nabi Musa mengajak Bani Israil untuk masuk ke tanah terjanji yaitu Al-Quds untuk dijadikan sebagai tempat tinggal mereka, namun mereka membangkang dan melanggar perintah Nabi Musa sehingga mereka di usir, dijelaskan dalam Al-Qur’an ayat 49-61.

Sedangkan bangsa palestin merupakan pribumi tanah Al-Quds, namun di satu sisi bangsa yahudi ingin merebut kembali tanah yang bukan lagi hak mereka, maka hal inilah yang melatarbelakangi upaya perebutan wilayah oleh Israel, sebab mereka masihlah menganggap bahwa tanah Palestina merupakan tanah terjanji, padahal mereka telah melanggar perjanjian sehingga inilah yang seharusnya patut kita kecam, bahwa upaya aneksasi yang dilakukan oleh bangsa yahudi atau Bani israil yang berambisi ingin mendirikan sebuah negara yang bernama Israel di tanah Palestina. Dilihat dari mana pun, jelas bahwa warga Palestina lah yang berhak memiliki tanah tersebut, pasalnya mereka adalah pribumi yang telah lama bahkan lebih dulu menetap di sana sebelum Bani Israil datang dan melanggar perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi Musa.

Jika dikatakan bahwa ini adalah konflik agama, jelas ini bukan hanya sekadar konflik agama melainkan adanya pertumpahan darah, krisis kemanusiaan dan aneksasi yang terjadi di tanah Palestina. Konflik adalah istilah yang tak sepadan untuk disematkan pada peristiwa berdarah yang kian terjadi berulang kali di Palestina, namun hal ini tak kunjung mendapatkan respon dari pihak otoritas yaitu PBB.

Padahal asas teritorial yang diwujudkan sebagai perbatasan wilayah antar negara itu tentulah dijamin oleh hukum internasional, akan tetapi penjajahan dan upaya aneksasi tak kunjung mendapat kecaman dari hukum internasional ataupun pihak PBB, padahal jelas bahwa tujuan didirikannya PBB adalah menjaga perdamaian dan keamanan dunia, memajukan dan mendorong hubungan persaudaraan antarbangsa melalui penghormatan hak asasi manusia, membina kerjasama internasional dalam pembangunan bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Menjadi pusat penyelarasan segala tindakan bersama terhadap negara yang membahayakan perdamaian dunia, kemudian yang terakhir adalah menyediakan bantuan kemanusiaan apabila terjadi kelaparan, bencana alam, dan konflik bersenjata.

Namun tujuan tersebut hanyalah omong kosong belaka bila faktanya seolah mereka bisu dan lumpuh melihat keadaan warga palestina dihabisi dan dibantai, padahal jelas ini merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia, namun pihak ICC (International Criminal Crout) pun tak memberikan tanggapan hukum terhadap apa yang dilakukan Israel terhadap Palestina, bukti telah jelas hadir di depan mata, begitu banyak media menyoroti peristiwa berdarah yang terjadi di Palestina selama ini, kemana mereka yang seharusnya bertugas melindungi dan menjaga perdamaian dunia?

Sampai kapan kita berharap kepada mereka yang berselir dengan dunia? Setelah begitu banyak yang terjadi bukan hanya sekali melainkan bertubi-tubi, bahkan penyerangan terhadap umat muslim terjadi di berbagai belahan dunia, apakah lantas kita tak kapok berharap pada penegak hukum internasional? Setelah kebisuan dan kebutaan mereka selama ini, apakah kita masih pantas berharap pada mereka, layaknya mimpi di siang bolong.

Kurang bukti apa? setelah begitu banyak hal yang kemudian menjadi perenungan kita sebagai muslim, peristiwa berdarah yang terjadi bukan hanya di Palestina, namun juga di bosnia pada tahun 1995 yang membantai kurang lebih 8000 muslim secara keji yang terdiri dari anak-anak, pria dewasa, tak lupa genosida yang terjadi di Uyghur yang juga merupakan tindakan intoleransi terhadap warga muslim di sana, lalu Rohingya, dimana umat muslim tidak secara resmi diakui oleh pemerintah sebagai warga negara dan adanya tindakan diskriminasi dan kekerasan terhadap mereka, hingga puncaknya menyebabkan ribuan orang tewas, ratusan ribu warga mengungsi, ribuan rumah hangus terbakar, dan tak terhitung lagi berapa nilai properti yang hancur-lebur berantakan.

Masih banyak lagi tindakan kekerasan dan teror terhadap umat muslim di seluruh belahan dunia, namun kini kita tak dapat berbuat apa-apa, seolah umat muslim yang jumlahnya banyak khususnya di tanah air tercinta ini, kami umat muslim hanyalah menjadi penonton yang melihat saudara-saudaranya dibantai sedemikian rupa.

Maka benarlah sabda Rasulullah.Saw, yang artinya : “Telah berkumpul umat-umat untuk menghadapi kalian, sebagaimana orang-orang yang makan berkumpul menghadapi piringnya’. Mereka berkata : Apakah pada saat itu kami sedikit wahai Rasulullah ? Beliau menjawab : ‘Tidak, pada saat itu kalian banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan, dan Allah akan menghilangkan rasa takut dari dada-dada musuh kalian kepada kalian, dan Allah akan menimpakan pada hati kalian penyakit Al-Wahn’. Mereka berkata : Apakah penyakit Al-Wahn itu wahai Rasulullah?. Beliau menjawab :’Cinta dunia dan takut akan mati”. Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Abu Daud (4297), Ahmad (5/287).

Jumlah umat muslim memanglah banyak di negeri ini, namun kita tak berdaya menghadapi kebengisan orang-orang kafir terhadap saudara muslim kita di luar sana. Kita pun telah dijajah oleh pemikiran ideologi barat, yang memecah belah umat dengan ikatan nasionalisme, umat muslim jadi terpecah belah seperti tubuh yang dimutilasi seluruh anggota tubuhnya, terpisah pisah jauh antara satu sama lain lewat racun “Nation State”.

Sangat miris kita saksikan dan sama-sama kita rasakan, yang seharusnya ini menjadi bahan perenungan kita bersama, bahwa apakah kita selama ini terserang penyakit Wahn yang kemudian menghalangi kita untuk menolong saudara-saudara kita diluar sana? Apakah kita telah termakan oleh racun Nasionalisme yang justru merobek kulit, tubuh dan organ umat muslim menjadi bagian-bagian tubuh yang terpisah.

Ingatlah sebuah hadis bahwa Rasulullah bersabda, ''Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh menggaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.'' (HR Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadis tersebut, umat muslim digambarkan layaknya satu tubuh, yang saling tenggang rasa, hati dan jiwa. Lantas hingga kapan kita hanya bisa berdiam diri? []

Wallahu a'lam bisshawab.


Oleh Dian Fitriani

Posting Komentar

0 Komentar