Renungan Lebaran: Ketakwaan Dalam Ketidakadilan

 


Gema takbir mengiringi pergantian bulan. Memasuki bulan Syawal kaum muslimin bergembira menyambutnya. Kegembiraan yang memang disyariatkan ini diwujudkan dengan mengumandangkan takbir sebagaimana disebutkan dalam QS Ali Imran: 185.

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”

Kegembiraan ini juga digambarkan dalam sebuah hadits. Rasulullah saw bersabda

كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

“Kalian memiliki dua hari yang biasa digunakan bermain, sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan hari yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha” (HR Abu Dawud & an-Nasa’i)

Idul fitri adalah hari penuh kegembiraan sekaligus hari penuh kemenangan bagi umat Islam. Sebab setelah digembleng dalam bulan Ramadhan dengan puasa, kaum muslimin diharapkan keluar dari Ramadhan menjadi pribadi yang bertakwa. Kemenangan dalam melawan hawa nafsunya selama Ramadhan menjadikannya senantiasa berjalan dalam ketakwaan. Kemenangan untuk menahan diri dari berbagai kemaksiyatan yang ada membuat kaum muslimin layak menyandang predikat takwa ini.

Kemenangan di jalan takwa ini pun harus dimaknai sebagai sebuah upaya untuk senantiasa terikat dengan syariat Allah. Melakukan apa yang diharapkan Allah dengan menerapkan seluruh perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Karena itu, sebenarnya upaya untuk membumikan Al Quran dan penerapan Islam secara kaffah tidak boleh dilepaskan dari makna kemenangan ini. Artinya perjuangan kaum muslimin untuk terus mengupayakan tegaknya Khilafah Islamiyah yang akan menerapkan syariat secara kaffah adalah perkara yang wajar dan wajib bagi seluruh kaum muslimin yang ingin mempertahankan derajat ketakwaannya.

Apalagi realitas yang terjadi saat ini benar-benar kian menunjukkan urgensi terhadap perjuangan ini. Lihatlah dari hari ke hari, Islam kian disudutkan. Allah dan Rasul-Nya terus dihinakan, para ulama dikriminalisasi, ajaran Islam terus dikuliti, syiar-syiar Islam perlahan dibungkam dan tanah-tanah kaum muslimin terus menerus dirampas.

Polemik akan Bipang Ambawang beberapa waktu yang lalu adalah sedikit fakta yang menunjukkan secara kasat mata akan adanya upaya pelecehan terhadap ajaran Islam. Bagaimana bisa, di hari yang suci ini justru muncul seruan untuk mengkonsumsi makanan yang haram itu muncul. Larangan mudik yang pada akhirnya mematikan silaturahmi juga mengarah pada upaya memadamkan syiar Islam. Sementara kemaksiyatan di tempat wisata justru diumbar dan dipertontonkan dengan sangat jelas. Larangan ziarah kubur juga jadi realitas berikutnya. Jika dibandingkan dengan kerumunan di tempat wisata, tentu kumpulan orang yang melakukan ziarah kubur jauh lebih sedikit. Dan yang sangat menyolok, serangan terhadap kaum muslimin di masjid Al Aqsha di detik-detik terakhir Ramadhan sungguh menunjukkan ketidakadilan terhadap kaum muslimin saat ini.

Ketidakadilan demi ketidakadilan terus terjadi terhadap umat Islam, mulai dari kadar yag sangat ringan seperti yang terjadi di Indonesia hingga dalam kadar di luar batas kemanusiaan sebagaimana yang terjadi di Palestina, Uighur, Kashmir dan berbagai belahan dunia yang lain. Ketidakadilan yang terjadi ini akibat diterapkannya hukum buatan manusia, sistem kapitalisme. Watak sistem kapitalis ini telah dipahami dengan sangat gamblang, hanya akan berpihak pada sisi yang menguntungkan secara meteriil duniawi saja. Sistem ini membutakan manusia dari dimensi ukhrawi sekaligus mampu membunuh rasa kemanusiaan dan rasa keadilan.

Penerapan sistem kapitalis yang berkelanjutan ini membuat kaum muslimin kian jauh dari ajaran Islam. Maka jangan salahkan jika ada yang berpendapat bahwa sebenarnya yang diharapkan dari berbagai kebijakan yang kontaproduktif dari para penguasa itu sejatinya adalah untuk membunuh Islam dan syiarnya. Mengalihkan kaum muslimin dari ajaran Islam menuju ajaran di luar Islam. Jika ini yang terjadi, jelas ini adalah kemaksiyatan terbesar di sisi Allah swt.

Itulah sebabnya ketakwaan yang sudah diraih selama sebulan penuh secara individual harus dilanjutkan dengan perjuangan secara kolektif untuk menolak penerapan hukum dan aturan kapitalis yang muncul dari manusia. Perjuangan kolektif dalam sebuah masyarakat ini diharapkan bisa  mengubah mindset penguasa negeri-negeri muslim dan menggerakkan mereka agar mau menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Dengan begitu lebaran bagi kaum muslimin benar-benar akan terasa sebagai sebuah kemenangan yang hakiki. Wallahu a’lam

 




Penulis: Kamilia Mustadjab

Posting Komentar

0 Komentar