Peristiwa hijrah merupakan momen penting bagi kaum muslimin, karena saat itu pertama kali ditegakkannya institusi negara yang berdasarkan syariat. Sebagai sebuah negara tentunya Rasulullah yang sekaligus menjadi pucuk pimpinan saat itu harus berpikir strategis agar Islam berkembang ke seluruh penjuru dunia.
Yang pertama kali dilakukan Rasulullah sesaat setelah hijrah ke Madinah adalah menguatkan kondisi internal negeri. Langkah ini tentu harus dilakukan untuk menguatkan masyarakat agar tak tergoyahkan saat ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan datang dari luar negeri yang baru dibangun ini.
Setelah Rasulullah manguatkan kondisi dalam negeri dan membersihkan institusi politik kaum Yahudi, Beliau menjalankan langkah strategis selanjutnya. Yaitu melenyapkan insitusi politik kaum musyrikin bangsa Arab. Semua strategi ini dilalui karena akan menentukan perjalanan masa depan negara Islam yang dibentuk Rasul selanjutnya.
Dalam Sirah Nabawiyah karya Prof. DR. Muhammad Rawwas Qal’ahji menyatakan, untuk menjalankan strategi tersebut, maka Rasul melakukan beberapa langkah yaitu, pertama, menambah kuantitas kaum muslimin. Dengan cara menarik kaum muslimin yang hijrah ke Habsyi juga memperluas aktivitas diplomasi untuk mendapatkan dukungan bagi Daulah Islam. Kedua, meningkatkan kemampuan teknik membuat senjata.
Yang terakhir adalah melakukan banyak manuver militer, termasuk di dalamnya adalah dengan melakukan umrah qodho pada bulan Dzulqo’dah tahun ke tujuh Hijriyah. Karena pada tahun sebelumnya Rasul dan para sahabat dilarang untuk melakukannya oleh para musyrikin Quraisy.
Tentu saja peristiwa itu dijadikan momen yang tak disia-siakan oleh Rasul. Beliau melakukan kontak pada masyarakat Makkah, bahkan memperistri Maimunah Binti Harits. Tak berselang lama penduduk Makkah banyak yang membicarakan Beliau berikut ajarannya dan hal tersebut membuat mereka tertarik.
Kafir Quraisy mulai geram dan menginginkan beliau dan para sahabat keluar dari Makkah. Namun mereka terikat dengan perjanjian Hudaibiyah yang menyatakan bahwa Rasul tidak boleh tinggal selama lebih dari tiga hari.
Saat Huwaithib bin Abdul Uzza mendatangi beliau untuk menegurnya, Rasul berkata,”Bagaimana bila kalian membiarkan aku, mengadakan resepsi pernikahan di tengah-tengah kalian dan aku buatkan jamuan makanan dan minuman untuk kalian, kemudian kalian menghadirinya”, namun Huwaitib mengatakan,”Kami tidak memerlukan makananmu, pergilah”.
Walaupun begitu, manuver ini telah menghasilkan sesuatu yang Beliau tidak dapatkan tahun lalu. Yaitu pertama, meniadakan hujatan yang dilakukan oleh kafir Quraisy bahwa Rasul tidak mengagungkan Ka’bah. Kedua, menunjukkan kekuatan negara Islam di mata Quraisy. Ketiga, rencana untuk menaklukan Makkah dan membersihkan posisi serta pengaruh kafir Quraisy di Makkah. Beberapa hal itulah yang melatar belakangi peristiwa pembebasan Makkah.
Saat itu musyrikin Quraisy sedang dalam masa perjanjian Hudaybiyah dengan Daulah Islam di Madinah, yang isi salah satu klausulnya adalah mengadakan genjatan senjata antar keduanya. Namun ternyata bani Quraisy melanggar perjanjian. Hingga Abu Sofyan sengaja ke Madinah untuk memperbarui isi perjanjian.
Hal ini dilakukan karena Abu Sofyan dan kawanannya sangat paham bahwa kekuatannya tidak sepadan untuk melawan Daulah Khilafah. Apalagi setelah Rasul berhasil membersihkan semua institusi politik yang memusuhinya termasuk Yahudi.
Pada tahun ke delapan hijriyah dan bertepatan pada tanggal 10 saat di bulan suci Ramadhan, Rasulullah memerintahkan pada kaum Muslimin untuk bersiap pergi perang. Namun yang berbeda, beliau tidak memberitahukan tujuan yang menjadi target serangan. Pada saat Abu bakar bertanya pada Aisyah kemana Rasul akan pergi perang, ia pun juga tidak mengetahuinya.
Rasulullah saw menengadahkan tangannya ke langit dan berdoa, “Ya Allah, rahasiakan informasi ini dari orang-orang Quraisy, agar kami dapat menyerang mereka dengan tiba-tiba di negeri mereka sendiri”.
Rasulullah membawa pasukan yang besar, namun beliau lebih mengedapankan perdamaian dan menjauhi pertumpahan darah. Sebab penduduk Makkah adalah kerabat bagi kaum musilimin Muhajirin.
Rasulullah dan pasukannya masuk ke Makkah yang dibagi menjadi empat dan langung menuju Ka’bah. Beliau menghancurkan berhala yang ada di sekeliling Ka’bah dan membersihkan memecahkan barang-barang yang terdapat di dalamnya karena mengandung kesyirikan.
Saat Beliau di Ka’bah, orang-orang Quraisy berkerumun di bawah beliau. Beliau berkata,”Menurut perkiraan kalian, aku akan berbuat apa kepada kalian?” Mereka menjawab,”Engkau akan berbuat baik, (sebab) engkau saudara (kami) yang baik dan engkau anak dari saudara (kami) yang baik”, Beliau bersabda,”Pergilah, kalian semua bebas”.
Itulah perang menaklukkan Makkah, suatu peperangan yang sangat menentukan dan kemenangan yang besar dalam menumpas dan menghancurkan eksistensi paganism hingga tuntas. Juga tidak diberi peluang dan kesempatan atas perkembangan kehidupan paganism di Jazirah Arab.
Seluruh kabilah sadar bahwa tanah suci tidak bisa dikuasai kecuali oleh orang-orang yang berada dalam kebenaran. Keyakinan mereka semakin kuat tertanam di dalam lubuk hati sejak pertengahan abad sebelumnya, di mana pasukan gajah gagal menguasai Ka’bah.
Sebenarnya bukan hanya Ka’bah namun juga seluruh dunia ini pada hakekatnya hanya orang-orang mukhlis dan berpegang teguh di jalan Nya saja yang dapat memerintah dan menguasainya. Termasuk Palestina yang puluhan tahun dibawah kekuasaan Yahudi laknatullah ‘alaih.
Oleh karena itu dengan berlalunya Ramadan, semangat membara yang ditanam dalam hati harus terus menyala. Semangat berlandaskan iman, membentuk sebuah kekuatan yang makin lama semakin besar. Yang akan membentuk sebuah institusi politik di bawah seorang Kholifah, sang pemimpin dunia, untuk melenyapkan semua institusi yang menghadang gerak laju Islam. []
Wallahu’alam.
Oleh Ruruh Hapsari
0 Komentar