Sekat Nasionalisme Memutus Ikatan Persaudaraan


Dunia Islam kembali berduka, tatkala kita melihat saudara-saudara yang ada di Palestina. Gencatan senjata antara Palestina dan Tentara 15r4El kembali terjadi. Perebutan wilayah yang Allah Swt berkahi kembali memanas, sehingga orang-orang disana berjuang merebut kembali wilayahnya dengan seluruh jiwa dan raga mereka. Banyak diantara mereka syahid setiap harinya. Tentu, membuat kita merasa pilu melihatnya di tengah  satu pekan kebelakang kita  berdu cita merayakan Hari raya. 


Sebagai mukmin tentunya hati kita merasa tersentuh  atas kejadian ini. Segala upaya kita lakukan  baik berupa moril maupun materil. Sayangnya tidak semua kaum muslimin seperti itu. Ada saja tokoh yang bersikap tidak peduli akan hal itu.


Dikutip Sindonews Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) Jenderal (Purn) AM Hendropriyono menyatakan Palestina dan Israel bukan urusan Indonesia, melainkan urusan mereka, bangsa Arab dan Yahudi. Urusan Indonesia adalah nasib kita dan hari depan anak cucu kita, tegas AM Hendropriyono di Jakarta. (Sindonews.com, 19/05/2021)


Sang Jenderal kehilangan rasa empati terhadap saudara sesama muslim. Padahal Rasulullah Saw menegaskan dalam sabdanya bahwa kaum muslimin itu satu tubuh. Tidak memandang ras, gender, etnis, suku bangsa maupun berbeda negara. Ketika mereka masih menyembah tuhan yang sama, berpedoman kepada kitab yang sama, dan mengikuti Rasulullah Saw.


"Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.'' (HR.Bukhari dan Muslim). 


Adapun penyebab utama beliau mengatakan hal tersebut karena menjunjung tinggi nilai-nilai Nasionalisme. Sehingga, menjadikannya hanya memikirkan bangsanya sendiri. Menganggap urusan Palestina bukan urusan kita karena berada diluar wilayah Indonesia jadi untuk apa peduli dan dibela. Maka, disini dapat kita pahami bahwasannya Nasionalisme merupakan ikatan yang rusak dan lemah. Ketika ancaman yang menyerang negeri tempat dimana kaki berpijak barulah kemudian jor-joran dibela mati-matian. Sehingga melupakan apa yang telah Rasulullah sabdakan dan mengabaikan hal itu. Sejatinya seorang mukmin tidaklah demikian. Karena urusan Palestina merupakan urusan kita semua.


Selain hilangnya rasa empati kepada Palestina, Menurut Hendropriyono, banyak orang sudah terbawa arus pengkhianatan mendukung ideologi khilafah, liberalisme, kapitalisme, komunisme, atau ideologi asing apapun. Ada juga oknum aparat militer dan polisi, apalagi Aparatur Sipil Negara (ASN), juga politisi.(Sindonews.com, 19/05/2021)


Yang perlu digaris bawahi adalah menganggap bahwa khilafah adalah ideologi merupakan salah besar. Karena Khilafah bukanlah ideologi. Khilafah adalah Sistem pemerintahan Islam dan Ideologinya adalah Islam. Dimana aturan Allah Swt akan di laksanakan secara kafah dalam sistem ini. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa seseorang atau sekelompok orang yang menyuarakan khilafah dicap sebagai penghianat bangsa. Sungguh, pemikiran semacam itu merupakan pemikiran yang dangkal dan tidak berdasar.  Justru dengan khilafahlah urusan Palestina akan terselesaikan sampai keakar-akarnya.


Ketika Islam berkuasa dalam naungan khilafah kekuatan kaum muslimin akan bersatu. Islampun dapat menancapkan taringnya dan  membuat mereka kocar-kacir ketakutan. Sejarah mencatatkan bahwa pada masa kekhilafahan Turki Utsmani masih ada. Seorang Yahudi yang bernama Theodore Hazel meminta tanah Palestina untuk mendirikan negara 15r4El, dengan tegas khalifah Abdul Hamid II menolaknya dan Yahudi itupun merasa takut dan pergi tidak berani memintanya kembali. Adapun sikap Sang Khalifah yaitu berani memberikan nyawanya sendiri untuk melindungi  tanah Palestina. Khalifah memahami bahwa tanah tersebut merupakan tanah kaum  muslimin.


Selain itu, Khalifah akan mengirimkan tentara untuk  melawan tentara 15r4El demi melindungi tanah Palestina dan kaum muslimin disana. Sama seperti yang dilakukan Umar bin Khattab dan Salahudin Al-Ayyubi. Semua itu dapat dilaksanakan tatkala negara yang bernama khilafah ditegakkan. Maka, untuk menolong saudara kita disana sepantasnya kita berjuang untuk menegakkannya kembali. []


Wallahu a´lam bishawab.


Oleh Sri Mulyati

Mahasiswi


Posting Komentar

0 Komentar