Musim liburan lebaran telah berlalu. Walaupun begitu, banyak menyisakan cerita yang tak terlupakan pada masa-masa itu. Sebagian masyarakat yang lolos untuk mudik, harus kucing-kucingan dengan petugas. Sebagian lainnya mengisi liburan dengan wisata di dalam kota yang memang sengaja dibuka yang jelas rawan menimbulkan keramaian.
Apakah selesai sampai di situ? Tentu tidak. Dengan perilaku masyarakat yang demikian, membuat tenaga kesehatan khawatir, akan terjadi peningkatan angka penularan setelah liburan. Seperti yang selalu epidemiolog dan tenaga ahli katakan. Hingga Wisma Atlet pun telah mempersiapkan semuanya untuk menghadapi lonjakan kasus.
Seperti dilansir dari Liputan6.com ada 122.899 orang mendapat teguran di tempat wisata secara nasional, karena tidak patuh terhadap protokol kesehatan. Angka ini meningkat 32,4% dibanding tanggal 5-8 Mei 2021.
Merujuk data Satgas Penanganan Covid-19, mereka ditegur lantaran mengabaikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 seperti menjaga jarak dan memakai masker. Jakarta menjadi provinsi yang paling rendah tingkat kepatuhan protokol kesehatan dalam menjaga jarak di tempat wisata yaitu sebesar 27% (20/5/2021).
Walaupun tingkat pemakaian masker di lokasi wisata sudah mencapai 60%, namun bila dihubungkan dengan angka jaga jarak, maka potensi penularan masih terbilang tinggi. Juru bicara satgas Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan bahwa tempat yang ramai dikunjungi masyarakat berpotensi meningkatkan penularan Covid-19.
Di sisi lain dari awal pandemi, pemerintah hanya menomor satukan sektor ekonomi dibanding kesehatan. Hal ini terkait dengan data BPS yang mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi negeri ini pada kuartal II-2020 adalah minus 5,3% sedangkan konsumsi rumah tangga minus hingga 5,5%.
Seperti dilansir dari Bisnis.com bahwa Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno menyebut telah mengantongi restu dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan untuk membuka destinasi wisata pada masa libur Lebaran 2021.
Adapun Muhadjir mengatakan meski kegiatan mudik Lebaran dilarang, sektor pariwisata dan ekonomi kreatif tetap perlu bergeliat. “Harus diketahui, bahwa tujuan kita meniadakan mudik memang untuk menekan penyebaran dan penularan Covid-19, tapi bukan membuat kegiatan ekonomi khususnya di sektor parekraf juga terhenti,” kata Muhadjir (2/4/2021).
Pada dasarnya hal ini merupakan kebijakan yang cukup membuat masyarakat bimbang. Karena seharusnya apapun bentuk aktivitas masyarakat, jangan membuat sang virus senang untuk berkambang biak. Termasuk di tempat berkerumunnya manusia.
Yang diharapkan adalah pemerintah dapat fokus dalam menyelesaikan pandemi ini dengan menomor satukan kebijakan kesehatan. Karena sudah menjadi awal yang baik bila di beberapa kota melakukan penyekatan. Namun alangkah lebih baiknya tidak dibarengi dengan pembukaan lokasi wisata.
Bila pemerintah tidak fokus terhadap masalah kesehatan, peristiwa liburan akan terus selalu berulang yang akhirnya terjadi peningkatan penularan. Karena liburan kali ini sudah peristiwa kesekian dan seharusnya pemerintah mengambil pelajaran.
Ambruknya ekonomi memang sudah dirasakan sebelum pandemi datang. Namun mengangkat ekonomi negara bukan dengan cara yang parsial. Sistem ekonomi yang didasari pada ideologi yang rapuh akan melahirkan kehancuran. Islam sebagai sebuah ideologi menuntun agar ekonomi negara didasari tanpa riba. Sangat berbeda dengan landasan ekonomi kapitalis saat ini.
Karena Islam bukan hanya agama ritual, tapi ia adalah ideologi yang dapat menerangi dari kegelapan dari ketidakpastian. Menunjuki kepada jalan terang, mana yang harus ditegakkan dan mana yang harus disingkirkan.
Sehingga semoga pemangku kebijakan dapat menata ulang, bahwa persoalan utama saat ini adalah sektor kesehatan. Sedangkan sistem ekonomi negara juga butuh dirombak total, agar melahirkan kesejahteraan. []
Wallahu’alam.
Oleh Ruruh Hapsari
0 Komentar