Lonjakan kasus covid-19 kini kembali meningkat tajam lagi disejumlah wilayah ibu pertiwi. Menurut sebuah data, kasus positif covid-19 di Indonesia mengalami penambahan sebanyak 12.990 dari data Kamis (17/6) yang tercatat masih 1.950.276 orang. Sehingga total kumulatif kasus yang disebabkan virus SARS-CoV-2 itu menjadi 1.963.266 orang.
Penambahan 8.189 kasus positif covid-19 disumbang 31 dari 34 provinsi di Indonesia. Namun, lima provinsi mengontribusi kasus positif Covid-19 tertinggi yakni DKI Jakarta dengan kasus sebanyak 4.737, sehingga total kumulatifnya menjadi 463.552 orang. (Merdeka.com, 18/06/2021)
Akibat dari lonjakan kasus positif covid-19 yang terus meningkat, kondisi rumah sakit di sejumlah wilayah menjadi penuh dengan pasien covid-19. Di wilayah ibukota DKI Jakarta sendiri, ketersediaan tempat tidur di RS Covid kian menipis, hingga ada yang tersisa hanya 6%. (detikNews, 19/06/2021)
Bahkan yang lebih menyedihkan, tedapat pula di salah satu rumah sakit di provinsi DKI Jakarta, yang merawat pasien di lorong-lorong rumah sakitnya. Sejumlah tempat tidur pasien terjejer lorong-lorong rumah sakit yang dilengkapi dengan infus di tangan. Ditambah dengan tabung oksigen setinggi 1,5 meter yang tak jauh dari tempat tidur mereka. Di lorong-lorong yang selebar kurang lebih 3 meter tersebut, para dokter terpaksa merawat pasien covid-19 karena kondisi rumah sakit yang penuh. (Merdeka.com, 18/06/2021)
Di tengah lonjakan kasus covid-19 yang kian meroket, sejumlah ahli hingga pemerhati berpendapat sudah saatnya pemerintah menerapkan lockdown untuk menekan kasus virus corona. Salah satu diantaranya yakni Ketua Dewan Pertimbangan PB IDI Prof Dr.dr.Zubairi Djoerban, SpPD(K), yang beliau meminta Indonesia agar melakukan lockdown. Menurutnya, itu menjadi langkah yang tepat untuk memperlambat penyebaran covid-19 dan membuat situasi fasilitas kesehatan lebih stabil. (Kumparan.com, 21/06/2021)
Namun, tampaknya permintaan beliau masih juga belum diaminkan oleh pemerintah. Pasalnya, hingga kini pemerintah masih tak kunjung untuk mengeluarkan kebijakan lockdown terhadap negara. Padahal kasus covid-19 sudah mengalami lonjakan yang begitu tajam, ditambah lagi ketersediaan fasilitas rumah sakit yang kian menipis dan korban jiwa yang terus bertambah.
Menanggapi usulan lockdown yang diajukan kepada pemerintah, sejumlah pemerintah daerah turut mengomentari terhadap kebijakan tersebut. Gubernur Jawa Barat berpendapat untuk mengikuti arahan dari pusat. Dan menyatakan bahwa bagaimana kebijakan lockdown diterapkan jika tidak ada dana anggaran?
Sementara itu, Sultan Yogyakarta mengurungkan untuk melockdown Yogya. Sebab jika harus memberlakukan lockdwon, sangat berat bagi pemerintah daerah. Karena pemerintah harus mengganti pendapatan dari larangan berjualan, kecuali kepada apotek, toko dan supermarket. (pandemictalks, 21/06/2021)
Jika kita perhatikan, kondisi pandemi covid-19 yang melonjak bukanlah tanpa alasan. Sebab, pasalnya sejak awal pandemi covid-19 pemerintah pusat memang terkesan tidak ada ketegasan dan keseriusan dalam menanggapi kasus corona. Negara yang sedari awal justru menyepelekan pandemi covid-19 malah menjadikan blunder bagi negara Indonesia sendiri.
Kebijakan lockdown sedari awal pun tidak diterapkan oleh pemerintah sebagai aksi cepat tanggap melayani kasus covid-19. Padahal seandainya pemerintah melakukan lockdown sedari awal, kasus covid-19 mungkin tidak akan separah sekarang.
Sejatinya, Islam sebagai dinn yang sempurna telah memberikan tuntunan bagaimana menangani kasus pandemi/wabah penyakit. Sebagaimana yang Rasulullah Saw sampaikan, "jika kalian mendengar tentang wabah-wabah disuatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika suatu wabah terjadi di tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam istilah sekarang ini dikenal sebagai lockdown atau karantina, baik semi-lockdown maupun lockdown total. Republik Rakyat China sendiri yang merupakan tempat awal mulanya pandemi covid-19, telah sukes menangani pandemi. Karena apa? Sebab mereka melakukan kebijakan lockdown terhadap negaranya.
Selain itu, kebijakan pemerintah pusat yang sedari awal justru mengalihkan tanggung jawabnya kepada pemerintah daerah masing-masing untuk mengambil kebijakan terhadap penanganan pandemi covid-19. Sehingga yang terjadi, tidak adanya keseragaman dari tiap pemerintah daerah dalam menangani kasus pandemi.
Pemerintah daerah sendiri cenderung untuk tidak berani melakukan kebijakan lockdown, sebab mereka tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk membiayai rakyatnya bilamana lockdown diterapkan.
Padahal sejatinya, kewajiban yang 'bertanggung jawab terhadap rakyatnya' itu ada pada pundak negara. Sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi Saw :
"Imam yang diangkat untuk memimpin manusia itu adalah laksana pengembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)“ (HR. Imam Al Bukhar.).
Ruang lingkup daerah memang tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap rakyatnya. Dan hanya negaralah yang mampu dan seharusnya bertanggung jawab atas segala kebutuhan pokok rakyatnya.
Namun, lagi-lagi pemerintah pusat seolah berlepas tangan kepada rakyatnya. Sehingga yang terjadi ialah rakyat harus berusaha untuk menyelamatkan dirinya sendiri ditengah situasi pandemi covid-19 yang kian tak menentu ini.
Lantas, bagaimana mempertahankan diri dari pandemi, sementara negara tak peduli?
Oleh Puput Yulia Kartika, S.Tr.Rad
0 Komentar