Benarkah Tugas Mahasiswa Hanya Kuliah Saja?

 


Presiden Joko Widodo melantik Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) yang merupakan peleburan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), pada Rabu (28/04/2021). Pelantikan Nadiem dilakukan bersamaan dengan dilantiknya Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Selain itu, Jokowi juga melantik Laksana Tri Handoko sebagai Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang kini menjadi Lembaga setingkat kementerian (Lembaga otonom). (Kompas 28/04/2021)

Penggabungan dua kementerian (Kemendikbud-Ristek) dan berdirinya BRIN, akankah mampu membawa harapan baru bagi pendidikan di Indonesia? Nadiem Makarim selaku menteri dari Kemendikbud-Ristek mengatakan penggabungain ini merupakan kabar gembira bagi universitas. Katanya sekarang riset maupun transformasi pendidikan ada di dalam satu kementerian sehingga satu pintu dan rektor akan semakin mudah untuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Selain itu, ia mengatakan kementeriannya akan bekerja erat dengan BRIN dan pihaknya akan mendorong para mahasiswa dan dosen untuk melakukan penelitian dan menjalankan program-program seperti Kampus Merdeka di bawah koordinasi BRIN. 

Maka, jelas harapan yang dituju Nadiem lewat penggabungan ini adalah pengokohan Kampus Merdeka yang selaras dengan program link and match antara perguruan tinggi dengan industri. Sehingga penggabungan dua kementerian ini sekaligus berdirinya BRIN menjadi fasilitasi percepatan link and match dan industrialisasi riset di perguruan tinggi Indonesia. Sudah dapat dibayangkan output mahasiswa yang seperti apa setelah penggabungan ini yaitu mahasiswa yang sibuk dengan urusan individu perkuliahannya untuk mencapai kebahagiaan duniawi lewat kemapanan materi di masa depan. Penggabungan ini menjadi angin segar bagi korporasi karena mereka telah mendapatkan SDM terbaik yang bisa mereka manfaatkan untuk kepentingan industri. Hal ini, tentu akan semakin menjauhkan mahasiswa dengan perannya sebagai agent of change.

Akhirnya, mahasiswa menuntut ilmu di bangku kuliah untuk menjadi output terbaik agar bisa mendapat jabatan pekerjaan yang mapan dengan gaji besar. Mereka akan bersekolah setinggi-tingginya dengan tujuan untuk meningkatkan taraf kehidupannya dalam ukuran materi. Namun, benarkah seorang mahasiswa menuntut ilmu sebatas untuk mendapat kemapanan materi saja?

Sebagai seorang manusia ketika menjalankan aktivitas kehidupan harus memiliki tujuan yang jelas. Termasuk dalam urusan menuntut ilmu di perkuliahan. Ketidakjelasan tujuan dalam kehidupan menghantarkan kepada hidup yang tak tentu arah. Untuk mendapatkan jawaban dari tujuan ini kita harus berhasil menjawab 3 pertanyaan besar manusia yaitu dari mana kita berasal, untuk apa hidup di dunia, dan akan kemana setelah mati.

Pertama, pertanyaan dari mana kita berasal berhubungan erat dengan kehidupan sebelum dunia. Sebagai seorang Muslim tentu kita meyakini keberadaan Sang Khaliq yaitu Allah SWT sebagai pencipta makhluk, alam semesta dan seisinya. Maka, manusia merupakan salah satu makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT.

Kedua, pertanyaan untuk apa hidup di dunia berhubungan erat dengan perintah dan larangan Sang Pencipta dan berhubungan dengan pertanggungjawaban di akhirat. Allah SWT telah memberikan jawaban atas pertanyaan ini di dalam QS az-Zariyat ayat 56 yang artinya “…Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku..”. Maka, tujuan kehidupan manusia semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT demi meraih keridhaan-Nya.

Ketiga, pertanyaan kemana setelah mati berhubungan erat dengan kehidupan setelah dunia. Sebagai seorang Muslim tentu kita mempercayai akan kehidupan kekal di akhirat. Ada dua pilihan manusia untuk kehidupan kekalnya yaitu surga atau neraka. Apa yang telah kita lakukan selama di dunia akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Hasil perhitungan ini yang nantinya menentukan kehidupan manusia di akhirat. Muslim yang mendedikasikan hidupnya untuk beribadah tentu akan mendapatkan balasan surga-Nya di akhirat.

Demikianlah jawaban atas 3 pertanyaan besar manusia. Ketika mahasiswa menjalankan kehidupan namun tidak sesuai hakikatnya yaitu beribadah kepada Allah SWT, maka hidupnya tidak akan meraih kebahagiaan. Wajar akhirnya jika menemukan banyak mahasiswa yang stres dengan rutinitas kuliahnya. Pergeseran makna tujuan dan kebahagian ini bermula dari pandangan kehidupan yang salah yaitu digunakannya sistem kapitalisme seperti saat ini. Sistem kapitalisme yang merata digunakan hingga tatanan pendidikan membuat terjadi pergesaran tujuan adanya pendidikan yang sesungguhnya. 

Dalam paradigma kapitalisme dikenal knowledge based economy yaitu ilmu yang dijadikan sebagai faktor produksi. Sehingga ilmu dikatakan bermanfaat ketika dapat menghasilkan keuntungan berupa materi, seperti bermanfaat untuk memajukan ekonomi. Kurikulum yang adapun berbasis kurikulum sekuler (memisahkan antara agama dengan kehidupan) yang digunakan untuk kepentingan industri dan hegemoni (penguasaan negara lain atas suatu negara). 

Kurikulum tersebut berbahaya karena dapat mengikis identitas mahasiswa Muslim seperti ilmu yang memberikan pemahaman terkait kapitalisme, sekularisme, kesetaraan gender, LGBT dan sebagainya. Ilmu-ilmu ini diajarkan untuk menghancurkan pemikiran mahasiswa Muslim agar semakin menjauh dari Islam. Tujuan pendidikan kampus pun hanya untuk mencetak robot pekerja terdidik, minim identitas Muslim, berdedikasi total untuk korporasi, serta abai akan urusan masyarakat. Seharunya kampus menjadi penghasil generasi intelektual yang menjadi tulang punggung perubahan menuju kemajuan, bukan dididik menjadi budak kapitalis yang abai dengan perannya sebagai agent of change. 

Akhirnya pendidikan tinggi di Indonesia tersandera agenda hegemoni kapitalisme. Pendidikan terperangkap pada konsep link and match dan triple helix (A-B-G). Academic (perguruan tinggi) sebagai penyedia SDM yang sesuai dengan kriteria industri. Business (industri) sebagai penyedia pasar yang siap memanfaatkan SDM hasil perguruan tinggi. Government (pemerintah) sebagai regulator agar tidak terjadi kegagalan antara pendidikan tinggi dan industri.

Korbannya lagi-lagi mahasiswa. Mahasiswa akhirnya tidak mengetahui hakikat menuntut ilmu sesunggunya. Mereka mendedikasikan total kehidupannya untuk urusan duniawi saja dan mengabaikan perannya sebagai seorang Muslim yaitu belajar ilmu agama dan dakwah. Kita perlu mengetahui mahasiswa Muslim yang berperestasi itu bukan sekadar menjadi mahasiswa berprestasi, namun menjadi Muslim yang berprestasi pula yaitu Muslim yang terus menurut taat kepada syariat Allah SWT. Mahasiswa Muslim harus punya cita-cita tinggi yang tidak dibatasi dengan urusan duniawi saja, namun hingga akhirat kelak. 

Mahasiswa Muslim yang berprestasi dihasilkan dari paradigma yang benar yaitu Islam. Dalam paradigma Islam ilmu diibaratkan sebagai air dalam kehidupan sehingga keberadaannya tidak boleh disembunyikan dan dikomersialkan. Kebermanfaatan ilmu tidak semata-mata diukur lewat keuntungan pasar. Kurikulum yang ada dibangun berasaskan akidah Islam. Maka, ilmu yang ada tidak merusak. 

Pemahaman yang merusak diajarkan untuk mengetahui letak kerusakannya. Tujuan diadakannya pendidikan untuk menghasilkan intelektual cerdas yang khas dengan indentitas Muslim sejati, menguasai bidang ilmunya dan bisa menyelesaikan problematika masyarakat. Kehidupannya didedikasikan total untuk kemajuan Islam agar Islam sebagi rahmatan lil’alamin dapat tersebar di seluruh dunia. Hal ini semata-mata dalam rangka menjalankan peran sebagai hamba yang sedang beribadah kepada Allah untuk mencapai ridha-Nya. Pendidikan yang sempurna ini tidak akan terjadi jika negara tidak bertanggung jawab penuh menjamin seluruh rakyatnya mendapatkan pendidikan yang sempurna. 

Akhirnya tujuan menuntut ilmu seorang Muslim tidak sebatas untuk mendapatkan masa depan yang mapan saja, Namun tujuannya itu untuk mencari ilmu pengetahuan seluas-luasnya agar menjadi Muslim yang berdedikasi total kepada Islam. Outpu-tnya adalah Muslim yang tidak hanya kaya akan ilmu dunia namun juga kaya dengan ilmu agama seperti Muhammad al-Fatih, Zaid bin Tsabit, Mus’ab bin Umair, Abdurrahman An-Nashir, Aisyah binti Abu Bakar, Lubndadari Cordoba dan sebagainya.

Pemuda yang demikian sulit ditemukan di sistem seperti sekarang mungkin hampir tidak ada. Mengingat bagaimana liberalisasi dan komerisalisasi pendidikan hari ini semakin terus terjadi. Maka, diperlukan perubahan untuk menyelamatkan generasi muda masa depan. Perubahan ini hanya bisa dilakukan ketika menerapkan Islam secara menyeluruh di bawah naungan khilafah. 

Kita sebagai mahasiswa Muslim harus mendedikasikan hidup untuk mengembalikan kejayaan Islam dengan berdakwah Islam secara kaffah agar kesempurnaan Islam dapat segera terwujud di seluruh dunia. Hal ini tentu membutuhkan bekal yang tidak sedikit. Sudah saatnya mahasiswa Muslim membekali dirinya dengan ilmu-ilmu Islam. Dengan demikian, tugas seorang mahasiswa bukanlah sekedar kuliah saja, namun juga mengkaji Islam dan berdakwah. []

Oleh Fatimah Azzahrah Hanifah

Posting Komentar

0 Komentar