Dilihat dari usaha yang menjadi tulang punggung perekonomian negara, ada dua jenis perusahaan, yakni perusahaan milik negara dan swasta. Perusahaan swasta menghasilkan pajak, sedangkan kepemilikan negara (BUMN) berupa keuntungan. Perusahaan swasta semisal, pabrik-pabrik, perusahaan yang menjual produk atau jasa, serta perusahaan-perusahaan yang dikelola oleh asing berupa sumber daya alam atau yang lainnya.
Sedang BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara, sebagaimana diatur oleh UU No. 19 tahun 2003 pasal 1. Perusahaan-perusahaan tersebut di antaranya PLN, Pertamina dan bank-bank milik negara seperti BRI, BNI, Mandiri dan Bank Syariah Indonesia yang baru saja lahir hasil merger bank tiga bank syariah di Indonesia.
Namun, sangat ironis tatkala BUMN yang notabene milik negara mengalami krisis, dengan ditandai utang yang tinggi. Beberapa BUMN dalam kondisi mengkhawatirkan dan ada yan gdikabarkan merugi. Pasalnya, bukan penghasilan tambahan yang didapat tiap bulannya, tapi utang dalam jumlah besar untuk menutupi kerugian. Misalnya, Garuda dikabarkan merugi sampai Rp1,4 triliun. Dengan utang jangka pendek mencapai Rp70 triliun, kabarnya menunggak biaya sewa pesawat.
Menurut Pengamat Bisnis Penerbangan AIAC, Arista Atmadjaya mengharapkan, gerak cepat dari pemerintah untuk membantu pendanaan utang Garuda. Menurutnya, belum ada kekompakan dengan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, karena realisasi dana yang akan ditalangkan Rp8.5 triliun, sementara Menkeu hanya menurunkan dana sebesar Rp1 triliun. Ia berharap Garuda Indonesia masih ada harapan untuk diselamatkan dengan penolakukuran atau benchmarking seperti kasus-kasus maskapai penerbangan di beberapa negara. Salah satunya dengan mendapatkan pinjaman dana atau penyuntikan modal dari pemerintah.
Arista menilai hal itu bisa mengempeskan pembengkakan utang Garuda, sehingga negara tidak diwariskan dari utang plat merah tersebut. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra memaparkan, utang perseroan mencapai Rp70 triliun dan bertambah Rp1 triliun setiap bulannya. Hal tersebut terjadi lancaran pendapatan (income) perusahaan lebih besar pasak daripada tiang.
Tak hanya itu, Jiwasraya telah menyebabkan kerugian negara Rp16,8 triliun. Bahkan dipastikan Jiwasraya tidak akan melanjutkan bisnisnya sebagai perusahaan asuransi. Demikian juga PLN bahkan terjerat utang hingga Rp500 triliun. PT. Waskita Karya (PERSERO TBK) mengalami kerugian hingga Rp7,3 triliun.
Bukan hanya soal kerugian kisruh manajemen yang terjadi pada BUMN, tapi: Pertama, gaji jor-joran. Diketahui gaji para direksi BUMN bisa mencapai miliaran rupiah, dalam sebulan jabatan rangkap. KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) menemukan ada direksi atau komisaris di kementerian BUMN yang merangkap jabatan di 22 perusahaan non BUMN. Tak hanya itu, aroma bagi-bagi kursi kekuasaan turut mewarnai BUMN.
Kedua, problem penyertaan modal negara dan investasi. Artinya, pihak swasta termasuk swasta asing diberikan kesempatan menyuntikan modal besar pada BUMN. Wajar jika aroma swastanisasi BUMN semakin tercium. Nasib BUMN kini ikut ditentukan oleh pihak swasta.
Ketiga, kebijakan unbundling PLN. Mulai membuka ruang luas kesempatan swasta di sektor hilir. Pasalnya melalui sistem unbundling, usaha pembangkitan tenaga listrik tranmisi tenaga listrik, distribusi tenaga listrik dan penjualan tenaga listrik untuk kepentingan umum dilakukan oleh badan usaha yang terpisah. Kebijakan ini pun sarat dengan hilangnya kontrol negara terhadap penyediaan listrik di negeri ini.
Keempat, UU tentang Pemangkasan Wewenang BUMN, yakni Bulog. Akibat pemangkasan Bulog, para aktor kuat yakni para pedagang dan para importer beras mampu bermain di pasar untuk meraup keuntungan besar. Alhasil masalah pangan diserahkan sepenuhnya pada pasar bebas. Sejak itu para petani dan program stabilisasi harga beras tidak lagi memberi pengaruh yang berarti pada keberlangsungan sektor pangan Indonesia.
Dengan sengkarut persoalan BUMN, bagaimanakah perusahaan berplat merah ini ke depannya? Apakah bisa diselamatkan atau dibubarkan?
Ada Kesalahan dalam Pengelolaan BUMN
Badan usaha tersebut tidak ubahnya seperti korporasi besar yang mengelola sumber daya alam. Terletak, siapa yang berhak menjabat pimpinan terjadi lobi-lobi dalam sistem oligarki. Hal ini pernah dipertegas oleh Ahok, yang mengatakan telah terjadi lobi-lobi direksi kepada menteri. Dipertegas lagi oleh mantan menteri BUMN, Dahlan Iskan yang mengatakan siapa yang ditunjuk menjadi pimpinan direksi pasti ada unsur politik.
Demikianlah praktik kapitalisme dalam mengelola BUMN, akibatnya gaji berikut tunjangan para direksi dan jajaran bawahannya sangat tinggi. Sebaliknya utang yang sudah menjadi mentalnya menjadi solusi setiap terjadi resesi. Wajar saja utang BUMN melambung hingga titik yang kejatuhan. Akhirnya, kapitalisme hanya mementingkan perorangan yang notabene para konglomerat dan lingkungan sekitarnya. Sementara rakyat hanya menanggung penderitaan dan kesengsaraan akibat kebijakan kenaikan demi kenaikan produk, misalnya BBM, TDL dan lainnya yang menjadi kebutuhannya.
Di sisi lain negara lemah dalam pengawasan kelola BUMN dan terkesan abai terhadap nasib rakyatnya, karena negara hanya berperan sebagai regulator atau wasit demi terwujudnya keadilan perusahaan-perusahaan tersebut. Dampak buruknya adalah aset-aset negara dikuasai asing lewat jual beli yang dilakukan oknum bermental maling demi kepentingan dan kesenangan sendiri. Maka sangat tampak sekali sistem kapitalisme menyuburkan kongkalikong penguasa dengan penguasa. Dapat dipertegas sistem kapitalisme menyuburkan bisnis antara pengkhianat dengan para imperialisme.
Beragam kemaslahatan umat Rasulullah yang mulia ini tidak bisa dipenuhi, bahkan kehormatan serta nyawa mereka terancam setiap hari. Siapa yang bisa menolong? Tidak ada yang bisa menolong mereka bahkan dalam penindasan selama puluhan tahun. Kekayaan sumber daya alam, energi yang Allah anugerahkan agar umat ini jadi khalifah di muka bumi malah menjadi sumber petaka, kenapa terjadi demikian?
Keagungan Islam dalam Tata Kelola BUMN
Dalam Islam, BUMN sangat bersinergi dengan negara untuk mewujudkan kehidupan yang menyejahterakan dan membahagiakan rakyatnya. Namun hal itu tidak akan terwujud manakala negara tidak berpijak kepada sistem Islam yang agung. Keagungan Islam dalam tata kelola BUMN di antaranya:
Pertama, negara yang di dalamnya terdapat seorang khilafah selaku pemangku kebijakan tertinggi, diberi amanah untuk mengelola sesuai syariat Islam untuk kebahagiaan rakyatnya. Rasulullah SAW bersabda “Imam itu adalah penggembala dan ia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakan)” (HR Imam Bukhari dan Imam Ahmad).
Dengan demikian hubungan antara negara dengan rakyat bukanlah mitra bisnis seperti kapitalisme, tapi negara wajib melayani rakyat sebaik mungkin, dengan menyejahterakan dan membahagiakan. Termasuk berperan mengawasi pengelolaan BUMN agar berjalan sesuai syariat Islam.
Kedua, syariat Islam menjadi standar untuk mengambil kebijakan memperinci secara detail, yakni mana kepemilikan pribadi, umum dan negara. Sedang keberadaan BUMN merupakan kepemilikan umum. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Berdasarkan hadits di atas, sumber daya alam yang dikelola oleh BUMN tidak boleh dimiliki individu atau diperjualbelikan kepada person, kemudian person atau perusahaan swasta mengelola dan hasilnya dijual kepada yang lain, termasuk rakyat kecil. Namun, sumber kekayaan tersebut dikelola oleh negara dalam hal ini BUMN yang diberi amanah, mengelola berdasarkan syariat sebaik mungkin. Kemudian hasil tersebut dikembalikan kepada rakyatnya secara gratis.
Adapun sumberdaya alam berupa batubara, emas dan sejenisnya bisa dijual ke pihak lain dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dialokasikan untuk pendidikan gratis, rumah sakit gratis, dan lainnya. Yang menjadi unik dari sistem yang agung ini, kesejahteraan dan kebahagiaan tidak hanya dirasakan oleh kaum Muslim, tapi kaum Nasrani, termasuk Yahudi dengan catatan tunduk kepada sistem Islam yakni kekhilafahan.
Keberadaan BUMN sebagai penerima amanah dari negara untuk mengelola sumber daya alam. Sedangkan keberadaan negara berperan untuk mengawasi jalannya mengelola kekayaan negara tersebut, agar dapat sesuai syariat Islam yang agung. Dengan demikian sinergilah antara negara dengan BUMN untuk bersama-sama meriayah rakyatnya dalam rangka ketaatan kepada Allah SWT. []
Oleh Anisa Salsabila, S.E., Aktivis Dakwah
0 Komentar