Cerita Fiktif di balik Gagal Haji, Masih di Negeri Dongeng

 


Kebohongan adalah sebuah ungkapan yang tak sesuai dengan keadaan, merupakan kesenjangan hukum antara etika dan realita, berbohong adalah sebuah tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh seseorang apalagi sebuah instansi seperti pemerintah. Sebab perilaku pemerintah merupakan cerminan dari sebuah entitas aktual dari keberlangsungan hidup bernegara.


Namun di negeri yang katanya terlahir sebagai tanah surga, kini menelan kenyataan bahwa kebohongan bukan lagi sebuah kerahasiaan, bukan lagi sebuah kesempatan dalam kesempitan, melainkan kebohongan adalah sebuah rutinitas yang mengiringi pola hidup bernegara, tiada kesempatan yang tercipta melainkan dari kebohongan, begitulah adanya. 


Beberapa waktu lalu, rakyat menelan berita soal pengangguran yang digaji cuma-cuma sebagai janji manis kemenangan pemilu pasangan kosong satu, ternyata janji hanyalah larik palsu, yang seolah menggerakan hati para melarat. Tak ayal tentu saja kebohongan besar, menggaji pengangguran terlihat menggiurkan tapi juga kebodohan yang nyata, bak buah simalakama.


Dikatakan benar bahwa si pasangan kosong satu pernah berjanji lantas akan ditagih kemudian di persalahkan karena menyebabkan kerugian negara karena mengusung program yang tak menuntaskan kemiskinan justru mengabadikan pengangguran di tanah air. Namun alih-alih mengakui, pasangan kosong satu ini memilih berbohong dan berkelit soal janji nya di masa kampanye silam. Memilih tenggelam bersama harapan palsu yang dicerna tanpa penyelesaian yang baik oleh rakyat jelata negeri. 


Mengingat kembali janji-janji kampanye tentu hanya soal mengulas kembali masa yang penuh kebohongan dan janji penuh cita. Namun nyatanya rakyat hanya menelan mara dan derita. Setelah terpilih menjadi pemimpin sah, masih saja tak menahan diri untuk berbohong pada publik, soal bantuan kala pandemi sejumlah 11 ribu triliun yang di ungkapkan di mimbar panas presiden.


Jokowi pernah mengatakan, berdasarkan data Kementerian Keuangan, ada dana Rp11.000 triliun yang tersimpan di luar negeri. Namun ungkapan ini dianggap bohong karena presiden tidak dapat membuktikan bahwa negara memiliki uang sebesar 11 ribu triliun di luar negeri, Dilansir dari suara national.com “Kalau tidak bisa membuktikan uang tersimpan Rp11.000 triliun di luar negeri, Jokowi bisa dianggap berbohong,” kata pengamat politik kepada suaranational, Senin (4/5/2020).


Memori tentang 11 ribu triliun tak lekang dari ingatan, terlebih kemelaratan masih menghampiri negeri ini, namun belum sembuh luka dan duka akibat serangan kebohongan yang melanda rakyat selama kurang lebih dua periode lamanya, Indonesia kembali di cengangkan akibat pernyataan Kementrian Agama terkait gagalnya keberangkatan jama'ah haji tahun ini, ini merupakan tahun kedua setelah tahun lalu jama'ah haji tak di berangkatkan dengan alasan pandemi.


Namun ada apa sebenarnya dengan pernyataan terbuka Kemenag mengenai gagalnya keberangkatan haji tahun ini? Apakah lagi-lagi alasannya adalah pandemi yang berlangsung? Ataukah ada alasan lain di balik pernyataan terkait gagalnya keberangkatan haji? 


Mengiringi berita gagalnya keberangkatan haji, tentu saja duka dan kecewa melapisi atmosfer jama'ah yang seharusnya dijadwalkan berangkat tahun ini, terlebih Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim yang bahkan menjadi komunitas muslim terbesar di dunia tentu saja haji merupakan momen krusial setiap tahunnya, bagaimana mungkin hal ini tidak mendapatkan perhatian dan upaya lebih oleh para otoritas yang berwenang khususnya Kementerian Agama. 


Pihak DPR-RI, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mendengar Indonesia tidak mendapatkan kuota untuk beribadah haji tahun 2021 ini. Soal vaksin yang digunakan di Indonesia jadi faktor belum keluarnya kuota untuk jemaah Indonesia.


Dilansir dari detiknews.com, "Ya sementara kita nggak usah bahas itu dulu (vaksin jemaah haji). Karena informasi terbaru yang kita dengar bahwa kita nggak dapat kuota haji. Nah ini untuk pelajaran juga bagi kita supaya soal vaksin ini kita akan lebih perhatikan agar tidak terjadi hal-hal seperti ini," kata Dasco kepada wartawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (31/5/2021).


Ia membeberkan alasan gagalnya berangkat haji terletak di izin masuknya jemaah haji Indonesia akibat vaksin yang tidak memiliki standarisasi yang cukup, sehingga muncul berbagi tudingan dan ungkapan mengenai kabar tidak mendapatkan kuota haji pada tahun ini, sebab bagaimanapun Indonesia merupakan negeri dengan mayoritas muslim terbesar sehingga kemungkinan bahwa jama'ah haji setiap tahunnya di dominasi oleh jama'ah dari Indonesia.


Lantas bagaimana mungkin dua tahun berturut-turut negeri yang mayoritas muslim ini tidak dapat memberangkatkan jama'ah, kemudian yang semakin menggores hati, kabar tidak dapat izin masuk ke tanah suci karena perihal vaksin merupakan alasan yang cukup konyol, terlebih saat itu Kementrian Agama belum mengumumkan secara resmi terkait berangkat atau tidaknya calon jemaah asal Indonesia ke Mekkah. Meskipun, pada akhirnya memang tahun ini pemberangkatan haji gagal berangkat lagi.


Namun kemudian ditemukan adanya inkonsistensi pernyataan yang dilontarkan kemenag terkait gagalnya keberangkatan haji, kemenag menilai adanya ketidakpahaman terkait mengapa Indonesia tidak bisa berangkat haji pada tahun ini, 


Dikutip dari sindonews.com, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qaumas mempertanyakan kriteria negara untuk dapat izin masuk ke Arab Saudi. Sebab Indonesia hingga kini masih berada dalam masa penangguhan izin masuk dari otoritas penerbangan di Arab Saudi bersama delapan negara lainnya yaitu Afrika Selatan, Argentina, Brasil, India, Lebanon, Mesir, Pakistan dan Turki.


"Jadi saya belum tahu kriteria yang digunakan Saudi," papar Menag dikutip dalam laman resmi Kemenag,(02/05/2021).

 

Namun di pernyataan lain, ia sendiri yang memberikan keterangan terkait mengapa Indonesia tahun ini tidak memberangkatkan jama'ah hajinya, ia memastikan bahwa pemerintah tidak memberangkatkan jemaah haji Indonesia tahun ini. Yaqut mengatakan, kasus pandemi Covid-19 yang masih tinggi secara global jadi salah satu sebab batalnya keberangkatan haji tahun ini. 


"Karena masih pandemi dan demi keselamatan jemaah, Pemerintah memutuskan bahwa tahun ini tidak memberangkatkan kembali jemaah haji Indonesia,” tegas Menag dalam telekonferensi dengan media di Jakarta, Kamis (3/6/2021).


Padahal sebelumnya ia menilai bahwa penanganan covid-19 di Indonesia cukup bagus sehingga seharusnya tidak pantas dikategorikan sebagai negara yang tak dapat kuota berangkat haji tahun ini ke tanah suci, anehnya dalam pernyataan lain dia sendiri yang memberikan keterangan yang bertolak belakang, kemudian kita tentu dapat menilai timbulnya kerapuhan kepercayaan masyarakat terhadap tumpang tindih keterangan yang masih simpang siur. 


Selain itu, ditambah lagi beredar surat resmi dari duta besar Arab Saudi Essam Bin Ahmed Bin Abid Althaqafi kepada ketua DPR-RI Puan Maharani yang berisi klarifikasi atas pemberitaan di media massa yang menyebut, bahwa Kerajaan Arab Saudi tidak memberi kuota jemaah haji bagi Indonesia dan terkait izin bagi 11 negara untuk mengirimkan jemaah haji.


Ia membantah akan adanya berita bahwa Indonesia tidak mendapatkan kuota haji tahun ini, karena keputusan mengenai alasan gagalnya haji pada tahun ini pada dasarnya tidak dikeluarkan dari otoritas Arab Saudi yang terkait, dikatakan jelas dalam kutipan surat tetersebut bahwasanya "Dalam kaitan ini, saya ingin memberitahukan kepada Yang Mulia bahwa berita-berita tersebut tidaklah benar dan hal itu tidaklah dikeluarkan oleh otoritas resmi Kerajaan Arab Saudi, di samping itu otoritas yang berkompeten di Kerajaan Arab Saudi hingga saat ini belum mengeluarkan instruksi apapun berkaitan dengan pelaksanaan haji tahun ini, baik bagi para jemaah haji Indonesia atau bagi para jemaah haji lainnya dari seluruh negara di dunia.


Sehubungan dengan hal itu, merupakan sebuah kesempatan bagi saya untuk menjelaskan kepada Yang Mulia dan anggota-anggota dewan yang terhormat tentang fakta-fakta yang sebenarnya, seraya saya berharap agar kiranya dapat melakukan komunikasi terlebih dahulu dengan pihak Kedutaan atau otoritas resmi lainnya, baik di Kerajaan Arab Saudi atau di Indonesia, guna memperoleh informasi dari sumber-sumber yang benar yang dapat dipercaya. Saya berharap semoga Yang Mulia senantiasa dapat impahan Taufik dan kesuksesan dan kepada para anggota dewan yang terhormat saya sampaikan salam hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya".


Surat di atas mengartikan bahwa adanya ketidakselarasan antara pernyataan DPR-RI terkait alasan mengenai gagalnya berangkat haji dengan pernyataan kedubes Arab Saudi yang nyatanya belum memberikan keterangan apapun terkait kuota haji, pasalnya pihak dubes mengaku bahwa belum sama sekali menerima instruksi dari otorisas Arab Saudi yang berkompeten dan kredibel, sehinggakan sepatutnya pihak DPR-RI berhati-hati dalam melimpahkan keterangan yang seolah ini datangnya dari pihak Arab Saudi. 


Inkonsistensi yang terjadi dan sama-sama rakyat saksikan bukanlah kali pertama melainkan berulang-ulang kali terjadi, bak rutinitas yang tak mungkin di tinggal barang sekali oleh para penguasa, maka terkhusus peristiwa gagalnya berangkat haji, dapat dipastikan bahwa ini bukanlah keputusan dari otorisas Arab Saudi melainkan ini merupakan inisiatif dan keputusan sepenuhnya yang diambil oleh pemerintah Indonesia sendiri, dengan kata lain, tindakan alibi yang melimpahkan segala alasan gagalnya keberangkatan haji kepada kendala tekhnis seperti pandemi dan mengkaitkan dengan kuota haji yang tidak tersedia berdasarkan keputusan otorisas Arab Saudi merupakan berita bohong dan drama belaka.


Namun kemudian yang menjadi pernyataan, apa yang sebetulnya di sembunyikan oleh pemerintah? Atas dasar apa sehingga pemerintah begitu kekeuh menggagalkan keberangkatan haji tahun ini? Padahal Negara lain seperti Malaysia, memberangkatkan Jama'ah nya haji, sedangkan Indonesia yang kita sama-sama ketahui sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar yang bila berdasarkan hasil sidang OKI (Organisasi Konferensi Islam) beberapa tahun silam menetapkan setidaknya jumlah Jama'ah haji pada setiap negara terhitung 1% dari jumlah seluruh muslim di negaranya.


Katakanlah Indonesia memiliki 220 juta penduduk Muslim maka setidaknya mendapatkan jatah memberangkatkan 22 juta Jama'ah nya untuk pergi ke tanah Suci setiap tahunnya, meskipun tidak akan mungkin mendapatkan kuota yang sangat presisi sesuai presentase di atas mengingat Indonesia memiliki banyak sekali penduduk muslim dan yang haji bukan hanya jama'ah berasal dari Indonesia, namun mengetahui fakta tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa tidak mungkin Arab Saudi sangat gegabah mengambil keputusan untuk menggagalkan keberangkatan haji pada tahun ini terkhusus bagi negara dengan jumlah mayoritas muslim terbesar di dunia. 


Lantas apakah ada kaitannya dengan dana haji yang terjerembab di kantong-kantong penguasa yang menjadikan tersendat nya regulasi haji pada tahun ini? 


Ataukah ini merupakan sebuah permainan kongkalikong antar penguasa yang entah apa keuntungan yang hendak mereka raih sehingga dengan teganya memfitnah pihak Arab tidak memberikan kuota haji pada Jama'ah Indonesia dan dengan ringan nya menggoreskan hati para calon Jama'ah yang menanti-nanti waktu keberangkatan nya memenuhi panggilan Ilahi. 


Entah sampai kapan kita berada di antara bulan-bulanan penguasa yang siap menyantap kapan saja rakyatnya. 


Sadarilah, bahwa kita masihlah berada di bawah naskah drama sang penguasa nista, yang penuh dengan dusta, di tanah negeri dongeng, yang entah sampai kapan berakhirnya, jika tak sama-sama kita menyadari akan kebobrokan negeri dongeng ini. []


Wallahu a'lam Bishawab.


Oleh Dian Fitriani



Posting Komentar

0 Komentar