Diplomasi Haji Kala Pandemi


Pelaksanaan ibadah haji 2021 resmi dibatalkan. Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring pada Kamis (3/6/2021). "Menetapkan pembatalan keberangkatan jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 Hijriah atau 2021 Masehi bagi warga negara Indonesia yang menggunakan kuota haji Indonesia dan kuota haji lainnya," kata Yaqut.

Faktor kesehatan, keselamatan, dan keamanan jemaah haji yang terancam akibat pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi menjadi alasan yang pertama. Pertimbangan kedua adalah karena Kerajaan Arab Saudi hingga kini belum mengundang pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani nota kesepahaman tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2021. Selain itu Arab Saudi juga belum membuka akses layanan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini, padahal pemerintah Indonesia memerlukan waktu untuk melakukan persiapan pelayanan jemaah haji.

Sayangnya apa yang disampaikan pemerintah ini langsung mendapat bantahan dan  klarifikasi dari pihak kedubes Arab Saudi di Indonesia. "Saya ingin memberitahukan kepada Yang Mulia bahwa berita-berita tersebut tidaklah benar dan hal itu tidaklah dikeluarkan oleh otoritas resmi Kerajaan Arab Saudi," tulis Dubes Pelayan Dua Kuota Suci untuk RI, Essam Bin Ahmed Abid Althaqafi dalam, tertanggal 3 Juni 2021. Kedubes Arab Saudi menegaskan hingga saat ini, Kerajaan Arab Saudi belum mengeluarkan instruksi apapun berkaitan dengan pelaksanaan haji tahun ini, bagi bagi para jemaah haji Indonesia atau para jemaah haji lainnya dari seluruh negara di dunia.

Pernyataan Essam ini akhirnya memantik reaksi masyarakat Indoneisa dan mulai mempertanyakan sikap pemerintah. Memang jika ditilik daari tingkat kesulitan dan kerumitan prosedur pemberangkatan haji, harus diakui bahwa haji dimasa pandemi tidaklah mudah. Bayangkan saja, harus ada tekad yang kuat, prokes yang ketat dan disiplin dari setiap pihak yang terlibat untuk pelaksanaan ibdah haji ini. 

Di masa pandemi, kuota haji memang sangat mungkin untuk dikurangi. Pembatasan usia jemaah haji juga harus menjadi perhatian, ditambah dengan pemastian bahwa jemaah haji yang berangkat tidak memiliki penyakit penyerta, penyulit bahkan faktor resiko yang bisa meningkatkan potensi penularan Covid-19. Belum lagi bicara akomodasi dan pemastian keamanan selama perjalanan menuju Arab Saudi. Dari sisi biaya sudah bisa dipatikan biaya haji akan sangat membengkak dibandingkan sebelum pandemi ada. 

Namun bukan berarti ibadah haji tidak memungkinkan dilakukan. Jika keputusan ini terjadi tahun lalu, yakni saat awal pandemi terjadi, mungkin bisa dimaklumi. Sebab saat itu hampir semua negara masih dalam proses mencari pola pengendalian pandemi di masing-masing negerinya. Apalagi saat itu vaksin belum berkembang seperti saat ini. Maka saat itu, langkah penyelamatan dengan pembatalan ibadah haji bisa dikatakan langkah yang tepat.

Tetapi dalam perkembangan saat ini, pola pengendalian pandemi sudah mulai nampak. Mulai dari pendisiplinan prokes, hingga program vaksinasi. Penelitian sudah banyak dilakukan, jurnal-jurnal ilmiah juga mulai banyak dipublikasikan. Dan realitanya, Arab Saudi juga sudah membuka kuota umroh dengan berbagai ketentuan dan syarat yang berlaku terkait prokes. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya ada peluang untuk melakukan ibadah haji tahun ini. Meski memang harus dibarengi dengan berbagai kajian yang mendalam.

Keputusan pemerintah untuk membatalkan ibadah haji 2021 ini memang cukup mengagetkan kaum muslimin, bahkan bisa dikatakan cukup menyakitkan. Keputusan sepihak untuk membatalkan haji 2021 mennunjukkan pemerintah memag tidak serius memikirkan kondisi kaum muslimin. Pemerintah seakan tidak mau mengakomodir kepentingan kaum muslimin untuk menjalankan ibadahnya. Jangankan dalam hal haji, dalam pelaksaan ibadah di tanah air pun pemerintah juga seakan menganaktirikan kaum muslimin. Padahal kaum muslimin adalah penduduk mayoritas di negeri ini

Tengok saja, ketidakadilan pemerintah dalam penanganan kasus kerumunan. Meski sama-sama kerumunan, namun ada pembedaan tindakan hukum. Siapa yang dijerat hukum hingga dijatuhi hukuman pidana dan siapa pula yang dianggap tidak melanggar hukum. Larangan mudik di akhir Ramadhan yang lalu juga masih menyisakan luka menganga di hati kaum muslimin. Bagaimana mungkin pemerintah tega menurunkan tentara dan alat berat di perbatasan hanya untuk menghalau pemudik, sementara wisatawan asing dibiarkan melenggang masuk ke negeri ini?

Di sisi lain, sebagai sebuah negara dengan penduduk mayoritas muslim, seharusnya pemerintah menyadari bahwa haji adalah bagian dari rukun Islam kelima yang wajib ditunaikan oleh kaum muslimin yang mampu melakukannya. Jika pemerintah memang ingin meriayah kaum muslimin dengan baik, aspek ini seharusnya dikedepankan. 

Mestinya pemerintah mengupayakan sekuat tenaga untuk bisa membantu kaum muslimin menjalankan ibadahnya dengan tenang. Bahkan jika dirasa perlu, pemerintah bisa melakukan edukasi kepada para calon jemaah haji, membangun komunikasi yang efektif dengan berbagai pihak terkait, dan bahkan sampai melakukan diplomasi yang berkualitas kepada pemerintah Arab Saudi. Jika langkah ini tidak dilakukan, maka jangan salahkan umat jika menganggap pemerintah memang tak berminat dan tak berniat melakukan diplomasi lalu mencari alasan dengan cara  mempolitisasi pandemi. Naudzubillahi tsumma naudzubillahi min dzalik.  

Oleh Kamilia Mustadjab.

Posting Komentar

0 Komentar