Harun Masiku dan TWK, Peradilan Negara yang Terperangkap Koruptor


Beberapa waktu belakangan santer tersiar kabar bahwa Harun Masiku berada di Indonesia menjadi pembicaraan hangat. Bagaimana tidak, karena kabar tersebut diucapkan oleh penyidik KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Harun Al Rasyid. 


Tes Wawasan Kebangsaan ini merupakan bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) yang menyebabkan 75 pegawai dinyatakan tidak lolos. Tak hanya itu, beberapa kasus yang siap untuk dilakukan operasi tangkap tangan (OTT) juga tidak bisa dilakukan (Kompas.com 4/6/2021).


Harun mengungkapkan bahwa beberapa orang dari 75 pegawai yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan termasuk dirinya sedang menangani kasus besar. Mereka adalah tim penanganan tersangka daftar pencarian orang (DPO) kasus korupsi yang ditangani KPK. Namun akibat dikeluarkan surat keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 tentang Hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan pegawai, ia tak dapat berbuat banyak. 


Harun menjelaskan bahwa dirinya diberi tugas dan wewenang oleh pimpinan KPK untuk menangkap para DPO. Ia menyebutkan ada lebih dari lima kasus yang bisa dilakukan operasi tangkap tangan. Padahal kasus-kasus tersebut memiliki pengaruh besar terhadap pemberantasan korupsi.


Selayang Pandang Harun Masiku


Harun Masiku merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR periode 2019-2024 yang turut menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Ia ditetapkan sebagai tersangka karena memberikan uang kepada Wahyu Setiawan agar membantunya menjadi anggota legislatif melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). 


Entah seistimewa apa seorang Harun Masiku, hingga bos PDIP beserta sekjennya, Harto Kristiyanto harus turun tangan dalam menjadikannya anggota legislatif. Akhirnya terjadilah penyuapan tersebut.


Padahal menurut Refly Harun, kesempatan Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR sangatlah kecil, karena perolehan suaranya berada di urutan keenam. Sedang kursi yang kosong (karena wafat yang juga merupakan politikus PDIP) pada urutan pertama, maka seharusnya kursi jatuh pada urutan selanjutnya. Untuk usaha tersebut, PDIP sampai melakukan Judicial Review untuk mendapatkan kursi pertama (Tribun News.com 21/4/2020)


Melihat perkembangan fakta yang ada, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai bahwa tidak ada keseriusan yang ditunjukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pencarian buron Harun Masiku. ICW bahkan menduga, salah satu tujuan tes wawasan kebangsaan (TWK) adalah untuk mengamankan Harun Masiku. Selain itu ia sudah enam belas bulan masuk dalam DPO, namun ‘red notice’ baru diajukan kepada Interpol (Warta ekonomi.co.id 6/6/2021).


Pemberantasan Korupsi dalam Negeri


Tidak hanya kali ini korupsi besar terjadi di Indonesia dan sebanyak itu pula rakyat telah dibohongi dalam petak umpet pelakunya. Padahal milyaran bahkan trilyunan rupiah telah habis dimakan para tikus berdasi. Sumber daya alam Indonesia juga tergadai karenanya. Korupsi berjamaah ini memang sengaja tidak dibongkar kasusnya. Kalaupun ditangkap hanya orang suruhan saja yang mendekam di bui.  


Sangat dimungkinkan akan ada Harun Masiku lain di kemudian hari bila keseriusan untuk memberantas korupsi saja tidak ada. Tujuan untuk mensejahterakan rakyat jelas tinggal angan, sejurus dengan keserakahan duniawi.  


Dalam buku “Bunga Rampai Syariat Islam”, yang merupakan kumpulan makalah dari diskusi publik bertema ‘Selamatkan Indonesia Dengan Syariah’, dikatakan bahwa ada dua faktor utama yang menyebabkan manusia menjadi korup. 


Pertama, faktor individu, bagaimana paham materialisme sudah mempengaruhi karakter manusia. Dalam masyarakat yang menjunjung tinggi materialisme, maka kebahagiaan, kehormatan dan status sosial diukur oleh materi.


Kedua, faktor sistem, terkait dengan sistem kenegaraan, hukum, sosial maupun birokrasi. Birokrasi yang korup jelas akan tidak efisien dan tidak bekerja secara efektif. Anggaran yang besar lebih banyak digunakan untuk mengurus aparat daripada meningkatkan kerja birokrasinya. 


Korupsi yang demikian luas dan membudaya juga mengakibatkan pada rusaknya karakter kepribadian aparat dan masyarakat. Sehingga hukum tidak mampu mengendalikan korupsi, maka hukum tidak lagi menjadi institusi yang dihormati. Oleh karena itu pemerintahan yang bersih dan baik harus dibangun secara sistematis. 


Hal ini pulalah yang telah dibentuk Rasulullah saw di Madinah. Dengan membangun institusi politik berladaskan akidah, yang diisi oleh orang-orang yang takut terhadap Allah dan Rasul-Nya. Mereka tak berani untuk melangkah keluar jalur syariat walaupun hanya sejengkal. 


Berikutnya, aturan kenegaraan di atur oleh Islam yang merupakan aturan lengkap yang diturunkan oleh Allah swt pada Rasul-Nya. Termasuk bagaimana mengayomi masyarakat dengan mengoptimalkan sumber daya alam yang ada. Dengan begitu, berpikir untuk korupsi menjadi hal yang diluar pemikiran. 


Sehingga bila negeri ini selalu terlibat korupsi dari tingkat bawah hingga pejabatnya, maka dianjurkan untuk taubat nasional. Kemudian mengganti dengan sistem pemerintahan anti korupsi yang selalu mengedepankan kesejahteraan rakyat. Itulah sistem pemerintahan Islam yang pastinya tak akan membuka celah untuk mengulik harta rakyat. []


Wallahu’alam.


Oleh Ruruh Hapsari

Posting Komentar

0 Komentar