Ketika Rindu Baitullah Terhambat Ide Fasad Merusak

 


La baikallah humma labaik

La baikalla syarikalla labaik


Lantunan syahdu panggilan untuk berhaji menyeruak ke telinga-telinga para perindu surga. Mereka yang sudah mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk memenuhi panggilan Sang Maha Rahman. Tak peduli jauh,mahal dan sulitnya menempuh cara ke sana semua dilakukan demi mendapatkan keridaan-Nya.


Namun kerinduan itu kini terhambat dengan berbagai kebijakan yang menghambat rindu hingga meneteskan air mata kesedihan yang mendalam. Seolah tak ada ruang lagi untuk menumpahkan semua rindu hanya terpaku dalam sajadah kepasrahan. Ruang gerak umat Islam di Indonesia untuk ke Baitullah tahun ini seakan terhempas di jurang ketidakpastian.


Semua ini akibat adanya ide fasad yang merusak sebagian kaum muslimin. Ide tersebut telah merobohkan sendi-sendi keimanan sebagian kaum muslimin terutama di negeri ini. Dengan berbagai alibi dikemukakan demi menutupi sebuah kefasadan dan kerusakan bobroknya sistem sekularisme.

Para pemimpin di berbagai negeri muslim pun sama melakukan kezaliman dengan mengebiri berbagai ajaran Islam.


Padahal sejatinya seorang muslim apalagi seorang pemimpin harusnya melindungi dan mengayomi rakyatnya. Berusaha menjaga akidahnya dan bebas aman menjalankan syariat Islam secara kafah. Namun beginilah hidup di masa Mulkan jabariyan kerinduan yang menggebu ke Baitullah pun harus dihambat dengan sebuah kebijakan yang tidak elegan.


Hal ini berbanding terbalik dengan para khalifah di masa kejayaan Islam yang senantiasa menjaga akidah umatnya untuk menerapkan seluruh aturan Islam.

Tengoklah saat masa  Sultan Abdul Hamid II, Khilafah saat itu membangun sarana transportasi massal dari Istanbul, Damaskus, hingga Madinah untuk mengangkut jemaah haji.


 Jauh sebelum Khilafah Utsmaniyah, Khalifah Abbasiyyah, Harun ar-Rasyid, membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz (Makkah—Madinah). Di masing-masing titik dibangun pos layanan umum, yang menyediakan logistik, termasuk dana zakat bagi yang kehabisan bekal.


Betapa indah di masa kejayaan Islam. Merangkul ketaatan secara totalitas. Saling bergenggaman tangan antara rakyat dan penguasa dalam indahnya ketaatan dan keimanan yang kokoh. Kerinduan terhadap Baitullah pun di masa kejayaan Islam pun tidak pernah terhalang jarak, waktu dan ide rusak. Semua terjaga karena dalam bingkai aturan Islam yang kafah. Rindu yang membuncah pun terjawab sudah karena penerapan Islam kafah. []


Wallahu a'lam bishshawab.


Oleh Heni Ummu Faiz

Ibu Pemerhati Umat




Posting Komentar

0 Komentar