Membicarakan masalah keberagaman sering diidentikkan dengan kondisi yang beragam banyak perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Inilah yang kemudian disebut dengan istilah pluralitas.
Sedangkan istilah Pluralisme (bahasa Inggris: pluralism), terdiri dari dua kata plural (=beragam) dan isme (=paham) yang berarti paham atas keberagaman. ... hasil atau keadaan menjadi plural. keadaan seorang pluralis; memiliki lebih dari satu tentang keyakinan. (www brainly).
Inilah yang kemudian bagi kita seorang muslim harus meneliti dan berhati-hati menerima arti kata tersebut yang kemudian akan memberikan corak pemikiran pada isi kepala kita. Hal ini karena istilah tersebut berasal dari bahasa asing (Barat) dan sangat dipopulerkan oleh Barat untuk diterima oleh kaum muslimin di seluruh dunia.
Pluralitas (keberagaman) sejatinya memang sebuah sunatullah. Namun menyamakan pluralitas dengan pluralisme sebagai sebuah kesalahpahaman.
Dikutip dari REPUBLIKA.CO.ID, bahwa menurut The Random House Dictionary of the English Language, kata ‘plural’ berarti “pertaining or involving a plurality of persons or things” (berkenaan atau melibatkan banyak orang atau hal). Kata ‘plurality’ (pluralitas) berarti “state or fact of being plural” (keadaan atau fakta yang bercorak majemuk).
Kata ‘pluralism’ (pluralisme) berarti “a theory that reality consists of two or more independent elements” (suatu teori bahwa realitas terdiri atas dua unsur independen atau lebih).
Dari kutipan ini dapat dipahami bahwa inti pengertian kata plural, pluralitas, dan pluralisme adalah sama, yaitu sama-sama mengandung pengertian kemajemukan, keberagaman, keberbagaian, dan kebinekaan. Kata ‘plural’ dipakai untuk menujukkan kata sifat, kata ‘pluralitas’ dipergunakan untuk menunjukkan keadaan atau fakta yang bercorak majemuk, dan kata pluralisme dipakai untuk menunjukkan pandangan atau paham tentang kemajemukan.
Kata plural, pluralitas, dan pluralisme dapat dipakai dan diterapkan ke dalam berbagai konteks dan wacana. Misalnya, pluralitas budaya, pluralisme budaya, pluralitas sosial, pluralisme sosial, pluralisme politik, pluralisme hukum, pluralitas pemikiran, pluralisme mazhab, dll. Poin penting yang perlu dicatat adalah makna pluralitas dan pluralisme sama sekali tidak mengandung pengertian menyamakan semua hal.
Pluralisme politik tidak berarti menyamakan semua aliran dan pandangan politik. Pluralisme sosial tidak berarti menyamakan semua unsur dan aspek-aspek kehidupan sosial. Begitu pula, pluralisme agama tidak berarti menyamakan semua agama yang ada di dunia ini.
(Republika co.id ,1/6/2021).
Dari poin ini terlihat menyamaratakan diksi terkait pluralitas dan pluralisme. Bahkan kadang pluralisme sering diartikan sebagai paham yang menyatakan bahwa kekuasaan negara diserahkan kepada berbagai golongan dan tidak dibenarkan dimonopoli oleh satu golongan tertentu. Mirisnya pluralisme sering dipahami sebagai paham yang mentoleransi adanya keragaman agama, kebudayaan, peradaban dsb. Bahkan menurut Ernest Gellner menyebut model masyarakat yang menjunjung tinggi hukum dan hak-hak individu (cicil society).
Civil society ini digunakan untuk menggambarkan masyarakat yang plural,tidak ada dominasi kekuasaan dan menjunjung tinggi hak-hak individu. Pandangan ini sering dinarasikan sebagian kalangan muslim konsep masyarakat sipil ini dengan masyarakat Madani yang dianggit oleh masa awal-awal Islam.
(Alwaie,no 23 th.2000)
Pandangan Islam tentang Pluralisme
Sebagian kalangan yang menyamakan piagam Madinah sebagai bagian dari pluralisme.Hal ini dengan mengatakan sebagai adanya keberagaman etnik,budaya dan agama, dengan mengaitkan dengan masyarakat sipil (Civil society).
Padahal sejatinya dalam piagam Madinah tersebut mengikat antara nonmuslim (Yahudi)yang merupakan bagian dari warga negara khilafah Islam. Mereka diatur hak dan kewajibannya dan menjalankan syariat Islam. Mereka tidak hidup atas prinsip kebebasan dan prinsip-prinsip pluralisme. Mereka hidup dalam aturan Islam dengan mengikuti syariat Islam sebagai warga negara Islam.
Sekalipun beragam tetapi mereka hidup dalam sebuah kesatuan.Buksnlah seperti prinsip sivil society yang menggambarkan suatu masyarakat yang terdiri dari lembaga-lembaga otonom yang mampu mengimbangi kekuasaan negara sehingga harus ada yang kelompok yang bersikap oposan terhadap negara (yang jelas ingin memisahkan negara di satu sisi dengan masyarakat di sisi lain.
Tentu hal ini sangat bertentangan dengan Islam. Karena dalam Islam yang namanya masyarakat adalah kesatuan yang utuh yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Islam memandang individu sebagai bagian dari masyarakat Islam dan masyarakat tidak bisa dipisahkan dari negara.
Menjunjung tinggi hak-hak individu merupakan sebuah ide fasad yang berasal dengan prinsip kebebasan.
Pluralisme juga menapikan kebenaran secara mutlak karena prinsip penyamaan keberagaman. Kebenaran dianggap relatif artinya tidak ada kebenaran hakiki baik secara agama maupun budaya. Hal ini pula yang bertentangan dengan Islam.
Oleh karena itu, prinsip pluralisme merupakan sebuah kesesatan semata yang sengaja digaungkan guna menghancurkan ajaran Islam.
Ide pluralisme agama ataupun yang lainnya sengaja diopinikan agar mau diterima oleh kaum muslimin.
Pada akhirnya akan menghambat kebangkitan Islam. []
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh Heni Ummu Faiz
Ibu Pemerhati Umat
0 Komentar