Di tengah berbagai macam isu perpecahan maupun konflik di Indonesia, Pancasila masih diharapkan perannya sebagai pedoman untuk menyatukan keragaman bangsa Indonesia. Upaya penyadaran pesan pemersatu tersebut senantiasa diupayakan terutama pada bulan Juni yang merupakan bulan peringatan hari lahir pancasila, lebih tepatnya diperingati pada 1 Juni setiap tahunnya.
Upaya penyadaran melalui peringatan hari lahir pancasila itu pun telah dilakukan ke-76 kalinya. Salah satu contohnya adalah bentuk penyadaran dari beberapa Mahasiswa Universitas Indonesia yang mengadakan video kolaborasi antar agama untuk membawa pesan persatuan atas keragaman bangsa Indonesia. Melalui video tersebut, disampaikan bahwa pancasila merupakan pedoman bagi bangsa Indonesia untuk bersatu di tengah keberagaman agama, suku, maupun budaya.
Namun, pada faktanya setelah 76 kali peringatan hari lahir Pancasila dirayakan, persatuan di negeri ini ternyata masih harus dipertanyakan. Berbagai macam framing negatif terhadap suku maupun agama tertentu masih sering ditemukan di tengah masyarakat Indonesia. Adanya keinginan dari masyarakat tertentu untuk memisahkan wilayah Indonesia pun menjadi sorotan di tengah peringatan hari lahir Pancasila yang harapannya bisa menjadi pemersatu bangsa. Lalu, menjadi pertanyaan selanjutnya ialah apakah Pancasila layak dijadikan pedoman pemersatu bangsa?
Perlu dipahami pula bahwa latar belakang dijadikannya Pancasila sebagai pedoman pemersatu bangsa karena Pancasila dianggap sebagai ideologi. Namun, perlu dipahami pula kriteria dari ideologi sebenarnya dan apakah Pancasila memiliki kriteria tersebut atau tidak. Adapun makna Ideologi secara umum adalah pemikiran paling asasi yang melahirkan sekaligus menjadi landasan pemikiran-pemikiran yang menjadi landasannya (M. Muhammad Islami, 1958).
Asas pemikiran dari ideologi tersebut adalah akidah yang dalam konteks modern terdiri dari materialisme, sekularisme dan Islam. Akidah tersebut memiliki pemikiran yang mendasar serta menyeluruh terkait manusia, alam semesta, dan kehidupan; tentang apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia; serta keterkaitan ketiganya dalam kehidupan sebelum dan setelah dunia. (M. Husain Abdullah, 1990). Akidah tersebut yang akan melahirkan pemikiran cabang yang mencakup seluruh aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, politik dan lainnya.
Ideologi tersebut akan membentuk suatu masyarakat yang memiliki sistem peraturan tertentu. Pada kenyataanya, hanya ada tiga ideologi yang eksis di dunia ini yaitu: (1) Sosialisme-Komunis, yang lahir dari akidah materialisme; (2) Kapitalisme-sekuler, yang lahir dari akidah sekulerisme; (3) Islam, yang lahir dari akidah Islam.
Adapun ideologi sosialisme-komunis didasarkan pada akidah materialisme yang memandang bahwa alam semesta, manusia, dan kehidupan merupakan materi belaka sehingga ideologi ini mengingkari eksistensi Tuhan lalu melahirkan keyakinan bahwa dunia ini harus diatur berdasarkan prinsip dialektika materialisme yang melibatkan semua unsur materi (manusia, alam, dan sarana kehidupan).
Sedangkan ideologi kapitalisme-sekuler didasarkan pada akidah yang mengakui eksistensi Tuhan, namun tidak otoritas-Nya untuk mengatur manusia sehingga pengingkaran terhadap otoritas Tuhan ini selanjutnya melahirkan sebuah pandangan bahwa manusialah yang berwenang secara mutlak untuk mengatur kehidupannya sendiri secara bebas, tanpa campur tangan Tuhan (agama).
Kedua ideologi tersebut sangat berbeda dengan ideologi Islam yang didasarkan pada akidah yang meyakini eksistensi Tuhan sebagai Pencipta alam, manusia dan kehidupan; sekaligus mengakui bahwa Dialah satu-satunya yang memiliki otoritas untuk mengatur kehidupan manusia. Ideologi Islam juga memiliki seperangkat aturan dalam aspek kehidupan manusia (politik, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya dan lainnya); termasuk yang menyangkut aspek religiusitas dan spiritualitas manusia, atau yang menyangkut agama.
Ketiga ideologi tersebut pun melahirkan peraturan yang menyeluruh mengenai kehidupan manusia termasuk peraturan maupun prinsip bermasyarakat berdasarkan akidah yang mendasarinya. Ideologi sosialisme-komunis jelas-jelas meniadakan eksistensi Tuhan dan tentu saja meniadakan peran agama dalam kehidupan. Sedangkan ideologi kapitalisme-sekuler justru memisahkan sistem agama yang berasal dari pencipta manusia dari kehidupan manusia.
Adapun Islam menjadikan agama yang berasal dari Pencipta manusia sebagai landasan hidup manusia. Maka, jelaslah bahwa sistem kehidupan yang berasal dari Pencipta manusia lebih sesuai dan tepat untuk diterapkan kepada manusia karena sesuai dengan fitrah manusia. Begitu pun dengan kehidupan bermasyarakat yang beraneka ragam, ideologi Islam pun memiliki peraturan yang menjaga keragaman suku bangsa tersebut.
Maka, kembali lagi pada Pancasila, apakah Pancasila merupakan ideologi dan mungkinkah Pancasila menjadi pedoman pemersatu bangsa? Berdasarkan penjelasan mengenai ideologi sebelumnya, sangatlah jelas bahwa Pancasila tidak dapat dikategorikan ideologi karena tidak menghasilkan peraturan maupun sistem kehidupan apapun. Pancasila hanya berisi falsafah yang tidak menghasilkan sistem kehidupan.
Apabila diperhatikan kembali implementasi di negeri ini serta mengacu pada argumentasi yang disampaikan pada video kolaborasi mahasiswa antar agama sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa negeri ini menerapkan ideologi kapitalisme-sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Hal ini terlihat jelas dari kebebasan untuk mengadakan peraturan yang mengakui kebenaran semua agama, padahal jelas dari salah satu agama yaitu islam, tidak mengakui kebenaran agama lain selain islam serta islam memiliki peraturan dan sistem bermasyarakat yang paripurna untuk menjaga persatuan keragaman suku, agama, bahasa, bangsa, maupun budaya.
Sejarah juga telah membuktikan keberhasilan penerapan ideologi Islam secara paripurna dalam satu institusi negara Islam selama 13 abad lamanya. Berbagai latar belakang suku, bahasa, budaya manusia disatukan dalam naungan daulah Islam pada saat itu. Bahkan pada masa awal pemerintahan Islam yang dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW di Madinah, suku ‘Aus dan Khazraj langsung dipersaudarakan padahal sebelumnya mengalami konflik hebat bahkan berujung pada peperangan. Dalam naungan institusi Islam, perpecahan tersebut dapat diselesaikan dan bersatu menjadi masyarakat Islam yang memiliki pemikiran, perasaan serta peraturan yang sama dan sesuai fitrah manusia.
Maka, jelaslah bahwa hanya ideologi Islam yang memiliki sistem peraturan yang paripurna sehingga persatuan pun dapat diwujudkan. Sedangkan Pancasila terbukti gagal dalam perannya untuk mempersatu bangsa bahkan eksistensinya sebagai ideologi pun masih dipertanyakan karena Pancasila tidak memenuhi kriteria hakikat ideologi sesungguhnya.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan persatuan umat yang hakiki dan sesuai fitrah, perlu adanya penerapan sistem Islam secara paripurna dalam satu institusi sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah SAW dahulu bahkan telah berhasil menjaga persatuan umat selama 13 abad lamanya. wallahu a’lam bishshawab.[]
Oleh Isra Novita,
Mahasiswi
Universitas Indonesia
0 Komentar