Polemik Penambahan Pajak Nilai, Pengamat: Pemerintah Kehilangan Filosofi Mendasar Dalam Membuat Kebijakan dan Mengatur Urusan Rakyat


Rencana kebijakan Penambahan Pajak Nilai (PPN) yang belakangan menuai pro dan kontra rencana bakal tertuang dalam perluasan objek PPN, yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Adapun kebutuhan masyarakat yang akan dikenai PPN diantaranya sembako dan sekolah, yang mana keduanya merupakan kebutuhan primer bagi masyarakat Indonesia. Banyak yang menilai polemik ini justru akan semakin mencekik masyarakat kalangan menengah ke bawah.

Bagaimana pendapat pengamat terkait wacana tersebut? Kali ini Muslimah Jakarta telah berhasil mewawancarai seorang dosen ekonomi yang  juga konsen terhadap isu tersebut, Ibu Ira Geraldina. Berikut hasil wawancaranya.

Tanya: Bagaimana pendapat ibu terkait wacana pemerintah yang berencana mengenakan PPN dari sejumlah barang dan jasa, seperti sembako dan pendidikan?

Jawab: Pengenaan PPN pada kebutuhan dasar masyarakat, sekalipun barang/jasa premium, menunjukkan pemerintah kehilangan filosofi mendasar dalam membuat kebijakan dan mengatur urusan rakyat. Sejatinya tugas negara adalah menjamin kebutuhan dasar masyarakat dengan kualitas barang/jasa yang terbaik. Jika mampu memberikan kualitas premium, pemerintah seharusnya bangga, bukan kemudian dikenakan pajak. Pemerintah sebaiknya hati-hati akan dampak psikologi sosial di masyarakat, mengingat barang/jasa tersebut adalah kebutuhan dasar mayarakat bukan kebutuhan tersier.

Tanya: Apakah dengan wacana tersebut bisa dikatakan keuangan negara saat ini sedang krisis?

Jawab: Penarikan PPN (apapun bentuknya) merupakan instrumen paling mudah untuk mengumpulkan penerimaan negara dikenakan final berdasarkan transaksi penjualan. Mengingat yang dikenakan adalah barang/jasa yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat bisa dikatakan pemerintah kesulitan mencari alternatif penerimaan negara untuk menutupi defisit APBN yang semakin lebar yang selama ini ditutup oleh hutang.

Tanya: Apa hukum pajak dalam Islam?

Jawab: Hukum pajak dalam Islam adalah mubah selama dilakukan sesuai dengan syariah, yaitu tidak mendzalimi rakyat dan dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat.

Tanya: Samakah pajak dalam sistem kapitalisme dengan pajak dalam sistem Islam?

Jawab: Berbeda. Dalam sistem sistem kapitalisme, pajak merupakan sumber utama pemasukan negara mengingat fungsi negara lebih dominan sebagai regulator ketimbang sebagai pelaku ekonomi. Pemilik modal (swasta/privat) yang menguasai sumber-sumber ekonomi, sehingga pajak berfungsi sebagai instrumen untuk mendistribusikan kekayaan di masyarakat.

Sedangkan dalam sistem Islam, pajak merupakan opsi terakhir ketika sumber-sumber utama pemasukan kas neraga tidak dapat menutupi anggaran pengeluaran. Pajak pun hanya ditarik dari orang-orang yang mampu dan warga negara yang beragama Islam. Warga negara non muslim bukan subjek pajak karena mereka telah membayarkan jizyah sebagai jaminan pemenuhan hak kebutuhan dasar hidup mereka yang telah sukarela diatur oleh syariat Islam.

Tanya: Lantas bagaimana Sistem Islam dalam menstabilkan atau mengatur sistem keuangan/ekonomi negara?

Jawab: Dalam Islam, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan dasar setiap penduduknya baik muslim maupun muslim, kaya atau miskin. Baik berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Oleh karena itu, negara merupakan regulator dan penggerak utama perkonomian dengan mengatur aspek kepemilikan, pengelolaan, dan distribusi kekayaan agar kekayaan tidak bepusat pada pihak-pihak tertentu saja (swasta/privat).

Pengelolaan keuangan negara diatur oleh Lembaga Negara yang disebut Baitul Maal. Fungsi Baitul Maal adalah mengelola pemasukan dan pengeluaran kekayaan negara. Sumber pemasukan utama Baitul Maal berasal:

- sektor kekayaan milik perseorangan (privat) berupa harta zakat/infaq/sedekah;
- sektor kekayaan milik publik berupa hasil pengelolaan tambang, minyak bumi, gas, dan sumber daya alam lainnya;
- sektor kekayaan milik negara berupa jizyah, ghanimah, faí, kharaj, ‘usyur, dam khumus.

Pemasukan negara dari ketiga sumber tersebut akan dikelurkan untuk:

- pemasukan yang berasal dari sektor kekayaan perseorangan berupa zakat akan didistribusikan kepada 8 golongan penerima zakat, sedangkan infaq dan sedekah diserahkan pendistribusiannya kepada negara untuk kemaslahatan masyarakat.

- pemasukan yang berasal dari sektor kepemilikan umum didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan dasar barang dan jasa publik selayak mungkin. 

- pemasukan dari sektor kekayaan negara kebijakan pendistribusiannya dikembalikan sepenuhnya kepada negara sepanjang untuk kemaslahatan masyarakat.

Oleh karena itu, pajak hanya ditarik sewaktu-waktu apabila ketiga sumber utama pemasukan Baitul Maal sudah tidak memadai. Dengan demikian pajak tidak membebani masyarakat karena kebijakan pajak tidak mempengaruhi harga kebutuhan dasar masyarakat.


Posting Komentar

0 Komentar