Sudah 23 tahun sejak digulingkannya rezim orde baru yang dipimpin Soeharto selama tiga dekade lebih. Dalam demonstrasi untuk menurunkan Soeharto, mahasiswa dan pemuda membawa enam tuntutan reformasi antara lain penegasan supremasi hukum, pemberantasan KKN, mengadili Soeharto dan kroninya, amandemen konstitusi, pencabutan dwifungsi TNI/POLRI dan otonomi daerah seluas-luasnya. Namun, cita-cita reformasi yang diperjuangkan saat itu rasanya semakin jauh dari harapan.
Amnesty International Indonesia menilai setelah 23 tahun reformasi, perlindungan kebebasan sipil di Indonesia kian mengalami kemunduran. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan hak-hak sipil yang diperjuangkan lewat reformasi justru mengalami pengekangan dan represif dalam beberapa tahun terakhir. (CNN Indonesia 22/05/2021).
Selain itu, Peneliti Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor, mengatakan cita-cita reformasi yang disuarakan setelah rezim orde baru tumbang telah diganggu oleh oligarki. (tempo.co 21/05/2021).
Tidak hanya itu, pelanggaran demi pelanggaran juga terus dilakukan oleh negeri tercinta ini. Mulai dari pengabaian hukum dan hak-hak sipil hingga pembuatan kebijakan yang merugikan masyarakat. Akan terus teringat aksi pemerintah menggolkan UU Cipta Kerja yang akhirnya semakin mengokohkan oligarki di Indonesia, pelemahan KPK lewat revisi UU KPK dan TWK (Tes Wawasan Kebangsaan). Praktik keji melawan hukum pun juga dilakukan contohnya saja seperti unlawfull killing yang diterima FP1, tindakan-tindakan represif yang diterima mahasiswa ketika menjalankan aksi damai penolakan omnibus law, peringatan May Day dan Hari Pendidikan Nasional. Dan masih banyak lagi dosa-dosa yang dilakukan oleh negeri ini.
Mengapa dosa-dosa ini masih terus saja terjadi padahal tirani telah diturunkan? Hal ini karena adanya kesalahan dalam penyelesaian masalah. Sesungguhnya masalah utama bukanlah pada rezim yang berlaku. Baik orde lama, orde baru, ataupun reformasi seperti saat ini, selama kita masih mengadopsi sistem buatan manusia selama itu pula negeri ini akan melahirkan penguasa tirani.
Sistem yang digunakan saat ini (kapitalisme-sekularisme) memang menyebabkan berbagai kerusakan di bumi. Kapitalisme dengan asasnya yaitu sekularisme (pemisahan agama dari urusan kehidupan) menyebabkan urusan kehidupan termasuk bernegara dilakukan tanpa adanya rasa kehadiran Sang Pencipta, Allah SWT dan kesadaran bahwa semua yang dilakukannya akan dipertanggung jawabkan kelak di akhirat. Sehingga kebijakan yang dihasilkan berlandaskan kepentingan duniawi semata (materi). Ketika itu tidak menghasilkan keuntungan materi maka kebijakan tersebut tidak diloloskan.
Sementara itu, ketika menghasilkan keuntungan materi maka kebijakan tersebut diloloskan. Contohnya saja bisa kita lihat dengan pelolosan UU Cipta Kerja, padahal mahasiswa, aktivis, akademisi, buruh dan masyarakat sudah berulang kali meminta untuk tidak disahkan. Namun yang terjadi adalah sebaliknya karena lewat undang-undang inilah investasi-investasi besar akan masuk sehingga semakin menancapkan kaki para kapitalis. Kesengsaraan rakyat dan dampak buruk bagi lingkungan tidak lagi dijadikan perhitungan.
Anak kandung Sekularisme yaitu demokrasi yang diagungkan pun tak bisa jadi harapan. Demokrasi yang katanya mengutamakan suara mayoritas faktanya tidak pernah dilakukan sejak awal. Slogan dari rakyat-oleh rakyat-untuk rakyat akhirnya hanya jadi omong kosong semata. Sejatinya sejak awal kita hanya memilih calon yang diusung dari sebagian kecil masyarakat.
Kedaulatan yang katanya di tangan rakyat beralih menjadi kedaulatan di tangan kapitalis (pemilik modal) karena berkat para kapitalislah mereka bisa duduk di bangku kekuasaan. Maka kebijakan yang ada merupakan hasil dari bersekongkol dengan kapitalis. Sementara itu, rakyat semakin diabaikan dan dibuat sengsara. Sistem ini pun menjadi wadah lahirnya penguasa diktaktor yang mengamankan kekuasaan dengan berbagai cara termasuk menyengsarakan rakyatnya.
Sehingga tidak perlu lagi ngeles mengatakan kesalahan yang dihasilkan dari sistem ini karena oknum-oknum yang bermasalah. Sejatinya sistem kapitalisme-demokrasi memang sistem buatan manusia yang rusak dan merusak. Seideal apapun orang yang ada di dalamnya tetap akan menghantarkan pada terwujudnya kerusakan.
Itulah yang terjadi ketika manusia dibiarkan mengatur urusan kehidupannya sendiri. Manusia sebagai makhluk yang lemah dengan hawa nafsunya pasti akan tergoda dengan kepentingan-kepentingan duniawi. Hal ini tentu berbeda ketika Islam tidak dijauhkan dari urusan kehidupan termasuk bernegara. Islam diturunkan oleh Allah SWT dengan kesempurnaannya. Karena Syariat Islam tidak hanya mengatur urusan vertikal (mengatur urusan ibadah) namun juga urusan horizontal (mengatur urusan masyarakat termasuk bernegara).
Allah SWT berfirman:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَࣖ…
“… dan kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl : 89)
Di dalam Islam kekuasaan ada di tangan rakyat, namun kedaulatan ada di tangan syariat. Maka, pemimpin (khalifah) yang ada akan terikat dengan syariat Islam dan tidak akan berani melanggarnya. Penguasa yang ada akan menjadi hamba yang taat pada syariat Allah SWT. Syariat Islam pun hadir dengan jelas sebagai rahmatan lil ‘alamin. Maka, Sistem Islam tidak akan melahirkan penguasa-penguasa tirani yang hanya mementingkan dirinya sendiri serta para kapitalis.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita berhenti menjadi korban PHP reformasi. Mari, menjadi bagian pejuang menyongsong kehidupan ideal di bawah syariat Islam dengan berdakwah Islam kaffah. Sudah siapkah kamu mengambil bagian?[]
Oleh Fatimah Azzahrah Hanifah, Mahasiswa Universitas Indonesia
0 Komentar