Utang Fantastis Alutsista untuk Siapa?


Paska tenggelamnya kapal selam Nanggala-402, Menhan Prabowo Subianto membicarakan terkait dana besar yang dibutuhkan untuk pengadaan alutsista, bahasa yang disampaikannya adalah masterplan untuk kebutuhan alutsista Indonesia, kemudian gelontoran dana yang bersumber dari utang sebesar Rp 1.760 triliun yang harus dihabiskan sampai tahun 2024 untuk belanja untuk alat utama sistem persenjataan (alutsista) Indonesia. Alasan dikemukakan bahwa alutsista Indonesia butuh peremajaan karena banyak alutsista dengan kondisi sudah tua.

Pemerhati Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan dibutuhkan perencanaan yang benar-benar komprehensif, didasarkan pada skala prioritas yang jelas, terukur, berkesinambungan, dan mengacu pada proyeksi bentuk dan tingkat ancaman di masa yang akan datang, agar Indonesia bisa melampaui Minimum Essential Force (MEF) yang capaian Indonesia dibawah 65% dari 75% yang ditargetkan pada 2019, karena keterbatasan anggaran pertahanan.(CNBC Indonesia.com, 17/5/2021).

Juru Bicara Kemhan, Dahnil Anzar Simanjuntak, juga belum merinci besaran dana yang dibutuhkan untuk program belanja alutsista tersebut. Karena pinjaman yang kemungkinan akan diberikan oleh beberapa negara ini diberikan dalam tenor yang panjang dan bunga sangat kecil, serta proses pembayarannya menggunakan alokasi anggaran Kemhan yang setiap tahun yang memang sudah dialokasikan di APBN, dengan asumsi alokasi anggaran Kemhan di APBN konsisten sekitar 0,8 persen dari PDB selama 25 tahun ke depan, (merdeka.com, 4/6/2021). Dahnil mengatakan mengingat "60 persen alpalhankam kita sudah sangat tua dan usang serta memprihatinkan", maka modernisasi adalah keniscayaan karena pertahanan yang kuat terkait dengan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah."postur pertahanan ideal bisa tercapai pada tahun 2025 atau 2026, dan postur ideal tersebut bertahan sampai 2044.(tirto.id, 3/6/2021). 

Banyak respon publik terkait hal ini, tak terkecuali pengamat pertahanan sekaligus akademisi, Connie Rahakundini. Connie menjabarkan mengapa anggaran itu disebut sebagai masalah besar. Mulanya, Connie mengaku bertemu dengan anggota Komisi I DPR. Anggota tersebut menjelaskan soal adanya bahaya dalam anggaran pertahanan. Sebab ada dana sebesar Rp 1.760 triliun yang harus dihabiskan pada tahun 2024 untuk pengadaan alutsista. Hanya Connie mengaku tidak yakin dana sebesar itu akan tepat sasaran untuk apa? Apalagi belum jelas juga apakah alutsista yang dibeli itu adalah memang kebutuhan negeri ini. Pihaknya mengkritisi lagi bahwa itu bukan masterplan tapi shopping list alutsista Indonesia.(RMOL.co.id, 28/5/2021). 

Menurut Connie, rancangan Perpres yang menjadi landasan untuk pembelian alutsista salah dan wajib direvisi total. Kalkulasi Connie, dengan nilai pinjaman pembelian alutsista sekitar Rp1,760 triliun, artinya Kementerian Pertahanan wajib mengalokasikan dana kira-kira Rp70 triliun per tahun untuk membayar cicilan. Angka tersebut, agak mengejutkan apalagi bila dibandingkan jatah anggaran Kementerian Pertahanan Rp136,9 triliun untuk tahun ini. Artinya, nilai itu dikurangi Rp70 triliun, maka tersisa sekitar Rp 66 triliun. Sisa anggaran ini diperuntukan untuk kegiatan operasional Kemhan lainnya seperti gaji pokok para tentara. Belum lagi, jika Menteri Keuangan Sri Mulyani memangkas anggaran untuk Kementerian Pertahanan di APBN 2022 menjadi kisaran Rp 120 triliun. "Bayangkan tahun depan kita Rp120 triliun dipotong Rp70 triliun, maka tinggal Rp50 triliun artinya buat gaji TNI pun enggak cukup," ujar Connie kepada merdeka.com, Kamis (3/6).

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad kepada reporter Tirto, Senin. Rencana itu harusnya disesuaikan dengan kemampuan dan keuangan negara.  Kondisi keuangan negara lagi berat, apa tdk menunggu saja sampai kondisi ekonomi kita kembali sehat. Catatannya adalah defisit kita sudah di bawah 3%, Utang pemerintah saat ini sudah  mencapai Rp6.445 triliun per akhir Maret atau setara 42 persen PDB. Tambahan utang, apalagi dalam jumlah yang fantastis, tentu bisa memicu masalah yang lebih buruk di kemudian hari. Rencana belanja pertahanan dengan anggaran ekstra jumbo ini juga dikhawatirkan bakal mengganggu proses pemulihan ekonomi yang masih babak belur dihantam pandemi. Tauhid menegaskan jangan sampai Indonesia malah kebanyakan tambah utang di tengah ketidakpastian karena pandemi. 

Meskipun Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kemenhan, Mayjen TNI Rodon Pedrason menyampaikan utang ini tidak membebani keuangan negara, tapi bagaimanapun ini faktanya utang, Anggota Komisi I DPR, Effendi Simbolon, menilai utang sebesar itu akan sangat mmberatkan keuangan negara Yang sedang babak belur seperti sekarang. Mantan Direktur Utama PT Pindad Sudirman Said juga menegaskan butuh transparansi anggaran dan kontrol yang ketat terkait hal ini, jangan sampai dana alutsista yang begitu besar ditargetkan harus habis sampai 2024 itu akhirnya kurang efektif peruntukannya, akhirnya generasi ke depan yang jadi korban menanggung beban utang. Karena bagaimanapun ketika ada gelontoran dana yang ada pasti rawan terjadi korupsi.(Sindonews.com, 1/6/2021).

Hal tersebut diperjelas juga oleh Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo yang memaparkan temuan bahwa rencana modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) senilai Rp 1.760 triliun rawan tindak korupsi. Utamanya dalam kasus pembentukan PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) selaku pengurus alutsista, Prabowo sebagai Menteri Pertahanan dalam surat itu menjelaskan telah membuat beberapa perusahaan yang dikendalikan langsung olehnya melalui yayasan, dan di dalamnya termasuk PT Teknologi Militer Indonesia (TMI).

Dalam pembentukan PT TMI juga memanggil Glenny H Kairupan yang merupakan kerabatnya di Partai Gerindra. Lalu ada juga Harsusanto, mantan Direktur Utama PT PAL yang beberapa kali dipanggil oleh KPK sebagai saksi dalam beberapa kasus indikasi korupsi. Analisa selanjutnya, Adnan coba merujuk pada Undang-Undang Nomor 28/1999 tentang penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan bebas dari KKN. Melihat isi substansi surat tersebut, ia melihat ada kesamaan jabatan di luar pemerintah antara yang ditunjuk dan menunjuk dalam PT TMI, sama-sama dari Partai Gerindra.(liputan6.com, 9/6/2021).

Berbicara tentang korupsi, dilansir dari katadata.co.id.tahun 2020, Transparency International (TI) mencatat  Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2020 turun tiga poin menjadi 37, lebih rendah tiga poin dari 2019. Ini menunjukkan kondisi korupsi memburuk, TI menggunakan skala 0-100 dalam mengukur IPK. Skor nol menunjukkan sebuah negara sangat korup. Sebaliknya, skor 100 menunjukkan sebuah negara sangat bersih dari korupsi. Dengan skor saat ini, berarti permasalahan korupsi di Indonesia masih mengkhawatirkan. Dari 180 negara dunia dalam penilaian TI, IPK Indonesia bertengger di peringkat ke-102 pada 2020, selevel dengan Gambia yang punya skor sama.

Korupsi seolah sudah membudaya dari sejak  negara ini ada, banyak lembaga antikorupsi dibentuk, namun tak jua mampu menghilangkannya. Sangat wajar jika mantan wakil Presiden Indonesia, M. Hatta mengeluarkan pernyataan bahwa  korupsi di Indonesia sudah begitu berurat berakar, 

sistem birokrasi yang berbelit-belit merupakan pencetus lahirnya korupsi. Keinginan untuk mendapatkan suatu urusan yang mudah melahirkan apa yang namanya sogokan atau uang pelicin.(liputan6.com, 19/4/2011).

Bagaimana mengatasi gurita korupsi disetiap lini pemerintahan ternyata tidak cukup hanya birokrasi dan mental pejabat harus bersih, tapi sistem juga harus mendukung, birokrasi yang mudah dengan didukung ketaqwaan individu karena yakin bahwa Allah selalu melihatnya dan nanti akan dimintai pertanggungjawaban di setiap perbuatannya terutama dalam pengurusan urusan umat dalam bentuk sebuah Pemerintahan adalah hal yang sangat penting bagi pembentukan sebuah Pemerintahan yang bersih.

 Islam mempunyai solusi yang jelas terkait hal ini, Dalam Kitab Al amwal fi Daulah Khilafah, Umar Bin Khattab, salah satu Khulafaur Rasyidin yang menerapkan pertama  kali audit setiap kekayaan pejabat yang dia beri tanggung jawab pemerintahan di semua tingkatan, jika setiap kekayaan setelah menjabat dikurangi kekayaan sebelum menjabat ada kelebihan, maka semua harus masuk kas negara( baitul maal) tidak ada toleransi sedikitpun. Termasuk Umar selalu melakukan sidak secara berkala kepada wali-wali dan pejabat wilayah yang ada dibawah kekuasaan nya di daerah-daerah apakah mereka sudah amanah dan berbuat adil dalam kekuasaannya, jikalau ada yang mendapat keistimewaan perlakuan karena dia pejabat maka Khalifah Umar tidak segan-segan untuk memberikan hukuman/sanksi kepadanya, bahkan ada yang langsung dipecat. Demikianlah penjagaan Islam terkait bagaimana korupsi tidak tumbuh subur dalam sebuah Pemerintahan, semoga tidak lama lagi akan terlaksana.Wallahu a'lam Bi asshawwab.


Oleh Hanin Syahidah


Posting Komentar

0 Komentar