Aktivitas Politik Rasulullah sebelum Tegaknya Negara Islam di Madinah

Pada bulan Dzulqo’dah di tahun kesepuluh kenabian (619 M), Rasulullah saw kembali ke Makkah untuk memulai langkah baru dalam menawarkan Islam pada berbagai kabilah serta individu. Hal itu dilakukan Rasulullah setelah kepulangan beliau dari dakwahnya di luar Makkah termasuk di Thaif. 

Selain itu musim haji telah dekat. Walau perintah haji belum turun kepada Rasul, namun haji sudah merupakan syariat Nabi Ibrahim as yang sudah bangsa Arab sudah terbiasa untuk berhaji ke Baitul Haram. 

Pada musim haji, penduduk dari berbagai penjuru berbondong-bondong mendatangi Makkah. Kesempatan langka ini beliau pergunakan sebaik-baiknya untuk menawarkan Islam dan menyeru mereka untuk masuk kepada Islam. Beliau mendatangi setiap kabilah untuk menawarkan Islam seperti yang telah beliau lakukan sejak tahun keempat kenabian.

Ada satu langkah Rasulullah dalam menghadapi penduduk Makkah yang selalu mendustakan dan menghalangi agar orang-orang tidak mengikuti jalan Allah yang lurus. Beliau menemui berbagai kabilah pada malam hari, sehingga tak seorang pun dari Musyrikin Makkah yang bisa menghalangi.

Beberapa kabilah yang beliau datangi seperti pertama, Bani Kalb (Bani Abdullah). Beliau sendiri yang mendatangi kabilah ini di perkampungannya. Beliau menyeru langsung kepada mereka untuk menyembah Allah swt. Namun mereka menolak penawaran beliau.

Kedua, Bani Hanifah. Beliau mendatangai mereka dari pintu ke pintu dan beliau sendiri yang menawarkan Islam pada mereka. Namun tak seorang pun dintara penduduk Arab yang penolakannya lebih buruk dari mereka. 

Ketiga, Bani Amir bin Sha’sha’ah. Seperti pada kedua bani sebelumnya, beliau juga menyeru pada mereka.  Baiharah bin Firas, salah seorang pemuka mereka berkata,”Apa pendapatmu jika kami berbaiat kepadamu untuk mendukung agamamu, kemudian Allah memenangkan   dirimu dalam menghadapi orang-orang yang menentangmu, apakah kami masih mempunyai kedudukan sepeninggalmu?”

Rasul menjawab,”Kedudukan hanya pada Allah swt. Dia meletakkannya menurut kehendak Nya”. Baiharah berkata,”Apakah kami harus menyerahkan batang leher kami kepada orang-orang Arab sepeninggalmu? Kalaupun Allah swt memenangkanmu, toh kedudukanmu itu akan jatuh kepada selain kami. Jadi kami tak butuh agamamu”. Maka mereka semua menolak seruan beliau.

Selain dari bani-bani di atas, Rasul juga menawarkan Islam ke individu selain penduduk Makkah. Diantara mereka ada yang menolaknya secara baik-baik dan ada pula yang beriman beberapa saat setelah musim haji. Diantaranya yang beriman adalah Suwaid bin Shamit, Iyas bin Mu’adz, Abu Dzar Al Ghifary, Thuafail bin Amr Addausy dan Dhimad Al Azdy. 

Pada tahun berikutnya, saat musim haji di tahun kesebelas kenabian atau pada 620 M, dakwah Islam mulai nampak bersemi. Saat itu Rasulullah sedang melewati Aqabah di Mina, beliau mendengar beberapa orang sedang berbincang, lalu beliau mendekati mereka. Ternyata mereka adalah enam orang penduduk Yatsrib yang pandai dan berasal dari Khazraj. Keenam orang ini bukan tokoh utama yang berpengaruh dari Madinah, namun dengan ber Islamnya mereka, justru menentukan posisi dakwah Islam di Madinah selanjutnya. 

Mereka berjanji pada Rasul akan menawarkan Islam yang mereka bawa kepada kaumnya dan selain kaumnya. “Jika Allah menyatukan mereka, maka tidak ada orang yang lebih mulia selain dari pada dirimu”, ujar mereka. Sekembalinya ke Madinah, mereka membawa risalah Islam dan menyebarkannya di sana. 

Dakwah mereka di tanah kelahirannya atas izin Allah swt membuahkan hasil. Terlihat dari tidak adanya satu rumah pun di Madinah yang tidak menyebut nama Rasulullah saw. Pada musim haji di tahun berikutnya, terdapat penambahan 7 orang yang ikut ke Makkah untuk berhaji yang terdiri dari Bani Aus dan Khazraj. Mereka menemui Rasulullah saw di Aqobah, Mina dan berbaiat kepada beliau.  

Diriwayatkan oleh Al Bukhary dari Ubadah bin Ash Shamit yang ikut berbaiat pada Rasul, bahwa Rasulullah saw berkata,”Kemarilah dan berbaiatlah kalian kepadaku untuk tidak menyekutkan Allah swt, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak sendiri, tidak berdusta, tidak mendurhakaiku”.

Setelah baiat itu telaksana secara sempurna dan musim haji telah salesai, maka beliau mengirim duta yang pertama dan pergi bersama rombongan terebut ke Yastrib.  Amanah ini beliau berikan pada kepada Mush’ab bin Umair, pemuda yang dikenal pandai membaca. Mush’ab diamanahkan untuk mengajarkan syari’at beserta pengetahuan Islam kepada penduduk Madinah. 

Bersama As’ad bin Zurarah, salah satu pemuda yang ber Islam pada musim haji, mereka menyebarkan Islam dengan sungguh-sungguh dan semangat. Mereka berdua dengan tuntunan Allah swt, berhasil mengajak para tokoh berpengaruh di Madinah untuk menyembah Allah swt. Hanya dalam waktu satu tahun Madinah sudah berhasil dipersiapkan untuk perkembangan Islam dalam bentuk negara. 

Terdapat tiga poin yang menjadi hikmah dalam aktivitas politik dalam menuju kekuasaan. Pertama, dakwah itu pada hakekatnya menyampaikan risalah, sementara ajaran Islam wajib dilaksanakan. Kedua, aktivitas dakwah bersifat politik dan peraihan kekuasaan merupakan hal yang niscaya, karena Daulah Islam merupakan institusi politik. Sehingga dalam mewujudkannya butuh aktivitas politik bukan hanya aktivitas spiritual, ritual maupun sosial. 

Ketiga, hanya ada satu jalan yang benar untuk menerapkan syariat Islam, yaitu dengan menegakkan Daulah Islam dengan metode kenabian. Penegakkannya dengan jalan dakwah bukan dengan jalan yang lain 

Sehingga saat ini dengan melihat kerusakan yang sudah mengakar akibat diterapkannya ide Kapitalis, maka Islam harus ditegakkan untuk menghapus semuaide rusak tersebut. Tak ada jalan lain kecuali dengan syariah kaaffah dengan jalan dakwah yang penerapannya melalui kekuasaan. Itulah Daulah Khilafah dengan metode kenabian.

Wallahu’alam.


Oleh Ruruh Hapsari

Posting Komentar

0 Komentar