Anggaran RS dan Nakes Tersendat, Apa Negara Sudah Sekarat?



Sejumlah rumah sakit di sebagian besar wilayah Jawa sudah mulai kolaps. Ruang IGD sudah tidak menampung lagi, bahkan pasien Covid harus menjalani perawatan di selasar-selasar RS. Sementara itu, nakes terus kerja keras dalam menangani pasien. Belum lagi risiko nakes tertular ketika menangani pasien Covid. Sedihnya, sudah banyak nakes yang tertular dan berguguran. Semakin hari jumlah nakes pun semakin berkurang, namun pasien terus bertambah dalam jumlah besar-besaran. Sungguh pilu, para nakes berjuang merawat pasien Covid-19 namun tidak didukung dengan fasilitas yang memadai dan ironinya pemerintah belum juga menuntaskan tunggakan klaim RS. 

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan sedang berupaya menuntaskan tunggakan klaim rumah sakit rujukan Covid-19. Total tunggakan yang belum dibayarkan pada tahun anggaran 2020 mencapai Rp22,08 triliun. "Dari tunggakan ini kami berproses terus," kata Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan (Kemkes) Rita Rogayah, saat memberikan keterangan pers yang disiarkan melalui YouTube, Jumat, 25 Juni 2021. (tirto.id, 26 Juni 2021).

Selain itu, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mempertanyakan nasib pembayaran tunggakan pemerintah kepada hotel penyedia layanan isolasi Covid-19. Maulana Yusran melayangkan surat kepada BNPB pada Jum’at 18 Juni lalu. Inti surat itu berisi pertanyaan sederhana: “Kapan pemerintah akan melunasinya? Ini krusial. Hotel-hotel sudah satu setengah tahun lebih nganggur, mereka nggak punya tabungan lagi untuk menutup sementara biaya-biaya,” kata Maulana pada Rabu 23 Juni lalu. (majalah.tempo.co, 26 Juni 2021)

Kepanikan demi kepanikan dalam menangani pandemi Covid-19 ini terus bergulir. Sementara pemerintah berkelit saja, tidak kunjung menyelesaikan problem pandemi ini. Tunggakan pun kian membengkak seiring dengan bertambahnya pasien. Lantas bagaimana RS, nakes dan layanan isolasi bisa melayani pasien bila pemerintah tidak memfasilitasi kemudahan pencairan anggaran? Apakah benar anggaran tersendat dan negara sudah sekarat?

Seharusnya prioritas pemerintah saat ini memenuhi semua kebutuhan mereka, baik RS, nakes, maupun rakyat yang menjadi korban Covid-19. Seharusnya pemerintah pun memikirkan dan menyediakan fasilitas kesehatan maupun fasilitas pendukung untuk para nakes agar tenaga kesehatan mendapat istirahat dan gizi yang cukup saat merawat pasien. Tidak cukup itu saja, negara segera membuat berbagai kebijakan yang bisa menghentikan penyebaran wabah sehingga pasien tidak terus bertambah. 

Sederetan fakta yang menunjukkan lambannya sikap pemerintah dalam menyelesaikan Covid-19 hingga tak kunjung menyelesaikan tunggakan anggaran, ini menegaskan karakter pemerintah kapitalistik yang tidak bersungguh-sungguh dalam mengatasi masalah pandemi ini. Bahkan hingga hari ini, pemerintah juga tidak mengambil tindakan maksimal untuk membebaskan rakyat dari bahaya maupun dari kekhawatiran terkena dampak penyakit. Hal ini tampak jelas terlihat manakala pemerintah memberlakukan lockdown yang masih setengah hati, mengeluarkan kebijakan wajib vaksin tanpa edukasi dan membiarkan rakyat menanggung biaya hidup sendiri. 

Rakyat dibiarkan meneguk informasi-informasi liar di berbagai media, tanpa penjelasan yang clear dari negara. Sungguh, sistem demokrasi yang digadang-gadang mampu memperkokoh dan mengatur urusan rakyat, nyatanya terus menerus menunjukkan ketidakberhasilannya menangani wabah ini. Sudah 1,5 tahun rakyat dibiarkan terkatung katung di antara himpitan ekonomi dan ganasnya virus ini. Maka tak heran, jika sistem demokrasi hanya menghasilkan penguasa dengan sepaket kebijakan yang berorientasi kapitalis dan mencipta birokrasi kaku. Apa negara sudah tak punya urat malu?

Sebagai negeri berpenduduk mayoritas Muslim, tidakkah terbesit di para penguasa dan penduduk Muslim negeri ini untuk kembali kepada Islam, menengok kembali hadits dan sejarah Islam dalam menangani pandemi. Mengajak masyarakat bahu membahu menolong sesama Muslim dalam kondisi seperti ini tanpa terpaku hitungan-hitungan anggaran ala kapitalis. Menggunakan anggaran negara secara prioritas untuk menjaga nyawa manusia. Sepertinya hal-hal semacam ini hanya akan kita jumpai  jika kaum Muslimin menjadikan Islam sebagai asas dalam menjalankan negara dan mengatur masyarakat. Sebagaimana diterapkan para pendahulu kita di masa lampau. Pandemi ini seharusnya menyedarkan kita untuk kembali kepada aturan Allah SWT.[]


Oleh: Retnaning Putri, S.S., Aktivis Muslimah











Posting Komentar

0 Komentar