Sepertinya zaman memang sudah di ujung penutupan. Penuh gejolak jiwa-jiwa yang serakah dan tak tahu malu mempertontonkan kezaliman. Hal ini bisa kita lihat di berbagai media begitu banyak orang yang bangga mengumbar aib diri sendiri baik itu urusan rumah tangga, pekerjaan,teman sejawat bahkan hubungan intim tak sedikit dibongkarnya.
Urat malunya seakan sudah putus tak ada lagi penyesalan apalagi menganggap sebagai sebuah dosa. Mirisnya hal ini banyak dilakukan oleh mereka yang mengaku dirinya seorang muslim. Mereka begitu bangga melakukan maksiat dan dosa apalagi menjadi viral di media hingga mendapat follower banyak. Sungguh suatu bahaya yang akan menggerus keimanan seseorang menuju jurang neraka. Nauzubillah
Memang sistem demokrasi sekularisme telah menggiring manusia untuk semakin jauh dari nilai takwa. Melalui sistem ini telah mengubah manusia-manusia yang tadinya taat berubah bangga melakukan maksiat dan dosa atas nama kebebasan. Jargon kebebasan ini laksana payung yang terus menaungi seseorang saat ingin berbuat sekehendak hati.
Oleh karenanya sungguh tidak heran saat ini banyak orang yang terpapar virus riya',sombong, Hubud dunya (cinta dunia)yang kian mewabah dari kalangan penguasa hingga rakyat jelata.
Apalagi penguasa saat ini justru mempertontonkan kemaksiatan dan kemungkaran di depan rakyatnya sendiri.
Terkait bangga terhadap dosa tentu memiliki sebuah konsekuensi bagi orang yang bangga atas dosa yang dilakukannya? Dalam kitabnya yang bejudul Nashaihul ‘Ibad, Syekh Nawawi al-Bantani menjelaskan bahwa sebagian ahli zuhud, yakni orang yang tidak begitu memperdulikan kehidupan dunia dan hanya mengambil cukup pada apa yang sangat mereka butuhkan saja, berkata:
“Barang siapa yang berbuat dosa sementara dia tertawa atau merasa senang dan bangga dengan dosa yang dia tanggung, maka kelak Allah akan memasukkannya ke neraka dalam keadaan menangis. Karena seharusnya dia menyesal dan beristighfar pada Allah SWT karena dosanya itu.
Dan barang siapa yang taat kepada Allah, sementara dia menangis karena malu dan takut kepada Allah atas kelalaiannya dalam ketataan itu, maka kelak Allah akan memasukkannya ke surga dalam keadaan tertawa atau sangat bahagia, sebab ia telah memperoleh apa yang ia inginkan, yakni ampunan Allah."
Suatu hari, Rasulullah SAW juga telah mengingatkan bahwa umat Islam akan mendapatkan ampunan, kecuali yang bangga berbuat dosa.
كُلُّ أَمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ
“Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa.”
Mirisnya saat ini justru kian hari banyak orang memperturutkan hawa nafsunya yaitu membagai dosa dan tentu saja hal tersebut akan mengundang murka Allah.
Sebagai salah satu contohnya ada publik figur(artis) yang tidak takut neraka. Bahkan penguasa di negeri ini pun mempertontonkan kezaliman dengan menangkap para ulama hingga kriminalisasi.
Padahal, perbuatan mereka sama saja dengan menantang hukum Allah, dan itu akan mempercepat turunnya azab Allah.
ما ظهرَ في قومٍ الزِّنا والرِّبا ؛ إلَّا أحلُّوا بأنفسِهِم عذابَ اللهِ
“Tidaklah perbuatan zina dan riba itu telah tampak secara terang-terangan di suatu kaum, kecuali mereka telah menghalalkan azab Allah bagi mereka sendiri.” (HR Ahmad dari Abdullah bin Mas’ud).
Oleh karena itu, sudah sejatinya bagi seorang muslim untuk segera bertobat.
Bahkan negeri ini pun agar tidak terkena bencana terus baik bencana alam, maupun pandemi saat ini adalah melakukan taubat nasuha. Taubat nasuha tersebut adalah kembali kepada syariat-Nya. Karena musibah datang akibat dari dosa kita yang kita lakukan.
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syuraa: 30)
Ali bin Abi Tholib –radhiyallahu ‘anhu– mengatakan,
مَا نُزِّلَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍ وَلاَ رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ
“Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87)
Perkataan ‘Ali –radhiyallahu ‘anhu– di sini selaras dengan firman Allah Ta’ala,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syuraa: 30)
Para ulama salaf pun mengatakan yang serupa dengan perkataan di atas.
Ibnu Qoyyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, “Di antara akibat dari berbuat dosa adalah menghilangkan nikmat dan akibat dosa adalah mendatangkan bencana (musibah). Oleh karena itu, hilangnya suatu nikmat dari seorang hamba adalah karena dosa. Begitu pula datangnya berbagai musibah juga disebabkan oleh dosa.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87).
Jika kita ingin hidup sejahtera dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT adalah kembali ke dalam ketaatan. Menjauhi maksiat dan dosa terlebih membanggainya.
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh Heni Ummu Faiz
Ibu Pemerhati Umat
0 Komentar